Kompasiana (MI) : Sudah cukup lama bahkan lama sekali
wilayah udara nasional kita seolah tak terlindungi satu payungpun.
Konsep sistem pertahanan udara nasional hingga era pencapaian MEF
(Minimum Essensial Forces) sekarang belum juga mencapai kata final.
Kemandirian dalam hal teknologi roket melalui proyek RX550 sampai
sekarang juga mengalami banyak rintangan hingga kabar proyek ini seolah
hilang ditelan isu2 politis. Sistem Pertahanan Udara Nasional sejatinya
tak terlepas dari perkembangan TNI AU, hanya karakternya lebih dominan
untuk daya tangkal dan perlindungan kedaulatan wilayah udara dari
gangguan luar sesuai dengan namanya, Air Defence.
Sudah sewajarnya rakyat Republik
Indonesia merindukan kembali kejayaan militer Indonesia dalam melindungi
kedaulatan nasional khususnya wilayah udara, Semenjak Era Bung Karno
nyaris TNI tak memiliki lagi rudal pertahanan udara, saat itu militer
Indonesia memiliki S-75 Dvina (SA-2 Guideline) buatan Uni Soviet yang
bisa menampar sasaran udara sejauh 45 km setinggi 20 km dengan kecepatan
3,5 Mach. Tak ayal Indonesia menjadi negara yang paling ditakuti
dikawasan berkat arsenal pertahanan udaranya yang menakutkan. Di Era Pak
Harto, perhatian lebih diarahkan untuk angkatan darat sehingga sistem
pertahanan udara Indonesia hanya dibekali rudal jarak pendek dan
MANPADS (Man Portable Air Defense System). Berkat kepemimpinan Pak
Harto lah kedaulatan nasional Indonesia masih disegani para tetangga.
About Hong Qi-16
Dalam daftar belanja ALutsita tahun
depan, tercata bahwa TNI akan membeli rudal jarak menengah yang
keterangan detail masih belum ane ketahui. Ditahun 2012 lalu sebenarnya
sudah menyeruak kabar bahwa TNI tertarik untuk memboyong seperangkat
Rudal pertahanan Jarak menengah( land-based mid-range Surface to Air Missile
/SAM) HQ-16 Buatan China, untuk varian ekspornya di beri nama LY-80.
Rudal HQ-16 dikembangkan berdasarkan gabungan platform rudal Buk-M1
(SA-11 Gadfly) dan Buk-2M (SA-17 Grizzly) yang bisa ditanam di
kendaraan mobile darat (truk) atau Kapal perang. Terdiri dari Unit
radar dan Unit peluncur, Radar penjejak targetnya mampu mencium sasaran
hingga jarak 150 km, rudalnya mampu mengejak target sejauh 50 km
berketinggian 10 km. Hq-16 diklaim mampu Di samping sasaran pesawat
tempur dan helikopter, HQ-16 diklaim mampu menembak jatuh drone
(pesawat nirwak) ,rudal Tomahawk , mengintersep rudal anti-kapal yang
terbang rendah (sea-skimming) kurang dari 10 m dari permukaan laut.
HQ-16 diperkirakan mulai di kembangkan
sejak tahun 1998 oleh China Aerospace Science and Technology
Corporation (CASC) sebagai suksesor dari HQ-12. Mulai memasuki masa
dinas aktif di PLA pada tahun 2011 lalu sehingga alutsista ini termasuk
masih tergolong hijau. Mobile land base nya diangkut dengan truk
6×6 Transporter Erector Launcher (TEL) yang membawa 6 tabung yang
diluncurkan secara vertikal. Misilnya dilengkap semi-active radar
seeker for guidance sehingga memilik kepresisian yang cukup baik, Untuk
varian angkatan lautnya disebut HHQ-16 dirancang untuk frigate Type
054A. Nilai plusnya HQ-16 bisa di integrasikan dengan sistem pertahanan
udara lain seperti long-range HQ-9, short-range HQ-7 and close-range LD-2000 ke dalam wujud sistem pertahanan udara terintegrasi multi lapis / a multi-layer Integrated Air Defense System (IADS).
Air Defense System
Dengan kemampuan seperti disebutkan
tadi, Rudal pertahanan udara HQ-16 bisa menjadi benteng utama
pertahanan udara nasional hingga opsi pembelian S-300/S-400 masuk dalam
keranjang belanja Alutsista Pertahanan RI. Bila memang HQ-16 menjadi
pilihan sebagai alutsista Arhanud TNI maka paling tidak jumlahnya harus
lebih dari cukup, minimal tiap provinsi strategis di Indonesia
dipasang 1 unit HQ-16. Meski namanya tak se gahar S-300 yang dijamin
bikin posisi bargaining militer Indonesia naik paling tidak Arhanud
sudah memiliki ‘mainan’ yang layak untuk memayungi udara Nasional.
HQ-16 bisa jadi sistem pertahanan udara yang mumpuni bila bisa digelar
dengan cara yang cerdas dan strategis.
Sepertinya hal senjata pada umumnya, tak
keren rasanya klo sistem pertahanan udara nasional kita tak memiliki
nama seperti sistem pertahanan udara Israel yang bernama Iron Dome, Iran
dengan sistem pertahanan udara RAAD (Thunder) nya yang baru saja
sukses menguji coba klonengan S-300, Bavar 373. Andai Kemhan jadi
memborong sekarung HQ-16 kumplit, membentuk kesatuan khusus sebagai
operatornya dibawah sub komando Arhanud dan telah siap ditempatkan di
titik2 vital, ane mengusulkan sistem pertahanan udara nasional kita
diberi nama ANTASENA (Aerial iNTegrated Air defenSE NAvigation), so
cool. Soal harga HQ-16 belum ditemukan info lengkapnya, tapi disinyalir
jelas lebih murah dan “lunak” ketimbang S-300, belum lagi kedekatan
Indonesia dengan China bisa dimanfaatkan untuk memberi keuntungan dalam
pembeliannya nanti.
EFFECT
Nah pertanyaan nya, mampukah Pemerintah
menyediakan anggaran untuk memborong HQ-16? apakah butuh perdebatan
panjang nan absurd untuk memastikan Arhanud TNI berhak memilliki HQ-16?
well yang ini kembali pada political will pemerintah dan DPR.
Pertanyaan selanjutnya, Seberapa pengaruhkah kehadiran HQ-16 bagi
perkembangan militer dikawasan? terutama bagaimana respon para tetangga
kita, panik, galau, biasa saja atau pura2 ga tau? Apakah negara kita
dapat ‘restu’ untuk memiliki sistem pertahanan udara? khawatirnya akan
banyak pihak terutama Singapura dan Australia yang nantinya ngambek ke
Bos Besar supaya menggagalkan upaya Indonesiaa memiliki sistem
pertahanan udara yang kuat. Lha wong uji coba roket RX550 oleh LAPAN
aja bikin tetangga panik, wacana pembelian S300 bikin tetangga
jantungan.. Y pasti untuk mengatasi hadangan ini semua kita kembalikan
ke pemerintah bisakah memainkan taktik cerdik agar proses pembangunan
air defense nasional mulus tanpa halangan. I Hope so.. Ekonomi
Indonesia yang sedang bangkit sekarang ini sangat ama wajib di imbangi
dengan penjagaan kedaulatan yang kuat pula baik matra udara laut dan
darat. Memiliki sistem pertahanan udara yang capable sehingga mampu
mencegah pihak asing bermain-main seenaknya diwilayah kita serta
meningkatkan bargaining militer kita pada dunia.
-Kasamago-
Sumber : Kompasiana
No comments:
Post a Comment