Praha (MI) : Kedutaan Besar Republik Indonesia menyampaikan nota protes kepada Kementerian Luar Negeri Republik Cek mengenai perlakuan
tidak sepatutnya terhadap para diplomat dan staf kedutaan dalam
peristiwa razia di sebuah masjid di Praha, Jumat pekan lalu. Nota
protes itu disampaikan Duta Besar Indonesia untuk Republik Cek, Emeria
Wilujeng Amir Siregar, Senin, 28 April 2014 sekitar pukul 13.30 waktu
setempat. "Hari ini kami menyerahkan nota protes dan diterima Kemlu Ceko
pukul 13.30," kata Wahono Yulinto, Sekretaris I Bidang Sosial dan
Budaya KBRI Praha, Senin, 28 April 2014.
Indonesia menyesalkan perlakuan aparat keamanan Republik Cek dalam razia di Masjid Centrum Praha. Sebanyak 10 warga Indonesia sempat ditahan saat polisi khusus Republik Cek merangsek masuk masjid sekitar pukul 13.10. Sembilan di antaranya adalah anggota staf KBRI dan diplomat bersama satu mahasiswa. "Waktu itu azan sedang berkumandang ketika tiba-tiba ada polisi berpakaian seperti Densus 88 kita masuk ke dalam masjid, menyuruh kita semua tiarap," kata Wahono
Polisi melepaskan anak-anak kecil yang ada di dalam masjid bersama orang tua mereka. Jumlahnya sekitar 10 orang, lalu lansia dan orang-orang yang sakit. Baru kemudian mereka berteriak apakah ada diplomat di situ. Menurut Wahono, enam diplomat dan anggota staf KBRI yang berada di ruangannya baru boleh meninggalkan masjid 40 menit kemudian. Namun, empat anggota staf KBRI lainnya yang diawasi polisi berbeda masih ditahan hingga 3,5 jam kemudian. Padahal, Wahono sudah menegaskan mereka adalah bagian dari KBRI. "Kami mengajukan protes mengenai insiden hari Jumat, terutama terkait perlindungan terhadap korps diplomatik berdasarkan Kovensi Wina 1961 tentang Perlindungan Diplomatik," kata Wahono.
Pihaknya sudah menelepon ke semua pihak terkait, seperti bagian protokol, kepolisian, dan kepolisian perlindungan kedutaan. Namun, dia mendapat jawaban bahwa mereka tidak tahu perihal penggerebekan tersebut. Seorang WNI yang tidak mau disebut namanya kepada Tempo menceritakan, saat kejadian, dia bersama teman-teman sesama WNI dan KBRI baru saja masuk masjid dan menunaikan salat sunah dua rakaat. Setelah duduk beberapa menit, langsung terdengar kumandang azan. Di tengah-tengah azan, mereka dikagetkan oleh gebrakan pintu puluhan polisi Republik Cek dengan senjata lengkap.
Para polisi itu masuk ke masjid tanpa mencopot sepatu dan berteriak-teriak menyuruh semua orang bertiarap. "Kami tidak bisa bergerak, tidak boleh telepon," kata Alberto, (bukan nama sebenarnya). Alberto mengaku sangat takut dan jantungnya berdegup kencang. Mereka disekap mulai pukul 13.10 sampai pukul 16.15 waktu setempat. "Saya berdoa terus untuk keselamatan saya dan seluruh jemaah di masjid," ujar dia.
Saat kejadian, di masjid itu ada sekitar 100 orang. Warga keturunan Arab marah lantaran ibadahnya terganggu. Mereka memang batal menjalankan ibadah salat Jumat. Namun, ketika orang-orang tersebut berteriak, polisi malah semakin garang. Beberapa anggota jemaah sempat ingin lompat dari jendela karena takut. "Untung bisa kami cegah. Kalau tidak, bisa saja akan terjadi penembakan," ucap Alberto.
Menurut situs berita Praque Post, alasan Unit Deteksi Kejahatan Terorganisasi (UOOZ) merazia Masjid Centrum Praha, yang terletak di pinggir timur ibu kota Republik Cek tersebut, berkaitan dengan penerbitan buku yang menyebarkan propaganda anti-Semit atau Yahudi, xenophobia, dan kekerasan terhadap kalangan inferior. Buku The Bases of Tauhid: The Islamic Concept of God atau Dasar-dasar Tauhid: Tuhan dalam Konsep Islam. Buku itu diprotes oleh mantan penganut muslim bernama Lukas Lhokan.
Juru bicara UUOZ, Pavel Hantak, mengatakan buku itu berisi pandangan Islam yang ekstrem dan diterbitkan oleh Pusat Komunitas Muslim di Republik Cek bersama Islamic Foundation.
Indonesia menyesalkan perlakuan aparat keamanan Republik Cek dalam razia di Masjid Centrum Praha. Sebanyak 10 warga Indonesia sempat ditahan saat polisi khusus Republik Cek merangsek masuk masjid sekitar pukul 13.10. Sembilan di antaranya adalah anggota staf KBRI dan diplomat bersama satu mahasiswa. "Waktu itu azan sedang berkumandang ketika tiba-tiba ada polisi berpakaian seperti Densus 88 kita masuk ke dalam masjid, menyuruh kita semua tiarap," kata Wahono
Polisi melepaskan anak-anak kecil yang ada di dalam masjid bersama orang tua mereka. Jumlahnya sekitar 10 orang, lalu lansia dan orang-orang yang sakit. Baru kemudian mereka berteriak apakah ada diplomat di situ. Menurut Wahono, enam diplomat dan anggota staf KBRI yang berada di ruangannya baru boleh meninggalkan masjid 40 menit kemudian. Namun, empat anggota staf KBRI lainnya yang diawasi polisi berbeda masih ditahan hingga 3,5 jam kemudian. Padahal, Wahono sudah menegaskan mereka adalah bagian dari KBRI. "Kami mengajukan protes mengenai insiden hari Jumat, terutama terkait perlindungan terhadap korps diplomatik berdasarkan Kovensi Wina 1961 tentang Perlindungan Diplomatik," kata Wahono.
