JAKARTA (MI) : Ketua Komisi 1 DPR RI Mahfudz
Siddik kepada VOA Jumat (28/2) mengatakan selain untuk pengamanan
kawasan juga sebagai respon cepat dari Indonesia terkait permasalahan
Laut China Selatan.
“Ya secara politik Komisi 1 mendukung rencana tersebut. Panglima TNI memang sudah pernah menyampaikan rencana untuk menjadikan pulau Natuna itu sebagai frontier base bagi TNI. Hal itu sesuatu yang strategis dan penting buat Indonesia. Karena itu untuk membantu pengamanan wilayah maritim Indonesia, karena jalur lalu lintas yang padat. Yang kedua, memang itu juga sebagai langkah untuk mengantisipasi atau merespon meningkatnya ketegangan kaitannya dengan masalah Laut China Selatan,” papar Mahfudz.
Mahfudz menambahkan, Komisi 1 DPR masih melakukan pembicaraan terkait hal ini dengan pemerintah, khususnya menyangkut anggaran yang disiapkan untuk kebutuhan logistik di lapangan.
“Panglima TNI belum memaparkan detail kaitan dengan berapa anggaran yang dibutuhkan. Tetapi ini sudah masuk di dalam alokasi anggaran TNI di 2014. dan juga nanti sangat mungkin akan berlanjut di tahun anggaran 2015. Intinya pengembangan Natuna sebagai frontier base sudah teralokasi,” lanjut Mahfudz.
Terkait sikap politik Indonesia terkait permasalahan Laut China Selatan, Mahfud Siddik memastikan Komisi 1 DPR RI mendukung langkah Indonesia yang hingga kini terus mendorong dialog damai dalam penyelesaian permasalahan di kawasan itu.
Pengamat Militer dari Lembaga Pengembangan Kemandirian Nasional Wawan Purwanto mengatakan penguatan pertahanan militer di perbatasan sudah seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah, melalui dukungan penguatan peralatan tempur TNI dan logistik prajurit di perbatasan.
“Justru di lini-lini yang berbatasan langsung dengan negara-negara lain yang sedang ada kerawanan memang harus diperkuat. Dan Indonesia belakangan sudah menambah sejumlah alutsista (peralatan utama sistim pertahanan). Terutama juga radar-radar pendukung, sistim peluru kendali, maupun juga dari sistim persenjataan serta peralatannya termasuk logistik,"kata Wawan.
Sebelumnya Panglima TNI Jenderal Moeldoko di sela-sela kunjungan lima harinya di China mengatakan penambahan dan penempatan kekuatan yang proporsional di Natuna perlu dilakukan sebagai sistem peringatan dini bagi Indonesia dan TNI, sekaligus dalam mengantisipasi dampak instabilitas di Laut China Selatan. TNI, tambah Panglima, akan terus memantau setiap perkembangan di Laut China Selatan, dan siap mengantisipasi apapun akibat dari instabilitas di wilayah tersebut.
Pulau Natuna dengan luas daratan 2.631 kilometer persegi, di utara berbatasan dengan perairan Vietnam, dan wilayah timurnya berbatasan dengan Malaysia Timur, Kalimantan Barat dan Brunei Darussalam. Sementara itu, di barat Pulau Natuna dengan luas lautan 262.156 kilometer persegi berbatasan dengan Semenanjung Malaysia Barat.
Permasalahan Laut China Selatan belum juga mendapat titik temu. Negara –negara di Asia selain China yang turut mengklaim kawasan sengketa tersebut adalah Malaysia, Vietnam, dan Taiwan.
China dan Taiwan merupakan dua negara yang mengklaim bagian terbesar dari perairan strategis itu. China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan, yang diyakini memiliki cadangan minyak dan gas yang sangat banyak.
China mengklaim sekitar 90 persen dari 3,5 juta kilometer persegi Laut China Selatan, yang bersinggungan dengan Brunei, Malaysia, Filipina, Vietnam dan Taiwan. Tidak itu saja, China juga berencana menetapkan Zona Indentifikasi Pertahahan Udara (ADIZ) di Laut China Selatan.
