JAKARTA (MI) : Pernyataan mantan kepala staf TNI
Angkatan Darat (AD) Jendral (purn) Ryamizard Ryacudu beberapa tahun lalu
soal adanya 60 ribu agen asing di Indonesia mendapat konfirmasi
pemerintah.
Staf Ahli Menteri Pertahanan Mayjen TNI Hartind Asrin menjelaskan,
meski pernyataan tersebut hanya berbentuk opini publik, namun bukan
berarti data itu tidak valid.
"Boleh jadi jumlah mereka mencapai angka tersebut. Kita semua harus waspada,"ujarnya saat dihubungi Republika,
Senin (27/5) malam. Untuk penanganan intel tersebut, Hartind
menegaskan, 'bola' ada di tangan Badan Intelijen Nasional (BIN).
Sedangkan, pemerintah hanya sebatas membuat kebijakan.
Tidak hanya itu, dia menjelaskan, media juga bisa berperan untuk
membantu pengungkapan keberadaan agen asing ini. Menurutnya, mereka
menggunakan beragam profesi seperti wartawan, peneliti, hingga Lembaga
Swadaya Masyarakat.
Pengakuan Kementerian Pertahanan soal
adanya operasi intelijen asing di Papua mendapat respons dari parlemen.'Perketat Pengawasan Intelijen Asing'
Anggota Komisi I DPRRI Nuning Kertopati menjelaskan, bekal data
tersebut harus dimanfaatkan oleh intel negara memperketat pengawasan.
Terlebih, adanya eskalasi ancaman di daerah konflik seperti Papua. "Maka pengawasan perlu ditingkatkan,"ujarnya saat dihubungi Republika, Senin (27/5) malam. Menurutnya, intelijen asing biasanya datang ke satu negara dengan cara pengelabuan. Hal tersebut juga berlaku untuk para agen asing di Papua.
"Misalnya intelijen asing di Papua bisa saja berkedok agama, bisnis atau pun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masih banyak lagi,"jelasnya.
Dia mengungkapkan, intelijen negara memang seharusnya dapat mengidentifikasi keberadaan mereka. Kemudian, mengelola informasi tersebut dengan cara meningkatkan komunikasi dengan pemuka agama atau adat budaya setempat. Sehingga, bentuk gerakan separatis atau terorisme bisa dicegah.
Terlebih, adanya eskalasi ancaman di daerah konflik seperti Papua. "Maka pengawasan perlu ditingkatkan,"ujarnya saat dihubungi Republika, Senin (27/5) malam. Menurutnya, intelijen asing biasanya datang ke satu negara dengan cara pengelabuan. Hal tersebut juga berlaku untuk para agen asing di Papua.
"Misalnya intelijen asing di Papua bisa saja berkedok agama, bisnis atau pun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masih banyak lagi,"jelasnya.
Dia mengungkapkan, intelijen negara memang seharusnya dapat mengidentifikasi keberadaan mereka. Kemudian, mengelola informasi tersebut dengan cara meningkatkan komunikasi dengan pemuka agama atau adat budaya setempat. Sehingga, bentuk gerakan separatis atau terorisme bisa dicegah.
‘Pemerintah Harus Berani Tangkap Agen Asing’
Anggota Komisi I DPR RI Saifullah
Tamliha mengatakan, pemerintah harus berani menangkap agen-agen
intelijen asing yang berkeliaran di Indonesia. Agen asing yang ditangkap
harus dipublikasikan.
“Publikasi perlu dilakukan sebagai shock terapi bagi negara yang mengirimkan agen-agennya tersebut ke Indonesia. Sehingga mereka malu mengirimkan agennya ke Indonesia lagi,”ujar Saifullah di Jakarta, Senin (27/5).
Agen intelijen asing yang ditangkap, terang Saifullah, sebelum dideportasi harus diselidiki dulu, informasi apa saja yang mereka peroleh, apa saja yang mereka kerjakan selama menjadi mata-mata di Indonesia. “Indonesia harus mendapatkan data-data yang mereka ambil dulu,” terangnya.
Kementerian Pertahanan sebelumnya menyebut adanya aktivitas intelijen asing yang terendus di Papua. Mereka tinggal di Papua dengan 'menyamar' sebagai berbagai profesi, seperti aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), wartawan dan peneliti.
Istana Kepresidenan diminta untuk
menggunakan sandi negara agar pembicaraan di Istana tak disadap oleh
pihak asing.“Publikasi perlu dilakukan sebagai shock terapi bagi negara yang mengirimkan agen-agennya tersebut ke Indonesia. Sehingga mereka malu mengirimkan agennya ke Indonesia lagi,”ujar Saifullah di Jakarta, Senin (27/5).
Agen intelijen asing yang ditangkap, terang Saifullah, sebelum dideportasi harus diselidiki dulu, informasi apa saja yang mereka peroleh, apa saja yang mereka kerjakan selama menjadi mata-mata di Indonesia. “Indonesia harus mendapatkan data-data yang mereka ambil dulu,” terangnya.
Kementerian Pertahanan sebelumnya menyebut adanya aktivitas intelijen asing yang terendus di Papua. Mereka tinggal di Papua dengan 'menyamar' sebagai berbagai profesi, seperti aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), wartawan dan peneliti.
Istana Diminta 'Berbicara' dengan Sandi
Anggota Komisi I DPRRI Saifullah Tamliha menjelaskan, tidak ada yang
bisa menjamin kalau istana tidak steril dari agen intelijen asing. Oleh
karena itu, ujarnya, di istana seharusnya dipasang sandi negara agar
pembicaraan di istana tidak bisa disadap oleh pihak asing, terutama AS
dan Israel.
Dia pun mengimbau kepada pemerintah untuk segera membuat Rancangan Undang-undang (RUU) tentang kerahasiaan negara. Menurutnya, RUU tersebut dapat menjadi landasan hukum agar pemerintah dapat menindak agen-agen asing.
“Pemerintah harus bersikap tegas kepada agen asing agar mereka tidak mudah memata-matai Tanah Air,” katanya, di Jakarta, Senin (27/5).
Dia pun mengimbau kepada pemerintah untuk segera membuat Rancangan Undang-undang (RUU) tentang kerahasiaan negara. Menurutnya, RUU tersebut dapat menjadi landasan hukum agar pemerintah dapat menindak agen-agen asing.
“Pemerintah harus bersikap tegas kepada agen asing agar mereka tidak mudah memata-matai Tanah Air,” katanya, di Jakarta, Senin (27/5).
Sumber : REPUBLIKA
No comments:
Post a Comment