Jakarta (MI) : Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional, Teuku Faizsyah,
mengatakan sebaiknya hubungan RI dan Australia sudah pulih sebelum
pemerintahan yang baru terbentuk. Menurut pria yang akrab disapa Faiz
ini, pulihnya hubungan Indonesia-Australia akan baik bagi pemerintahan
baru nanti.
Demikian ungkap Faiz, yang dihubungi VIVAnews pada Selasa
malam, 29 April 2014 melalui telepon. Faiz mengatakan dengan adanya
hubungan antara Australia dan RI yang telah pulih, tentu dapat menjadi
modal yang baik bagi Pemerintah Australia ketika berinteraksi dengan
pemerintahan baru RI.
Pemerintahan baru RI diprediksi akan dilantik pada Oktober 2014.
"Ketika proses pemulihan hubungan telah selesai, maka tidak ada lagi beban bagi pemerintahan yang baru nanti. Sehingga, ketika sudah menjabat, mereka bisa langsung melesat dan berkonsentrasi untuk membangun hubungan yang strategis," ujar Faiz.
Oleh sebab itu, Faiz juga meminta Pemerintah Australia untuk segera menyelesaikan masalah yang masih ada dalam pembahasan konsep kode etik tata kelakuan (COC) dengan RI.
"Jadi, sebaiknya tidak perlu ditunda-tunda lagi," ujar dia.
Ditanya apakah proses pemulihan itu akan berakhir saat pertemuan acara Kemitraan Pemerintah Terbuka (OGP) yang digelar di Bali pada 6-7 Mei nanti, Faiz menyebut tidak menutup kemungkinan.
"Kalau kesempatan kunjungan nanti dapat ikut mempercepat pemulihan hubungan kan merupakan sesuatu yang baik. Jadi, kenapa tidak? Tetapi, yang pasti enam tahapan pemulihan hubungan tersebut tidak dikesampingkan," imbuh Faiz.
Namun, dia menegaskan bahwa undangan yang dikirim Presiden SBY kepada Perdana Menteri Tony Abbott untuk turut hadir dalam kegiatan OGP, tidak didesain secara khusus untuk membicarakan pemulihan hubungan bilateral kedua negara.
"Tapi, sekali lagi, kalau pertemuan nanti dapat saling mempengaruhi, kenapa tidak?" kata Faiz.
Di mata Faiz, adanya COC sangat penting, karena dapat dijadikan landasan bersama untuk membangun hubungan yang lebih stabil di masa mendatang. Dengan adanya COC, maka kepercayaan bagi kedua negara untuk kembali melakukan komunikasi secara terbuka dapat terealisasi.
"Sehingga, tidak ada keraguan-keraguan lagi, bahwa komunikasi kita disadap. Masalahnya ini kan sudah menyangkut confidence building. Dengan adanya COC dapat memberikan semacam jaminan dari kedua belah pihak," kata dia.
COC ini dilontarkan oleh Presiden SBY pada 26 November 2013, sebagai syarat pemulihan hubungan kedua negara, paska bocornya dokumen penyadapan oleh DSD ke ponsel pribadi SBY, Ani Yudhoyono, dan beberapa pejabat yang termasuk ke dalam lingkaran Presiden.
Dalam kode etik tersebut, dipaparkan enam langkah yaitu kedua Menlu membicarakan secara mendalam dan serius isu-isu sensitif berkaitan dengan hubungan bilateral kedua negara paska terbongkarnya penyadapan. Dua, setelah ada kesepakatan, maka akan ditindaklanjuti dengan pembahasan protokol dan kode etik secara lengkap dan mendalam.
Ketiga, SBY sendiri yang akan memeriksa konsep protokol dan kode etik itu. Keempat, pengesahan kode etik akan dilakukan di hadapan SBY dan PM Tony Abbott.
