Jakarta (MI) : Kendati modernisasi berupa pengadaan, dan
peremajaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI telah
berjalan, namun, pertahanan Indonesia belum mencapai 50% kekuatan
pertahanan minimum (minimum essensial force/MEF). Alasan utamanya
disebabkan minimnya anggaran pertahanan yang alokasinya belum mencapai
2% dari produk domestik bruto (PDB).
Hal itu diungkapkan Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin selaku, Ketua High
Level Committee (HLC) dalam acara pemaparan Perkembangan Modernisasi
Alutsista TNI kepada Pemimpin Redaksi Media Massa, di Gedung Jenderal
TNI M Yusuf, Jakarta, Selasa (29/4) malam.
“Belum. Tetapi sudah memenuhi sekitar 40% kekuatan minimum. Karena
anggaran belum optimal maka kita mengambil yang paling fokus dulu pada
alutsista bergerak. Fokusnya kita sudah dapat dan memang anggarannya
tinggi sekali,” katanya.
Alutsista bergerak yang dimaksud adalah kendaraan tempur, kendaraan
taktis, pesawat tempur, pesawat angkut, penangkis serangan udara,
termasuk kapal selam. Dengan begitu, kendati belum optimal, pertahanan
Indonesia sudah mengalami perbaikan. Sebab alutsista yang ada sekarang
ini sudah mampu mengimbangi kekuatan regional.
“Kita sudah sukses dalam transfer teknologi, secara keseluruhan
persenjataan kita sudah kuasai, teknologi sedang dalam proses, termasuk
pembuatan pesawat,” ujarnya.
Adapun alutsista yang diadakan sebagaimana rencana strategis
(Renstra) tahun 2010-2014 baik untuk darat, udara, dan laut, beberapa di
antaranya yang dibeli dari luar negeri adalah 16 pesawat tempur Sukhoi
dari Rusia, 180 tank kelas berat Leopard dan Marder dari Jerman, 37 unit
meriam 155 MM Howitzer dari Prancis, 38 unit Rudal MLRS dari Brasil, 3
unit kapal selam dari Korsel, dan 8 unit helikopter serang Apache dari
Amerika Serikat.
Beberapa alutsista yang ditargetkan bakal rampung sehari sebelum hari
TNI yang jatuh pada 5 Oktober yang diproduksi di dalam negeri antara
lain kapal angkut Leopard, 23 unit tank retrofit AMX-13 , 3 unit pesawat
CN-235 MPA, dan 5 panser BTR-4.
Menurutnya, untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maju maka
memerlukan komponen-komponen pendukung seperti politik bermartabat,
ekonomi yang dapat memenuhi kebutuhan dasar, dan kemampuan pertahanan
yang bisa melindungi kedaulatan nasional. Artinya, kekuatan ekonomi
perlu diimbangi dengan kekuatan pertahanan.
Dirinya berharap, pemerintah selanjutnya dapat melanjutkan Renstra
2015-2019 agar program pertahanan terus berjalan mengingat teknologi
militer sifatnya dinamis. Tantangan yang bakal dihadapi ke depan adalah
pembangunan infrastruktur pertahanan dalam negeri yang sejauh ini belum
memadai.
Dengan demikian, untuk mencapai target pertahanan yang maksimal
memerlukan kebijakan politik yang tepat serta kemampuan keuangan yang
memadai.
“Kita ingin menjadi negara yang ekonominya maju tetapi kita tidak mau
kalau teknologi militer kita maju padahal, suatu negara yang kuat harus
memiliki komponen-komponen pendukung yaitu, politik yang bermartabat,
ekonominya memenuhi kebutuhan dasar, dan kemampuan pertahanan yang bisa
melindungi wilayah nasionalnya,” ujarnya.
Menurutnya, untuk sekarang ini, kekuatan pertahanan Indonesia sudah
setara dengan negara-negara di Eropa. Ukurannya adalah varian teknologi
alutsista yang dimiliki Indonesia dapat mengimbangi alutsita
negara-negara Eropa.
“Untuk mengukur alutsista adalah varian teknologi. Memang bisa saja
kita memiliki banyak senjata tetapi kalau teknologinya lama, ya percuma.
Varian teknologi kita sudah sama dengan negara di Eropa, apakah itu
alutsista laut, udara, dan darat kita setara,” katanya.
Sumber : Beritasatu
No comments:
Post a Comment