Merdeka (MI) : Dalam kurung waktu beberapa tahun ini, sudah beberapa kali pesawat asing melintas di wilayah udara Indonesia tanpa izin. TNI AU sebagai penjaga wilayah udara pun dengan sigap menyergap pesawat asing itu dan memaksanya keluar dari Indonesia atau memerintahkan untuk mendarat.
Kisah heroik TNI AU dalam menyergap tentu mempunyai cerita menarik. Dengan pesawat tempur canggih yang dimiliki, TNI AU bertindak tegas untuk mengamankan Indonesia dari ancaman asing.
Tindakan TNI AU itu menunjukkan Indonesia tegas dan hukum harus ditegakkan. Bukan hanya pesawat sipil, pesawat militer Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF) saja disuruh angkat kaki.
Berikut 5 Kisah penyergapan pesawat asing yang masuk wilayah Indonesia yang dirangkum merdeka.com, Jumat (11/4) :
Kisah heroik TNI AU dalam menyergap tentu mempunyai cerita menarik. Dengan pesawat tempur canggih yang dimiliki, TNI AU bertindak tegas untuk mengamankan Indonesia dari ancaman asing.
Tindakan TNI AU itu menunjukkan Indonesia tegas dan hukum harus ditegakkan. Bukan hanya pesawat sipil, pesawat militer Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF) saja disuruh angkat kaki.
Berikut 5 Kisah penyergapan pesawat asing yang masuk wilayah Indonesia yang dirangkum merdeka.com, Jumat (11/4) :
1.
Swearingen SX-300 di Medan
Pantauan merdeka.com, Kamis (10/4), ketika mendarat pesawat latih berwarna merah itu membawa bahan bakar di jeriken ukuran kecil. Peristiwa ini terjadi sekitar pukul 12.45 WIB.
Oleh petugas lanud, pilot yang belum diketahui identitas dan kewarganegaraannya dibawa masuk ke ruang VIP bandara dengan pengawalan ketat. Diketahui, pilot pesawat asing jenis Swearingen SX-300 bernama Heinz Peier.
Dari informasi yang dihimpun merdeka.com, pesawat yang dipiloti warga negara Swiss itu hendak terbang ke Bali. Awalnya, pesawat itu terbang dari Sri Lanka menuju Malaysia. Setelah dari Malaysia, rencananya Hing Peir ingin terbang ke Bali, Indonesia.
Menurut pengakuan Heinz, karena cuaca buruk di Samudera Hindia, ia kemudian mengalihkan rutenya menuju Sumatera. Karena tidak memiliki izin, pesawat itu mengundang kecurigaan TNI AU.
2.
P2-ANW Dassault Falcon 900EX di Balikpapan
November tahun 2011 lalu radar Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) mencium ada pesawat asing melintas di sekitar Balikpapan. Dua pesawat Sukhoi TNI AU segera terbang memburu mangsa mereka.
Ternyata sebuah pesawat P2-ANW Dassault Falcon 900EX bercat putih dengan logo merah terbang tanpa izin. Sukhoi segera memepet pesawat tersebut. Ternyata pesawat ditumpangi Wakil Perdana Menteri Papua Nugini Belden Namah.
Pesawat tempur itu menguntit tumpangan VIP tersebut selama 37 menit. Namun akhirnya atas perintah Kohanudnas, pesawat dibiarkan dan tak ditembak jatuh.
Buntutnya, hubungan Indonesia dan Papua Nugini sempat tegang. Perdana Menteri Papua Nugini Peter O"Neil, mengancam mengusir Duta Besar RI Andreas Sitepu dari Port Moresby. Tapi setelah melakukan pembicaraan antar menlu, insiden ini tak terjadi.
3.
F-18 Hornet US Navy di Pulau Bawean
Pada 2 Juli 2003 sekitar 11:38, Military Coordination Civil di Bandar Udara (Bandara) Ngurah Rai, Bali, menangkap pergerakan manuver beberapa pesawat asing di wilayah sebelah barat laut Pulau Bawean. Dalam pemantauan melalui radar, penerbangan gelap itu jumlahnya berubah-ubah antara empat pesawat kadang-kadang hingga sembilan pesawat yang melakukan manuver di atas Pulau Bawean tanpa memiliki izin perlintasan di lintasan udara (air way) Indonesia yang ada.
Penerbangan gelap itu pun kadang berada di ketinggian 15.000 kaki, tetapi kadang naik sampai 30.500 kaki dengan kecepatan sampai 450 knot. Kemudian menghilang beberapa waktu dan setelah beberapa saat kemudian muncul kembali di daerah tersebut.
Akibat manuver penerbangan gelap tersebut, sejumlah penerbangan sipil Indonesia yang melintas di wilayah tersebut mendapat gangguan, antara lain seperti penerbangan pesawat Bouraq dari Banjarmasin menuju Surabaya. Pilot pesawat Bouraq mengira itu pesawat tempur TNI AU sehingga hal tersebut dilaporkan ke Air Traffic Controller (ATC) di Bandara Juanda, Surabaya.