Kelima, kedua negara harus membuktikan bahwa ke depan kode etik itu akan dipenuhi dan dijalankan. Keenam, setelah kode etik dijalankan, maka kepercayaan terhadap Australia diharapkan akan muncul kembali.
Saat ini, proses yang tengah dijalani telah memasuki tahap kedua.
Krisis Diplomatik, Indonesia Tetap Undang Australia ke Bali
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengundang Perdana Menteri Australia Tony Abbott untuk hadir dalam Forum Kemitraan Pemerintah Terbuka (OGP) yang berlangsung tanggal 6-7 Mei 2014 di Bali. Indonesia menjadi tuan rumah OGP tahun 2014, setelah sebelumnya digelar di London.
COC ini dilontarkan Presiden SBY pada 26 November 2013, sebagai
syarat pemulihan hubungan kedua negara paska bocornya dokumen
penyadapan badan intelijen Australia, DSD. Sejumlah pemimpin dan tokoh
RI menjadi target aksi penyadapan itu, seperti SBY, Ani Yudhoyono, Jusuf
Kalla, dan lain sebagainya.
Pemerintahan baru RI diprediksi akan dilantik pada Oktober 2014.
"Ketika proses pemulihan hubungan telah selesai, maka tidak ada lagi beban bagi pemerintahan yang baru nanti. Sehingga, ketika sudah menjabat, mereka bisa langsung melesat dan berkonsentrasi untuk membangun hubungan yang strategis," ujar Faiz.
Oleh sebab itu, Faiz juga meminta Pemerintah Australia untuk segera menyelesaikan masalah yang masih ada dalam pembahasan konsep kode etik tata kelakuan (COC) dengan RI.
"Jadi, sebaiknya tidak perlu ditunda-tunda lagi," ujar dia.
Ditanya apakah proses pemulihan itu akan berakhir saat pertemuan acara Kemitraan Pemerintah Terbuka (OGP) yang digelar di Bali pada 6-7 Mei nanti, Faiz menyebut tidak menutup kemungkinan.
"Kalau kesempatan kunjungan nanti dapat ikut mempercepat pemulihan hubungan kan merupakan sesuatu yang baik. Jadi, kenapa tidak? Tetapi, yang pasti enam tahapan pemulihan hubungan tersebut tidak dikesampingkan," imbuh Faiz.
Namun, dia menegaskan bahwa undangan yang dikirim Presiden SBY kepada Perdana Menteri Tony Abbott untuk turut hadir dalam kegiatan OGP, tidak didesain secara khusus untuk membicarakan pemulihan hubungan bilateral kedua negara.
"Tapi, sekali lagi, kalau pertemuan nanti dapat saling mempengaruhi, kenapa tidak?" kata Faiz.
Di mata Faiz, adanya COC sangat penting, karena dapat dijadikan landasan bersama untuk membangun hubungan yang lebih stabil di masa mendatang. Dengan adanya COC, maka kepercayaan bagi kedua negara untuk kembali melakukan komunikasi secara terbuka dapat terealisasi.
"Sehingga, tidak ada keraguan-keraguan lagi, bahwa komunikasi kita disadap. Masalahnya ini kan sudah menyangkut confidence building. Dengan adanya COC dapat memberikan semacam jaminan dari kedua belah pihak," kata dia.
COC ini dilontarkan oleh Presiden SBY pada 26 November 2013, sebagai syarat pemulihan hubungan kedua negara, paska bocornya dokumen penyadapan oleh DSD ke ponsel pribadi SBY, Ani Yudhoyono, dan beberapa pejabat yang termasuk ke dalam lingkaran Presiden.
Dalam kode etik tersebut, dipaparkan enam langkah yaitu kedua Menlu membicarakan secara mendalam dan serius isu-isu sensitif berkaitan dengan hubungan bilateral kedua negara paska terbongkarnya penyadapan. Dua, setelah ada kesepakatan, maka akan ditindaklanjuti dengan pembahasan protokol dan kode etik secara lengkap dan mendalam.
