Kompasiana (MI) : Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di
Bandung, 26 Oktober 2011, mengatakan saat inilah waktunya untuk mulai
melakukan modernisasi Alutsista Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan
pertahanan Tanah Air. Apalagi kebutuhan utama yaitu anggaran dalam hal
pertahanan akan meningkat secara signifikan ditahun-tahun mendatang. Hal
itu, telah menjadi tekad dan keputusan Presiden dalam membangun postur
pertahanan.
Menurut Presiden, ada tiga kendala utama yang
membuat proses modernisasi TNI dan pertahanan Indonesia dalam kurun
waktu 20 tahun terakhir berjalan lambat. Pertama, karena Indonesia
mengalami krisis ekonomi yang cukup berat. Kedua, karena krisis inilah
ujungnya berpengaruh pada keuangan negara yang sangat terbatas. Ketiga,
kita mengutamakan prioritas keperluan lain bagi rakyat kita sehingga TNI
mengalah untuk pada saatnya baru melakukan modernisasi dan kekuatannya.
Karena itu, wajar saja jika alat utama sistem
persenjataan (alutsista) kita bisa dikatakan tertinggal dengan yang
dimiliki oleh negara lain. Bahkan negara tetangga yang memiliki wilayah
jauh lebih kecil dari Indonesia, dan ancaman terhadap negaranya jauh
lebih kecil dari negara kita, bisa memiliki alutsista yang sebagian
lebih modern, dan lebih banyak dari milik pemerintah Indonesia.
Alat Utama Sistem Persenjataan Tentara Nasional Indonesia (Alutsista TNI)adalah materiil yang merupakan alat peralatan sistem senjata beserta perlengkapan dan sarana pendukungnya yang digunakan untuk pelaksanaan tugas pokok TNI dalam Operasi Militer Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Beberapa pengadaan Alutsista yang sudah
diterima TNI antara lain adalah Sukhoi Su-30MK2, pesawat angkut CN-295,
pesawat Super Tucano EMB-314, helicopter Bell 412 EP, Tank Amfibi
BMP-3F, Panser Amfibi BTR-4, pesawat CN-235 MPA, pesawat latih T-50.
Sedangkan Alutsista yang masih dalam proses adalah Main Battle Tank Leopard, meriam armed Howitzer, rudal arhanud Mistral, helicopter serbu Fennec AS 555 AP dan AS 550 C3, multi launcher rocket system Astros II, multi role light Fregate, dan helikopterApache.
Untuk pengadaan Alutsista yang didukung dari
pinjaman dalam negeri (PDN) dan Rupiah Murni yang merupakan produksi
Industri Pertahanan dalam negeri adalah Panser Anoa Pindad, Kapal Cepat
Rudal (KCR), Kapal Angkut Tank, Kapal Bantu Cair Minyak, Pesawat CN-235
dan C-212, Helikopter NAS-332 Super Puma dan beberapa persenjataan dan
amunisi.
Kemhan dan TNI tidak main-main dalam hal pengadaan alutsista TNI, apalagi untuk korupsi pengadaan alutsista.Mekanisme
pengadaan alutsista TNI dilakukan sesuai Perpres Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah. Dalam Perpres tersebut,
dinyatakan bahwa pelaksanaan pengadaan Alutsista ditetapkan oleh Menhan
berdasarkan masukan dari Panglima TNI. Maka, ketentuan pelaksanaan
pengadaan Alutsista dilingkungan Kemhan dan TNI menggunakan Peraturan
Menteri Pertahanan (Permenhan).
Kementerian Pertahanan (Kemhan)
telah mengeluarkan Permenhan Nomor 34 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Alutsista TNI di lingkungan Kemhan dan TNI secara
efektif dan efisien, denganmengedepankan prinsip persaingan sehat,
transparan dan adil bagi semua pihak, serta dapat dipertanggungjawabkan
baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas
Kemhan dan TNI.
Permenhan dikeluarkan agar dapat dijadikan pedoman
dalam pengadaan Alutsista TNI, sehingga tepat prosedur dan tepat
proses, sesuai dengan prinsip-prinsip pengadaan, khususnya yang berlaku
di lingkungan Kemhan/TNI, dan memberikan ketepatan dari aspek waktu,
mutu, teknis, guna, tempat, dan jumlah harga.
Meski Permenhan sudah dikeluarkan lembaran
negara, namun banyak yang tidak paham (termasuk media massa) soal
mekanisme pengadaan alutsista di Kemhan dan TNI yang sangat ketat dan
diawasi banyak instansi, bahkan tidak ada celah sedikitpun untuk bermain
mata. Karena tidak paham, maka banyak pengamat LIPI, bahkan anggota
DPR, Kontras, dan Imparsial, yang asal bicara, sehingga muncul
seolah-olah pengadaan itu ada makelarnya atau ada calonya, padahal
tidak, karena prosesnya panjang dan banyak yang mengawasi.
Dalam pelaksanaan pengadaan alutsista TNI, Kemhan dan TNImempedomani berbagai hal yakni dalam rangka pemberdayaan Industri Pertahanan Nasional Kemhan menunjuk atau mengikut sertakan BUMNIS/BUMNIP/BUMS dalam proses pengadaan Alutsista TNI.
Penyusunan kontrak pengadaan alutsista berpedoman pada Standar Dokumen Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah (Standard Bidding Document), namun bila ada pengaturan kontraktual yang belum terdapat dalam Standard Bidding Document dapat dibuat klausul khusus.