Selain tidak memiliki izin, penerbangan gelap tersebut juga mencurigakan karena tidak mengadakan kontak radio sama sekali ke ATC yang berada di Bandara Soekarno-Hatta (Tangerang), Bandara Juanda (Surabaya), atau dengan ATC Bandara Ngurah Rai (Denpasar). Untuk itulah, setelah melalui perkembangan yang terekam, Panglima Kosek Hanudnas II Makassar Marsekal Pertama Pandji Utama memerintahkan satu penerbangan yang terdiri dari dua pesawat F-16 Fighting Falcon I dari Skuadron Udara 3 Pangkalan Udara (Lanud) TNI AU Iswahjudi, Madiun, untuk melaksanakan identifikasi visual.
Sekitar pukul 18.15, kedua pesawat F-16 TNI AU mendarat kembali di Lanud Iswahjudi setelah menyergap dan memperingati kelima pesawat F-18 Hornet, yang mengaku dari US Navy yang tengah mengawal armada Navy yang mengarah ke timur melalui perairan internasional. Setelah penyergapan tersebut, kelima pesawat F-18 Hornet tersebut langsung pergi menjauh.
4.
Dornier seri 328 di Aceh
TNI Angkatan Udara Sultan Iskandar Muda Provinsi Aceh menahan sementara pesawat
militer milik Amerika Serikat di Bandara Sultan Iskandar Muda, Senin,
karena tidak memiliki izin terbang dalam wilayah Indonesia.
Komandan Pangkalan TNI AU Sultan Iskandar Muda Kolonel Pnb Supri Abu di Aceh Besar mengatakan bahwa keberadaan pesawat militer AS jenis Dornier seri 328 dari Maldives Srilanka menuju Singapura telah terlacak di radar di Lhokseumawe.
"Pesawat militer AS yang mendarat sekitar pukul 14.00 WIB tersebut tidak bisa melanjutkan perjalanannya sebelum memiliki izin terbang di wilayah Indonesia," katanya.
Dijelaskannya, setiap pesawat militer yang akan terbang harus memiliki dua izin, yakni dari kementerian luar negeri dan Mabes TNI. Namun pesawat militer AS tersebut tidak memiliki kedua izin tersebut. Tapi tidak butuh pesawat tempur TNI AU untuk memaksa pesawat itu turun karena mereka menyatakan akan mendarat.
"Artinya, pesawat yang ditumpangi lima awak yang terdiri atas tiga militer dan dua sipil tidak bisa melanjutkan penerbangannya sebelum kedua izin tersebut diterbitkan," katanya.
Supri juga mengatakan bahwa lima awak pesawat tersebut juga tidak bisa meninggalkan pesawat sebelum kedua izin administrasi tersebut dikeluarkan oleh kedutaan besar negara bersangkutan.
Komandan Pangkalan TNI AU Sultan Iskandar Muda Kolonel Pnb Supri Abu di Aceh Besar mengatakan bahwa keberadaan pesawat militer AS jenis Dornier seri 328 dari Maldives Srilanka menuju Singapura telah terlacak di radar di Lhokseumawe.
"Pesawat militer AS yang mendarat sekitar pukul 14.00 WIB tersebut tidak bisa melanjutkan perjalanannya sebelum memiliki izin terbang di wilayah Indonesia," katanya.
Dijelaskannya, setiap pesawat militer yang akan terbang harus memiliki dua izin, yakni dari kementerian luar negeri dan Mabes TNI. Namun pesawat militer AS tersebut tidak memiliki kedua izin tersebut. Tapi tidak butuh pesawat tempur TNI AU untuk memaksa pesawat itu turun karena mereka menyatakan akan mendarat.
"Artinya, pesawat yang ditumpangi lima awak yang terdiri atas tiga militer dan dua sipil tidak bisa melanjutkan penerbangannya sebelum kedua izin tersebut diterbitkan," katanya.
Supri juga mengatakan bahwa lima awak pesawat tersebut juga tidak bisa meninggalkan pesawat sebelum kedua izin administrasi tersebut dikeluarkan oleh kedutaan besar negara bersangkutan.
5.
C17 Globemaster di Riau
TNI AU memergoki sebuah pesawat angkut C17 Globemaster berbendera Amerika melanggar batas wilayah udara Indonesia pada Juli 2011 silam. Pesawat
angkut berbadan tambun tersebut tertangkap radar masuk lewat Pekanbaru
Riau, dan dinyatakan ilegal karena tidak tercatat dalam rencana
penerbangan FCIS.
Setelah menempuh jalur diplomasi dengan pihak Amerika, akhirnya TNI AU sepakat untuk menuntun Globemaster keluar dari wilayah udara sampai Morotai Maluku Utara. Pemerintah Indonesia pun telah mengirimkan nota protes terkait insiden teritori tersebut.
"Ya memang kadang-kadang ada yang melewati batas, kita kalau menghadapi seperti itu melakukan protes diplomatik dengan maksud bahwa kita menjaga, mengelola wilayah tersebut. Saya minta ambil tindakan secara tegas, proporsional," kata Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono.
Setelah menempuh jalur diplomasi dengan pihak Amerika, akhirnya TNI AU sepakat untuk menuntun Globemaster keluar dari wilayah udara sampai Morotai Maluku Utara. Pemerintah Indonesia pun telah mengirimkan nota protes terkait insiden teritori tersebut.
"Ya memang kadang-kadang ada yang melewati batas, kita kalau menghadapi seperti itu melakukan protes diplomatik dengan maksud bahwa kita menjaga, mengelola wilayah tersebut. Saya minta ambil tindakan secara tegas, proporsional," kata Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono.
Sumber : Merdeka
No comments:
Post a Comment