Pihaknya sudah menelepon ke semua pihak terkait, seperti bagian protokol, kepolisian, dan kepolisian perlindungan kedutaan. Namun, dia mendapat jawaban bahwa mereka tidak tahu perihal penggerebekan tersebut. Seorang WNI yang tidak mau disebut namanya kepada Tempo menceritakan, saat kejadian, dia bersama teman-teman sesama WNI dan KBRI baru saja masuk masjid dan menunaikan salat sunah dua rakaat. Setelah duduk beberapa menit, langsung terdengar kumandang azan. Di tengah-tengah azan, mereka dikagetkan oleh gebrakan pintu puluhan polisi Republik Cek dengan senjata lengkap.
Para polisi itu masuk ke masjid tanpa mencopot sepatu dan berteriak-teriak menyuruh semua orang bertiarap. "Kami tidak bisa bergerak, tidak boleh telepon," kata Alberto, (bukan nama sebenarnya). Alberto mengaku sangat takut dan jantungnya berdegup kencang. Mereka disekap mulai pukul 13.10 sampai pukul 16.15 waktu setempat. "Saya berdoa terus untuk keselamatan saya dan seluruh jemaah di masjid," ujar dia.
Saat kejadian, di masjid itu ada sekitar 100 orang. Warga keturunan Arab marah lantaran ibadahnya terganggu. Mereka memang batal menjalankan ibadah salat Jumat. Namun, ketika orang-orang tersebut berteriak, polisi malah semakin garang. Beberapa anggota jemaah sempat ingin lompat dari jendela karena takut. "Untung bisa kami cegah. Kalau tidak, bisa saja akan terjadi penembakan," ucap Alberto.
Menurut situs berita Praque Post, alasan Unit Deteksi Kejahatan Terorganisasi (UOOZ) merazia Masjid Centrum Praha, yang terletak di pinggir timur ibu kota Republik Cek tersebut, berkaitan dengan penerbitan buku yang menyebarkan propaganda anti-Semit atau Yahudi, xenophobia, dan kekerasan terhadap kalangan inferior. Buku The Bases of Tauhid: The Islamic Concept of God atau Dasar-dasar Tauhid: Tuhan dalam Konsep Islam. Buku itu diprotes oleh mantan penganut muslim bernama Lukas Lhokan.
Juru bicara UUOZ, Pavel Hantak, mengatakan buku itu berisi pandangan Islam yang ekstrem dan diterbitkan oleh Pusat Komunitas Muslim di Republik Cek bersama Islamic Foundation.
Kristen biadab!orng mau shalat ditangkap...
ReplyDeletegoblok lu tolol... ini bukan soal Kristen (agama), ini soal "buku" (baca:berkaitan dengan penerbitan buku yang menyebarkan propaganda anti-Semit atau Yahudi, xenophobia, dan kekerasan terhadap kalangan inferio - Buku The Bases of Tauhid: The Islamic Concept of God atau Dasar-dasar Tauhid: Tuhan dalam Konsep Islam. Buku itu diprotes oleh mantan penganut muslim bernama Lukas Lhokan), cara pandang dan berfikir itu harus di kembangkan, analisa dulu dan cari pembanding di berita (web site) lain, baru lu comment...
ReplyDeletetuuh kan... malah yg cmnt yg brantem, ckckckck
ReplyDeleteterlalu agresif.. Dan bertindak ceroboh.. Belum tentu penulis buku itu ada di masjid itu.. Tindakan mreka yg sudah menyinggung pemerintah Ri memang harus segera diprotes, biar dunia tau kalau indonesia itu walaupun negara yg sopan tapi tegas.
ReplyDeleteMasih lebih baik Di Indonesia,minoritas nulis komen apapun,menghujat apapun tapi tetap INDONESIA DAMAI.dipersilahkan jikalau kau hina dan kau caci, tapi tetap kebenaran takkan pernah sirna, klo kalian merasa benar maka janganlah kalian merasa takut. INDAHNYA ISLAM INDONESIA
ReplyDeletecuma di indonesia minoris mersa nyaman walau sering menghujat agama mayoritas
ReplyDeleteTernyata banyak silent reader juga disini,....hehehehe.
ReplyDeleteMengrebek mesjid dan menangkapi orang2 lagi sholat padahal saya saja tidak boleh mengganggu orang lg sholat disini, msh makai sepatu lagi, kebebasan berekspresi dan membuat buku adlh hak mendasar di negara kita itulah indahnya mayoritas islam disini. Disana orang menterjemahkan buku saja tidak diperbolehkan. Menangkapi orang tanpa ada bukti bersalah dan tanpa ada surat pengadilan, orang merasakan ketakutan smp ada yg mau terjun keluar. Sungguh biadab disana.
ReplyDeletei like it...
Delete