Thursday, February 20, 2014

Simalakama Patroli Laut Cina di Asia Tenggara


Indo.swj (MI) : Patroli armada laut Cina di perairan Asia Tenggara memicu pelbagai reaksi dari sejumlah negara di kawasan.
Terjebak di antara dua pilihan–menyinggung mitra dagang utama atau menjaga kedaulatan negara–pejabat di beberapa negara menampik bahwa terdapat iring-iringan kapal Cina yang berlayar di dekat wilayahnya. Padahal, pernyataan pemerintah dan laporan media nasional mengungkap hal sebaliknya.

Menurut para analis keamanan, dua kapal perusak dan satu kapal amfibi pendarat yang kemungkinan mendapat kawalan kapal selam, bertolak dari Cina selatan pada 20 Januari. Media pelat merah Cina memberikan laporan mengenai patroli secara terperinci.

Luasnya wilayah cakupan armada Cina itu membuat para analis yakin bahwa misi tersebut lebih dari sekadar latihan, seperti diklaim oleh Kementerian Pertahanan Cina. Sebaliknya, perjalanan itu dirancang sebagai ajang unjuk gigi atas luasnya jangkauan armada laut Negeri Tirai Bambu.

Armada tersebut pada mulanya bepatroli di Kepulauan Paracel, satu dari gugusan pulau di Laut Cina Selatan yang diperebutkan oleh Cina dan Vietnam. Lantas, rombongan menuju James Shoal, himpunan batu karang yang berlokasi lebih dari 80 km dari pantai Malaysia di kawasan Laut Cina Selatan yang diakui Cina dan Malaysia.

Kemudian, armada bergerak ke sebelah selatan kawasan Indonesia di Samudera Hindia dan mengadakan latihan pertamanya. Rombongan laut itu pun kembali ke arah utara dan melakukan latihan tembak di Pasifik Barat. Armada kembali ke Cina pada 11 Februari setelah berada 23 hari di lautan.

Kementerian Pertahanan Cina menjawab pertanyaan Wall Street Journal bahwa latihan itu “tidak dimaksudkan bagi negara atau kawasan [Asia Tenggara] dan tidak berhubungan dengan situasi di kawasan.” Menurutnya, Cina dapat berlayar dengan bebas dan memiliki hak absah lain di perairan bersangkutan.”
Tidak terdapat indikasi bahwa armada itu melanggar hukum internasional. “Cina memiliki hak untuk mengadakan latihan militer di laut, termasuk rute melalui pelbagai selat dunia,” ujar Ian Storey dari Institut Kajian Asia Tenggara.

Sementara modernisasi militer Cina dipandang sah, negara-negara Asia Tenggara mengkhawatirkan dampaknya, ujar Storey. Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam terlibat sengketa wilayah dengan Cina di Laut Cina Selatan. Mereka takut Cina akan menggunakan kekuatan militer untuk menguatkan klaimnya.

Namun, pada saat yang sama, para pejabat Asia Tenggara tak terlalu bernafsu untuk secara terbuka mengajukan protes. Pemerintah Vietnam tak menjawab permintaan komentar dan tetap menutup mulut mengenai patroli di Kepulauan Paracel. Saat Cina mengirim armada ke James Shoal pada Maret 2013, Kuala Lumpur mengajukan keberatan secara terbuka.

Kali ini, Menteri Luar Negeri Malaysia, Anifah Aman, menyatakan keberatan atas laporan media Cina bahwa armada telah bersandar di James Shoal untuk merayakan pengambilan sumpah yang memperkuat klaim Beijing atas wilayah tersebut. “Saya belum mendapat kejelasan mengenai kehadiran armada atau kapal Cina di kawasan tersebut,” ujarnya di hadapan wartawan pada 17 Februari. Sebelumnya, kepala Angkatan Laut Malaysia menyanggah kehadiran kapal Cina di wilayah kedaulatan Malaysia pada akhir Januari.

Juru bicara Angkatan Laut Indonesia mengatakan pasukan keamanan perairan mengetahui keberadaan empat kapal perang Cina yang melewati perairan Indonesia dalam beberapa pekan belakangan. Armada Cina “berlalu tanpa merugikan” Indonesia di perairannya. Keempat kapal melewati Selat Malaka—menurut laporan Cina, rute itu di luar rencana. Tiga kapal juga melewati Selat Lombok.

Namun demikian, pengerahan pesawat pengintai AP-3C Orion milik Australia yang diluncurkan untuk memantau latihan perang Cina di wilayah selatan Indonesia dibenarkan oleh Kementerian Pertahanan Australia. Fakta itu menopang versi Cina mengenai peristiwa tersebut.
Menteri Pertahanan Australia, David Johnston, berbicara kepada Wall Street Journal mengenai ulah Cina, menekankan bahwa armada laut Cina berada di perairan internasional dan tidak wajib memberitahukan Australia menjelang kedatangan di Samudera Hindia.

Kebijakan pura-pura tak menyadari penyusupan Cina ke perairan Asia Tenggara nantinya bakal goyah. “Seiring tumbuhnya Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat, hal semacam itu akan lebih kerap terjadi.”




Sumber : Indo.wsj

No comments:

Post a Comment