Monday, September 30, 2013

Mengenang Resimen Tjakrabirawa, pasukan elite pengawal Soekarno


Merdeka (MI) : "Kepada semua anggauta Tjakrabirawa!"

Tahukah kamu untuk apa Tjakrabirawa diadakan?
Setialah kepada tugasmu!
Aku melimpahkan kepercayaan penuh kepadamu!

Presiden/Panglima Tertinggimu

Soekarno
Jakarta 5 Oktober 1962

Itulah pesan Presiden Soekarno kepada segenap anggota Resimen Tjakrabirawa. Pasukan elite yang baru dibentuk 6 Juni 1962. Tepat di hari ulang tahun Bung Karno ke-61. Tjakrabirawa dibentuk khusus untuk mengawal keselamatan Soekarno dan keluarganya.

Personelnya dipilih dari pasukan terbaik empat angkatan. Angkatan Darat mengirimkan Batalyon Banteng Raiders, Angkatan Laut mengirim Korps Komando Operasi (KKO), Angkatan Udara mengirim Pasukan Gerak Tjepat (PGT) dan Polisi mengirim Resimen Pelopor.

Seluruh anggotanya wajib punya kemampuan terjun payung dan pernah memiliki pengalaman perang gerilya. Soekarno sendiri yang memilih nama Tjakrabirawa, dari senjata sakti milik Batara Kresna. Semboyannya 'Dirgayu Satyawira' berarti pasukan setia berumur panjang. Soekarno juga yang mendesain baju dan perlengkapan pasukan pengawalnya.

Pembentukan Tjakrabirawa dinilai perlu oleh menteri pertahanan saat itu Jenderal Nasution. Sebabnya percobaan pembunuhan pada Presiden Soekarno terus terjadi. Mulai dari serangan pesawat oleh Daniel Maukar, penggranatan di Makassar dan Cikini, hingga penembakan saat Salat Idul Adha di istana.

Awalnya Soekarno menolak. Dia merasa pengawalan Detasemen Kawal Pribadi (DKP) yang berkekuatan belasan polisi istimewa ini sudah cukup. Namun para pimpinan tentara berhasil mendesak Soekarno untuk membentuk sebuah pasukan elite pengawal presiden.

"Pada hari kelahiranku di tahun 1962, dibentuklah pasukan Tjakrabirawa. Satu pasukan khusus dengan kekuatan 3.000 orang yang berasal dari keempat angkatan bersenjata. Tugas pasukan Tjakrabirawa adalah melindungi presiden," kata Soekarno dalam biografinya yang ditulis Cindy Adams.

Menurut Soekarno , tugas Tjakrabirawa tak cuma mengawal. Ada juga yang menyediakan grup band dan menghibur dirinya. Mereka juga bertugas mencicipi makanan sebelum disantap oleh Soekarno .

Diakuinya juga, Tjakrabirawa menjaganya rapat. Mereka selalu mengamankan gerak-gerik Soekarno . Awalnya Soekarno merasa kagok juga, tapi dia lalu terbiasa.

"Satu-satunya yang yang tidak dapat dijaga oleh Tjakrabirawa adalah kesehatanku. Aku punya satu ginjal yang membatu," canda Soekarno .

Ajudan senior presiden, Kolonel Sabur menjadi komandan pertama Resimen Tjakrabirawa. Pangkatnya dinaikkan menjadi brigadir jenderal. Sementara Kolonel Maulwi Saelan menjadi wakilnya.

Wakil Komandan Tjakrabirawa Kolonel (Purn) Maulwi Saelan yang ditemui merdeka.com menjelaskan Soekarno sangat dekat dengan para pengawalnya. Soekarno hapal dengan anggota Tjakrabirawa yang biasa bertugas di sampingnya.

"Bung Karno itu sangat egaliter. Saya pernah berdebat dengannya, sampai mukanya merah padam karena marah. Beliau lalu masuk kamar. Beberapa saat kemudian beliau panggil saya. Saya tegang, wah mau dipecat saya, pikir saya. Ternyata Bung Karno bilang, Saelan, kamu yang benar. Luar biasa beliau mau mengakui dirinya salah, padahal berdebat dengan bawahan," puji Saelan.

Sayang, tak seperti harapan Soekarno , Tjakrabirawa tak berumur panjang. Sebagian kecil pasukan elite ini kemudian terlibat penculikan para jenderal dalam peristiwa G30S. Tak semua terlibat, hanya sekitar 60 orang di bawah pimpinan Letkol Untung yang mengikuti aksi itu. Namun semua terkena imbasnya.

