Sindonews (MI) : Dikomandokannya Dwikora oleh Presiden
Soekarno pada 3 Mei 1964 di Jakarta, mendapat sambutan baik dari
masyarakat, termasuk Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI),
sekarang disebut Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Hal ini terbukti, rakyat Indonesia berbondong-bondong mendaftarkan diri sebagai sukarelawan Dwikora, sehingga mencapai jumlah 21 juta sukarelawan.
Dalam masa perjuangan Dwikora ketika konfrontasi dengan Negara Malaysia. TNI Angkatan Laut (AL) mengirimkan 300 prajurit yang terdiri dari Kopral dan Perwira. Sebelum melaksanakan operasi, diwajibkan mengikuti pendidikan khusus di Cisarua, Bogor.
Selesai latihan, pasukan ini dibagi dalam beberapa tim dengan kode Kesatuan Brahma dan ditugaskan di daerah Semenanjung Malaya (Basis II) dan di Kalimantan Utara (Basis IV).
"Tim ini dikerahkan di Semenanjung Malaya terdiri dari tim Brahma I beranggotakan 45 orang, tim Brahma II 50 orang, tim Brahma III 45 orang dan tim Brahma IV 22 orang," seperti dikutip Sindonews dari buku Usman dan Harun Prajurit Setia yang diterbitkan TNI Angkatan Laut (AL), Kamis (20/2/2014).
Semenanjung Malaya (Basis II) dibagi beberapa sub basis. Pertama sub basis X yang berpangkalan di Pulau Sambu dan Pulau Rengat, dengan sasaran Singapura. Sub basis Y dengan sasaran Johor bagian barat dan Pangkalan Tanjung Balai.
Kemudian sub basis T berpangkalan di Pulau Sambu dengan sasaran Negeri Sembilan, Selangor dan Kuala Lumpur, untuk sub basis Z dengan sasaran Johor bagian timur.
Sedangkan tugas tim Basis II ini mempersiapkan kantong gerilya di daerah lawan, melatih gerilyawan dari dalam dan mengembalikan lagi ke daerah masing-masing, melaksanakan demolision, sabotase objek militer maupun ekonomis.
"Selain itu, mengadakan propaganda, perang urat syaraf, mengumpulkan informasi dan melakukan kontra intelijen."
Diangkatnya artikel ini, terkait dengan polemik KRI Usman Harun. Nama Usman Harun mencuat setelah protes Pemerintah Singapura terhadap pemberian nama kapal perang milik TNI AL, KRI Usman Harun. Pemerintah Singapura menilai nama Usman dan Harun merupakan dua tokoh yang kontroversial dan menggemparkan negeri tersebut.
Sedangkan Indonesia menilai, dua nama tersebut merupakan pemuda yang mampu memberikan semangat dengan aksi heroiknya, pada masa perjuangan Dwikora. Saat itu Usman dan Harun bisa menjadi figur sentral untuk menegakkan kehormatan demi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hal ini terbukti, rakyat Indonesia berbondong-bondong mendaftarkan diri sebagai sukarelawan Dwikora, sehingga mencapai jumlah 21 juta sukarelawan.
Dalam masa perjuangan Dwikora ketika konfrontasi dengan Negara Malaysia. TNI Angkatan Laut (AL) mengirimkan 300 prajurit yang terdiri dari Kopral dan Perwira. Sebelum melaksanakan operasi, diwajibkan mengikuti pendidikan khusus di Cisarua, Bogor.
Selesai latihan, pasukan ini dibagi dalam beberapa tim dengan kode Kesatuan Brahma dan ditugaskan di daerah Semenanjung Malaya (Basis II) dan di Kalimantan Utara (Basis IV).
"Tim ini dikerahkan di Semenanjung Malaya terdiri dari tim Brahma I beranggotakan 45 orang, tim Brahma II 50 orang, tim Brahma III 45 orang dan tim Brahma IV 22 orang," seperti dikutip Sindonews dari buku Usman dan Harun Prajurit Setia yang diterbitkan TNI Angkatan Laut (AL), Kamis (20/2/2014).
Semenanjung Malaya (Basis II) dibagi beberapa sub basis. Pertama sub basis X yang berpangkalan di Pulau Sambu dan Pulau Rengat, dengan sasaran Singapura. Sub basis Y dengan sasaran Johor bagian barat dan Pangkalan Tanjung Balai.
Kemudian sub basis T berpangkalan di Pulau Sambu dengan sasaran Negeri Sembilan, Selangor dan Kuala Lumpur, untuk sub basis Z dengan sasaran Johor bagian timur.
Sedangkan tugas tim Basis II ini mempersiapkan kantong gerilya di daerah lawan, melatih gerilyawan dari dalam dan mengembalikan lagi ke daerah masing-masing, melaksanakan demolision, sabotase objek militer maupun ekonomis.
"Selain itu, mengadakan propaganda, perang urat syaraf, mengumpulkan informasi dan melakukan kontra intelijen."
Diangkatnya artikel ini, terkait dengan polemik KRI Usman Harun. Nama Usman Harun mencuat setelah protes Pemerintah Singapura terhadap pemberian nama kapal perang milik TNI AL, KRI Usman Harun. Pemerintah Singapura menilai nama Usman dan Harun merupakan dua tokoh yang kontroversial dan menggemparkan negeri tersebut.
Sedangkan Indonesia menilai, dua nama tersebut merupakan pemuda yang mampu memberikan semangat dengan aksi heroiknya, pada masa perjuangan Dwikora. Saat itu Usman dan Harun bisa menjadi figur sentral untuk menegakkan kehormatan demi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
No comments:
Post a Comment