JAKARTA (MI) : Kudeta
militer seperti yang terjadi di Thailand dipastikan tidak akan pernah
terjadi di Indonesia. Mabes TNI menjamin jika militer Indonesia tidak
akan melakukan hal serupa di masa depan. Sebab, konstitusi Indonesia
memang tidak memungkinkan militer untuk melakukan hal tersebut.
"Secara tradisi, TNI tidak mengenal istilah kudeta," ujar Panglima TNI Jenderal Moeldoko dalam keterangan persnya.
"Secara tradisi, TNI tidak mengenal istilah kudeta," ujar Panglima TNI Jenderal Moeldoko dalam keterangan persnya.
Pengambilalihan kekuasaan dari Presiden
dan Wapres yang sedang menjabat hanya bisa dilakukan oleh MPR yang
selanjutnya memilih Presiden baru di parlemen. Karena itu, sampai
kapanpun TNI tidak mungkin menggulingkan kekuasaan kecuali ada perubahan
konstitusi.
Meski begitu, Moeldoko mengakui saat ini TNI sedang dalam posisi sulit. "TNI diwajibkan menjaga stabilitas negara sekaligus mengawal demokrasi. Itu sangat sulit," tuturnya. Kedua hal tersebut secara umum saling bertentangan. Demokrasi identik dengan kebebasan, sedangkan stabilitas identik dengan pembatasan di sana-sini.
Perwira kelahiran 8 Juli 1957 itu menuturkan, jika negara terlalu kendor terhadap urusan stabilitas, maka demokrasi yang berkembang akan cenderung menuju anarkisme. Sebaliknya, jika negara terlalu kukuh dalam urusan stabilitas, maka masyarakat akan menderita karena kebebasannya dikekang.
Untuk itu, pihaknya akan berusaha menempatkan diri di antara kedua hal tersebut. TNI, lanjut dia, wajib mengawal agar stabilitas negara tetap terjaga. Namun, di saat yang bersamaan pihaknya akan mengikuti proses demokrasi yang berkembang saat ini. "Kalau transisi melulu (seperti Thailand), kapan kita akan menuju demokrasi yang matang," tambahnya.
Meski begitu, Moeldoko mengakui saat ini TNI sedang dalam posisi sulit. "TNI diwajibkan menjaga stabilitas negara sekaligus mengawal demokrasi. Itu sangat sulit," tuturnya. Kedua hal tersebut secara umum saling bertentangan. Demokrasi identik dengan kebebasan, sedangkan stabilitas identik dengan pembatasan di sana-sini.
Perwira kelahiran 8 Juli 1957 itu menuturkan, jika negara terlalu kendor terhadap urusan stabilitas, maka demokrasi yang berkembang akan cenderung menuju anarkisme. Sebaliknya, jika negara terlalu kukuh dalam urusan stabilitas, maka masyarakat akan menderita karena kebebasannya dikekang.
Untuk itu, pihaknya akan berusaha menempatkan diri di antara kedua hal tersebut. TNI, lanjut dia, wajib mengawal agar stabilitas negara tetap terjaga. Namun, di saat yang bersamaan pihaknya akan mengikuti proses demokrasi yang berkembang saat ini. "Kalau transisi melulu (seperti Thailand), kapan kita akan menuju demokrasi yang matang," tambahnya.
Sumber : JPNN
No comments:
Post a Comment