“Ya secara politik Komisi 1 mendukung rencana tersebut. Panglima TNI memang sudah pernah menyampaikan rencana untuk menjadikan pulau Natuna itu sebagai frontier base bagi TNI. Hal itu sesuatu yang strategis dan penting buat Indonesia. Karena itu untuk membantu pengamanan wilayah maritim Indonesia, karena jalur lalu lintas yang padat. Yang kedua, memang itu juga sebagai langkah untuk mengantisipasi atau merespon meningkatnya ketegangan kaitannya dengan masalah Laut China Selatan,” papar Mahfudz.
Mahfudz menambahkan, Komisi 1 DPR masih melakukan pembicaraan terkait hal ini dengan pemerintah, khususnya menyangkut anggaran yang disiapkan untuk kebutuhan logistik di lapangan.
“Panglima TNI belum memaparkan detail kaitan dengan berapa anggaran yang dibutuhkan. Tetapi ini sudah masuk di dalam alokasi anggaran TNI di 2014. dan juga nanti sangat mungkin akan berlanjut di tahun anggaran 2015. Intinya pengembangan Natuna sebagai frontier base sudah teralokasi,” lanjut Mahfudz.
Terkait sikap politik Indonesia terkait permasalahan Laut China Selatan, Mahfud Siddik memastikan Komisi 1 DPR RI mendukung langkah Indonesia yang hingga kini terus mendorong dialog damai dalam penyelesaian permasalahan di kawasan itu.
Pengamat Militer dari Lembaga Pengembangan Kemandirian Nasional Wawan Purwanto mengatakan penguatan pertahanan militer di perbatasan sudah seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah, melalui dukungan penguatan peralatan tempur TNI dan logistik prajurit di perbatasan.
“Justru di lini-lini yang berbatasan langsung dengan negara-negara lain yang sedang ada kerawanan memang harus diperkuat. Dan Indonesia belakangan sudah menambah sejumlah alutsista (peralatan utama sistim pertahanan). Terutama juga radar-radar pendukung, sistim peluru kendali, maupun juga dari sistim persenjataan serta peralatannya termasuk logistik,"kata Wawan.
Sebelumnya Panglima TNI Jenderal Moeldoko di sela-sela kunjungan lima harinya di China mengatakan penambahan dan penempatan kekuatan yang proporsional di Natuna perlu dilakukan sebagai sistem peringatan dini bagi Indonesia dan TNI, sekaligus dalam mengantisipasi dampak instabilitas di Laut China Selatan. TNI, tambah Panglima, akan terus memantau setiap perkembangan di Laut China Selatan, dan siap mengantisipasi apapun akibat dari instabilitas di wilayah tersebut.
Pulau Natuna dengan luas daratan 2.631 kilometer persegi, di utara berbatasan dengan perairan Vietnam, dan wilayah timurnya berbatasan dengan Malaysia Timur, Kalimantan Barat dan Brunei Darussalam. Sementara itu, di barat Pulau Natuna dengan luas lautan 262.156 kilometer persegi berbatasan dengan Semenanjung Malaysia Barat.
Permasalahan Laut China Selatan belum juga mendapat titik temu. Negara –negara di Asia selain China yang turut mengklaim kawasan sengketa tersebut adalah Malaysia, Vietnam, dan Taiwan.
China dan Taiwan merupakan dua negara yang mengklaim bagian terbesar dari perairan strategis itu. China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan, yang diyakini memiliki cadangan minyak dan gas yang sangat banyak.
China mengklaim sekitar 90 persen dari 3,5 juta kilometer persegi Laut China Selatan, yang bersinggungan dengan Brunei, Malaysia, Filipina, Vietnam dan Taiwan. Tidak itu saja, China juga berencana menetapkan Zona Indentifikasi Pertahahan Udara (ADIZ) di Laut China Selatan.
Sumber : VOA
No comments:
Post a Comment