Ketiga, SBY sendiri yang akan memeriksa konsep protokol dan kode etik itu. Keempat, pengesahan kode etik akan dilakukan di hadapan SBY dan PM Tony Abbott.
Kelima, kedua negara harus membuktikan bahwa ke depan kode etik itu akan dipenuhi dan dijalankan. Keenam, setelah kode etik dijalankan, maka kepercayaan terhadap Australia diharapkan akan muncul kembali.
Saat ini, proses yang tengah dijalani telah memasuki tahap kedua.
Krisis Diplomatik, Indonesia Tetap Undang Australia ke Bali
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengundang Perdana Menteri Australia Tony Abbott untuk hadir dalam Forum Kemitraan Pemerintah Terbuka (OGP) yang berlangsung tanggal 6-7 Mei 2014 di Bali. Indonesia menjadi tuan rumah OGP tahun 2014, setelah sebelumnya digelar di London.
Kepada VIVAnews, Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan
Internasional Teuku Faizsyah membenarkan adanya undangan itu. Namun,
kata pria yang akrab disapa Faiz itu, undangan ini bukan berarti
Indonesia melupakan masalah dalam hubungan kedua negara paska aksi
Australia menyadap tokoh Indonesia, beberapa waktu lalu.
"Upaya normalisasi hubungan Australia dengan RI sedang dan masih
berjalan. Dengan diundangnya PM Abbott bukan berarti tahapan-tahapan
menuju pemulihan hubungan lantas diabaikan," ujar Faiz, Selasa malam 29
April 2014.
Lagipula, lanjut Faiz, negara yang diundang datang tidak hanya Australia saja, tetapi juga sembilan negara lainnya.
"Konsep dari kemitraan pemerintah yang terbuka (OGP) yaitu bagaimana masyarakat bisa dilibatkan dalam mencapai good governance. Australia dinilai bisa berkontribusi melalui pengalaman mereka dalam hal tersebut," ujar Faiz.
Dia mengatakan kendati ada permasalahan terkait kode etika tata
kelakuan (COC) dengan Australia, namun hal tersebut tidak menjadi
hambatan Indonesia untuk menjalin kerjasama di bidang lainnya dengan
Negeri Kanguru.
"Bidang yang dihentikan kerjasamanya oleh Presiden SBY, kan hanya
yang khusus pada bidang-bidang di mana mengharuskan adanya rasa saling
percaya yang tinggi," kata Faiz. Dua di antaranya, lanjut Faiz, yaitu
bidang keamanan dan pertahanan.
"Dua bidang itu kan kalau tidak dijalin dengan semangat keterbukaan dan persahabatan, maka tidak bisa berjalan," tutur dia.
Aksi penyadapan Australia yang terungkap pada November 2013, kata
Faiz, jelas tidak mencerminkan semangat keterbukaan dan persahabatan
untuk menuju kerjasama yang lebih besar.
Ketika ditanya, apakah sudah ada respons dari PM Abbott soal undangan itu, Faiz mengaku tidak tahu.
Pemulihan hubungan RI-Australia
Pada medio April lalu, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa
mengakui bahwa upaya pemulihan telah memasuki langkah kedua, yaitu
membahas kode etik dan protokol yang menjadi landasan pemulihan hubungan
RI dan Australia.
Bahkan dia menyebut pembahasan mengenai konsep COC terus dilakukan
di sela-sela pertemuan internasional seperti KTT Nuklir di Den Haag,
Belanda; pertemuan keamanan nuklir di Hiroshima, Jepang; dan pertemuan
beberapa Menlu di Meksiko City, Meksiko.
Kendati begitu, Marty mengaku belum ada konsep kode etik secara
tertulis yang telah dibuat. Menurut dia, masih dibutuhkan waktu untuk
membuat konsep COC itu menjadi sesuatu yang formal.
Sumber : VIVAnews
akhirnya SBY MANUT JUGA SAMA UNCLE ABOT.....
ReplyDelete