Indo.swj (MI) : Patroli armada laut Cina di perairan Asia Tenggara memicu pelbagai reaksi dari sejumlah negara di kawasan.
Terjebak di antara dua pilihan–menyinggung mitra dagang utama atau
menjaga kedaulatan negara–pejabat di beberapa negara menampik bahwa
terdapat iring-iringan kapal Cina yang berlayar di dekat wilayahnya.
Padahal, pernyataan pemerintah dan laporan media nasional mengungkap hal
sebaliknya.
Menurut para analis keamanan, dua kapal perusak dan satu kapal amfibi
pendarat yang kemungkinan mendapat kawalan kapal selam, bertolak dari
Cina selatan pada 20 Januari. Media pelat merah Cina memberikan laporan
mengenai patroli secara terperinci.
Luasnya wilayah cakupan armada Cina itu membuat para analis yakin
bahwa misi tersebut lebih dari sekadar latihan, seperti diklaim oleh
Kementerian Pertahanan Cina. Sebaliknya, perjalanan itu dirancang
sebagai ajang unjuk gigi atas luasnya jangkauan armada laut Negeri Tirai
Bambu.
Armada tersebut pada mulanya bepatroli di Kepulauan Paracel, satu
dari gugusan pulau di Laut Cina Selatan yang diperebutkan oleh Cina dan
Vietnam. Lantas, rombongan menuju James Shoal, himpunan batu karang yang
berlokasi lebih dari 80 km dari pantai Malaysia di kawasan Laut Cina
Selatan yang diakui Cina dan Malaysia.
Kemudian, armada bergerak ke sebelah selatan kawasan Indonesia di
Samudera Hindia dan mengadakan latihan pertamanya. Rombongan laut itu
pun kembali ke arah utara dan melakukan latihan tembak di Pasifik Barat.
Armada kembali ke Cina pada 11 Februari setelah berada 23 hari di
lautan.
Kementerian Pertahanan Cina menjawab pertanyaan Wall Street Journal
bahwa latihan itu “tidak dimaksudkan bagi negara atau kawasan [Asia
Tenggara] dan tidak berhubungan dengan situasi di kawasan.” Menurutnya,
Cina dapat berlayar dengan bebas dan memiliki hak absah lain di perairan
bersangkutan.”
Tidak terdapat indikasi bahwa armada itu melanggar hukum
internasional. “Cina memiliki hak untuk mengadakan latihan militer di
laut, termasuk rute melalui pelbagai selat dunia,” ujar Ian Storey dari
Institut Kajian Asia Tenggara.
Sementara modernisasi militer Cina dipandang sah, negara-negara Asia
Tenggara mengkhawatirkan dampaknya, ujar Storey. Brunei, Malaysia,
Filipina, dan Vietnam terlibat sengketa wilayah dengan Cina di Laut Cina
Selatan. Mereka takut Cina akan menggunakan kekuatan militer untuk
menguatkan klaimnya.
Namun, pada saat yang sama, para pejabat Asia Tenggara tak terlalu
bernafsu untuk secara terbuka mengajukan protes. Pemerintah Vietnam tak
menjawab permintaan komentar dan tetap menutup mulut mengenai patroli di
Kepulauan Paracel. Saat Cina mengirim armada ke James Shoal pada Maret
2013, Kuala Lumpur mengajukan keberatan secara terbuka.
Kali ini, Menteri Luar Negeri Malaysia, Anifah Aman, menyatakan
keberatan atas laporan media Cina bahwa armada telah bersandar di James
Shoal untuk merayakan pengambilan sumpah yang memperkuat klaim Beijing
atas wilayah tersebut. “Saya belum mendapat kejelasan mengenai kehadiran
armada atau kapal Cina di kawasan tersebut,” ujarnya di hadapan
wartawan pada 17 Februari. Sebelumnya, kepala Angkatan Laut Malaysia
menyanggah kehadiran kapal Cina di wilayah kedaulatan Malaysia pada
akhir Januari.
Juru bicara Angkatan Laut Indonesia mengatakan pasukan keamanan
perairan mengetahui keberadaan empat kapal perang Cina yang melewati
perairan Indonesia dalam beberapa pekan belakangan. Armada Cina “berlalu
tanpa merugikan” Indonesia di perairannya. Keempat kapal melewati Selat
Malaka—menurut laporan Cina, rute itu di luar rencana. Tiga kapal juga
melewati Selat Lombok.
Namun demikian, pengerahan pesawat pengintai AP-3C Orion milik
Australia yang diluncurkan untuk memantau latihan perang Cina di wilayah
selatan Indonesia dibenarkan oleh Kementerian Pertahanan Australia.
Fakta itu menopang versi Cina mengenai peristiwa tersebut.
Menteri Pertahanan Australia, David Johnston, berbicara kepada Wall
Street Journal mengenai ulah Cina, menekankan bahwa armada laut Cina
berada di perairan internasional dan tidak wajib memberitahukan
Australia menjelang kedatangan di Samudera Hindia.
Kebijakan pura-pura tak menyadari penyusupan Cina ke perairan Asia
Tenggara nantinya bakal goyah. “Seiring tumbuhnya Angkatan Laut Tentara
Pembebasan Rakyat, hal semacam itu akan lebih kerap terjadi.”
Sumber : Indo.wsj
No comments:
Post a Comment