Umur resimen Tjakrabirawa hanya seumur jagung. Dibubarkan jenderal Soeharto di senjakala kekuasaan Soekarno yang makin meredup. Seperti kata pepatah, karena nila setitik hancur susu sebelanga.

Usai pembubaran Tjakrabirawa, arah dan kisah sejarah Indonesia memulai babak baru. Mulai dari pembantaian para pelaku penculikan hingga orang-orang yang dianggap komunis. Babak baru sejarah Indonesia yang harus melalui stempel Orde Baru. 


Ada Tjakrabirawa, Soekarno tak bisa blusukan

 

Presiden Soekarno dikenal gemar keluar istana diam-diam. Dia kerap menyamar sebagai rakyat biasa dan blusukan ke pasar atau tempat lain untuk mengetahui langsung situasi di lapangan.

Awalnya Soekarno leluasa menjalankan aksi blusukan itu. Maklum pengawalnya cuma anggota Detasemen Kawal Pribadi (DKP) yang jumlahnya cuma belasan polisi istimewa. Tapi sejak 21 Juni 1962, dibentuk Resimen Tjakrabirawa yang beranggotakan 3.000 personel. Soekarno pun tak leluasa blusukan karena terus dikawal pasukan pengaman presiden tersebut.

"Dulu aku biasa keluar istana diam-diam seorang diri. Namun sejak ada Tjakrabirawa, hal itu tak mungkin lagi dilakukan," kata Soekarno dalam biografi yang ditulis Cindy Adams.

Namun tetap saja Soekarno membandel, dan mencoba menyelinap keluar istana. Keesokan harinya, ada nota yang dikirimkan para pengawal setia itu. Isinya penuh hormat tapi tegas.

"Bapak yang tercinta, kami bertanggung jawab atas keselamatan Bapak. Karena itu kami mohon dengan sangat agar Bapak tidak lagi diam-diam menyelinap keluar. (tanda tangan) para pengawal Bapak," ujar Soekarno membacakan nota itu dengan jenaka.

Soekarno mengaku puas dengan pengawalan Tjakrabirawa. Dia melukiskan personel DKP dan Tjakrabirawa tak pernah lepas menjaga keselamatannya.

"Kalau aku melakukan kunjungan kenegaraan, Tjakrabirawa menempatkan orangnya di seberang jendela tempatku menginap. Bahkan ketika aku sedang berada di istana, dua orang senantiasa berada di dekatku. Satu kompi menjaga di sekeliling istana, yang lain berjaga-jaga di luar kota," kata Soekarno .

Kepada merdeka.com, mantan Wakil Komandan Tjakrabirawa Kolonel Purn Maulwi Saelan menuturkan mengawal Soekarno memang penuh dengan kejutan. Hubungan Soekarno dan para pengawal memang sangat dekat karena pribadi Soekarno yang egaliter.

Saelan masih mengingat saat mengawal Soekarno ke Italia. Saat itu rombongan sedang melintas di sebuah pantai. Tiba-tiba Soekarno secara mendadak memerintahkan seluruh rombongan berhenti.

"Ternyata Bung Karno ingin makan es krim di sebuah restoran. Maka kita semua berhenti untuk makan es krim. Semua duduk bersama di satu meja. Semua ramai menyambut Bung Karno , ada yang bilang kalau Bung Karno ikut Pemilu di Italia pasti menang," kata Saelan sambil tertawa.


Tawuran berdarah Tjakrabirawa dan RPKAD bikin geger Jakarta


Resimen Tjakrabirawa dibentuk 21 Juni 1962 untuk menjaga keselamatan Presiden Soekarno . Banyak keistimewaan pasukan elite yang dibentuk dari gabungan empat angkatan ini.

Salah satunya, Tjakrabirawa bukan berada di bawah Markas Besar TNI, tetapi langsung di bawah presiden. Anggaran operasionalnya pun langsung ditangani rumah tangga kepresidenan. Seragam Tjakrabirawa dibuat sedikit kecoklatan dengan baret warna merah bata. Berbeda dengan pakaian organik TNI saat itu.

Banyak yang tidak suka dengan penampilan Tjakrabirawa. Sebagian anggota Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) misalnya, mereka merasa Tjakrabirawa tak layak mengenakan baret merah. Maklum, bertahun-tahun baret merah identik dengan RPKAD yang sudah menorehkan prestasi di berbagai palagan.