Klausul khusus itu diantaranya tentang
kodifikasi materiil sistem NSN, kelaikan materiil, angkutan dan
asuransi, yang meliputi persyaratan perusahaan jasa angkutan dan
asuransi serta pembentukan tim pengawas negosiasi angkutan dan asuransi,
pembebasan bea masuk dan pajak, alih teknologi (transfer of technology), sertifikat kemampuan dan kondisi khusus sesuai kebutuhan kontrak, dan Jaminan Pemeliharaan.
Sebelum penandatanganan kontrak, penyedia
menyerahkan jaminan pelaksanaan dan jaminan uang muka.Khusus untuk
pengadaan dengan menggunakan fasilitas PLN yang diperkirakan masa
berlaku kontraknya memerlukan waktu yang lama terkait dengan
penyelesaian perjanjian pinjaman dan pencairan dana bertanda bintang di
DPR RI, jaminan pelaksanaan dapat diserahkan sebelum pembukaan
L/C.Kontrak dengan anggaran Rupiah Murni diefektifkan dengan
penandatanganan oleh pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Penyedia.
Untuk kontrak dengan anggaran Devisa
diefektifkan dengan penandatanganan oleh PPK dan penyedia serta
pembukaan L/C di bank pemerintah Indonesia.Kontrak dengan anggaran
pinjaman dalam negeri (PDN) diefektifkan dengan penandatanganan kontrak,
penandatanganan perjanjian pinjaman, dan pencairan dana bertanda
bintang di Kementerian Keuangan.Kemudian kontrak dengan pendanaan
pinjaman luar negeri (PLN) diefektifkan dengan penandatanganan kontrak,
penandatanganan perjanjian pinjaman, ijin pencairan dana bertanda
bintang di DPR RI. dan Pembukaan L/C di Bank Indonesia.
Pelaksanaan pengadaan Alutsista TNI diawasi
secara ketat oleh banyak pihak terkait dan dilarang melakukan pungutan
dalam bentuk apapun.PPK wajib melaporkan secara berkala realisasi
Pengadaan Alutsista TNI kepada
pengguna anggaran (PA) atau kuasa pengguna anggaran (KPA).Dalam hal
batasan waktu penyelesaian pengadaan tidak dapat terpenuhi, maka KPA
segera melaporkan kepada PA permasalahan penyebabnya dan memberikan
saran solusinya.Panitia Pengadaan segera melaporkan kepada KPA
permasalahan penyebabnya dan memberikan saran solusinya.Laporan tersebut
ditembuskan kepada Wamenhan dan Inspektorat Jenderal (Irjen) instansi
terkait.Wamenhan sebagai Ketua High Level Committee (HLC) melaksanakan pengendalian dan pengawasan pengadaan Alutsista TNI pada skema pembiayaan dan skema pengadaan.
Inspektorat wajib melakukan pengawasan terhadap PPK dan panitia pengadaan di lingkungan Kementerian Pertahanan dan TNI dan melakukan audit termasuk pre-audit hasil evaluasi penawaran dengan obyek audit terutama penilaian kualifikasi, evaluasi penawaran, negosiasi dan kesiapan melaksanakan sidang TEP dan pre-audit
sebelum penandatanganan kontrak dengan obyek audit terutama kewajaran
harga, kesesuaian spesifikasi teknis dan kelengkapan/akurasi klausul
kontrak.
Perbuatan atau tindakan Penyedia Alutsista TNI
yang dapat dikenakan sanksi adalah berusaha mempengaruhi Panitia
Pengadaan/pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik
langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang
bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam
dokumen pengadaan atau kontrak, dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Hal lain yang dapat dikenakan sanksi adalah
mengundurkan diri dari pelaksanaan kontrak dengan alasan yang tidak
dapat dipertanggungjawabkanatau tidak dapat diterima oleh panitia
pengadaan, dan tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kontrak
secara bertanggung jawab. Pengalihan pelaksanaan pekerjaan
utama berdasarkan kontrak, dengan melakukan subkontrak kepada pihak
lain, juga dapat dikenakan sanksi berupa sanksi administratif, sanksi
pencantuman dalam daftar hitam (black list), gugatan secara perdata, dan bahkan sampai kepada pelaporan secara pidana kepada pihak berwenang.
Pemberian sanksi dilakukan oleh PPK/Panitia
Pengadaan setelah mendapat masukan sesuai ketentuan
perundang-undangan.Bila ditemukan penipuan atau pemalsuan atas informasi
yang disampaikan penyedia barang,maka dikenakan sanksi pembatalan
sebagai calon pemenang dan dimasukkan dalam daftar hitam.
Kementerian Pertahanan dapat membuat Daftar Hitam yang memuat identitas Penyedia Alutsista TNI yang dikenakan sanksi oleh Kementerian Pertahanan ynang memuat daftar Penyedia Alutsista TNI yang dilarang mengikuti Pengadaan Alusista TNI pada Kementerian Pertahanan/TNI.
Jadi, tidak benar kalau pengadaan alutsista
TNI itu ada makelar atau calonya. Masyarakat harus cerdas menyaring
informasi sesat dari Kontras, Imparsial, dan para pengamat yang tidak
pernah terjun ke dunia militer atau tidak pernah terjun ke lapangan.
Sumber : Kompasiana
No comments:
Post a Comment