"Kalau ada Tjakra lewat jalan raya Bogor dan lewat Cijantung suka disorakin sama anak-anak RPKAD," kata Adi, seorang pensiunan RPKAD mengingat hal tersebut saat berbincang dengan merdeka.com, Jumat (27/9).

RPKAD dan Tjakrabirawa bahkan pernah terlibat bentrok berdarah. Jakarta tegang oleh ulah dua pasukan elite itu sekitar tahun 1964. Penyebab bentrok berdarah itu cuma masalah sepele. Pagi harinya Tjakrabirawa dari KKO dan RPKAD sedang berlatih baris berbaris di Lapangan Banteng.

Setelah latihan, anggota RPKAD belajar menyetir mobil. Entah siapa yang memulai tiba-tiba kedua satuan elite ini saling ejek. Lalu berkembang jadi perkelahian. Karena lokasi dekat dengan markas Marinir, RPKAD kalah jumlah. Mereka lalu mengontak kawan-kawan mereka di Markas RPKAD Cijantung.

Bukan hanya pakai sangkur, mereka semua menggunakan senapan serbu AK-47. Ada beberapa yang menyandang bazooka dan siap menembak. Kawasan Kwini hingga Senen, Jakarta Pusat tak ubahnya seperti medan pertempuran.

Komandan Batalyon I RPKAD Mayor Benny Moerdani baru pulang main tenis dari Senayan langsung meluncur ke lokasi kejadian. Benny melihat puluhan anggota RPKAD dan KKO tergeletak penuh darah di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat.

Untungnya Benny kenal dengan Mayor Saminu, komandan Batalyon KKO Tjakrabirawa itu. Dia meminta tembak menembak dihentikan. Benny pun menyuruh seluruh anggota RPKAD pulang naik truk ke Cijantung.

Tindakan Benny mencegah jatuh korban jiwa lebih besar. Saat itu RPKAD sudah siap menembakkan bazooka, sementara KKO sudah siap memberondongkan AK-47 mereka.

Banyak satuan lain merasa iri dengan Tjakrabirawa karena disangka digaji lebih tinggi dan sejahtera. Padahal menurut Wakil Komandan Tjakrabirawa Kolonel (Purn) Maulwi Saelan, hal tersebut tidak benar.

"Kalau gaji itu dibayarkan dari satuan. Misal anggota Tjakrabirawa dari Yon 454, ya gajinya dibayarkan tetap dari Yon 454. Tidak ada kesejahteraan lain. Di Tjakrabirawa itu ya cuma bertugas," kata Saelan saat berbincang dengan merdeka.com.

Soal hubungan Resimen Tjakrabirawa dengan RPKAD yang tidak akur, Saelan mengakui memang ada yang iri karena menganggap Tjakrabirawa lebih sejahtera. Tapi selebihnya baik-baik saja.

"Tjakra dianggap istimewa, apalagi baretnya hampir sama. Mereka anggap kita pasukan yang wah. Tapi saya sendiri tak ada masalah. Saya terjun di RPKAD, di Batujajar. Komandan RPKAD Sarwo Edhie Wibowo meminta saya melatih RPKAD main bola. (Saelan adalah mantan kiper Timnas Indonesia yang pernah menahan Uni Soviet 0-0 di semifinal olimpiade 1956)," jelasnya.

Presiden Soekarno sendiri rupanya sudah mencium akan ada kecemburuan antarsatuan. Dalam pidatonya, Soekarno meminta Tjakrabirawa tak perlu sombong.

"Tugas Resimen Tjakrabirawa tidak lebih tinggi dari tugas Angkatan Darat. Sebaliknya, tugas Angkatan Darat tidak lebih tinggi daripada tugas Resimen Tjakrabirawa. Jangan ada salah satu angkatan yang merasa dirinya lebih dari angkatan lain, tidak!" pesan Soekarno .

"Jikalau aku memberi pakaian yang mentereng kepada kompi protokol, itu tak lain dan tak bukan ialah tiap-tiap negara harus mempunyai barisan protokol yang mentereng. Datanglah ke negara manapun, barisan protokolnya selalu mentereng. Ia punya pakaian bukan buat ganteng-gantengan, tetapi ialah untuk menjunjung tinggi nama negaranya," lanjut Soekarno .



Sumber : Merdeka

1 comment: