Jakarta (MI) : Rencana kedatangan Perdana Menteri Australia Tony Abbot pada 30 Oktober
2013, bagi sebagian pihak diduga membawa agenda terselubung. Salah
satunya adanya penyelesaian masalah pencari suaka.
"Mengenai isu tersebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hendaknya tidak menjual Indonesia dan tunduk pada kehendak PM Tony Abbott yang membawa suara dan kepentingan rakyat Australia," ujar pengamat hubungan internasional Hikmahanto Juwono dalam keterangan pers yang diterima Okezone, Kamis (26/9/2013).
"Presiden tentu harus bersikap sopan sebagai tuan rumah, namun tetap harus tegas dan melemah ketika ada permintaan Abbott yang bersinggungan dengan Konstitusi dan Kedaulatan Indonesia," lanjut Hikhmahanto dalam keterangan tertulisnya.
Menurut akademisi Universitas Indonesia itu, permintaan Abbott agar Indonesia menyelesaikan masalah pencari suaka dan pengungsi dengan menggelontorkan uang, wajib ditolak.
Demikian pula bila kapal-kapal nelayan yang membawa pencari suaka dan pengungsi ditolak oleh Angkatan Laut Australia dan dikawal untuk masuk kembali perairan Indonesia juga wajib ditolak.
Penyelesain pencari suaka dan pengungsi sebagaimana diusulkan oleh Presiden SBY harus didasarkan kerjasama negara-negara terkait. Australia sebagai negara tujuan, Indonesia sebagai negara transit dan negara-negara asal pencari suaka dan pengungsi.
Presiden juga harus waspada untuk tidak melakukan barter antara masalah pencari suaka dengan kebijakan pemerintah Australia untuk memotong dana bantuan luar negeri.
"Jangan sampai Presiden terkecoh dengan iming-iming tidak dipotong dana bantuan, sepanjang Indonesia mau menjadi ladang pembantaian terhadap para pencari suaka dan pengungsi yang menuju Australia," paparnya.
"Sudah waktunya Indonesia merebut kedaulatannya kembali. Oleh sejumlah negara termasuk Australia bantuan dana telah dijadikan alat untuk melakukan intervensi atas kedaulatan Indonesia," menurutnya.
Dirinya menegaskan, para staf Presiden dan Kementerian Luar Negeri RI sebaiknya menolak bila dalam pertemuan Presiden SBY dan PM Tony Abbott terdapat agenda pembicaraan mengenai impor-ekspor sapi.
Bila dicurigai masalah ekspor-impor sapi memicu kenaikan kuota impor sapi dari Australia, maka publik Indonesia akan mudah mencurigai ada deal-deal bisnis yang dibicarakan antara kedua pemimpin negara.
"Mengenai isu tersebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hendaknya tidak menjual Indonesia dan tunduk pada kehendak PM Tony Abbott yang membawa suara dan kepentingan rakyat Australia," ujar pengamat hubungan internasional Hikmahanto Juwono dalam keterangan pers yang diterima Okezone, Kamis (26/9/2013).
"Presiden tentu harus bersikap sopan sebagai tuan rumah, namun tetap harus tegas dan melemah ketika ada permintaan Abbott yang bersinggungan dengan Konstitusi dan Kedaulatan Indonesia," lanjut Hikhmahanto dalam keterangan tertulisnya.
Menurut akademisi Universitas Indonesia itu, permintaan Abbott agar Indonesia menyelesaikan masalah pencari suaka dan pengungsi dengan menggelontorkan uang, wajib ditolak.
Demikian pula bila kapal-kapal nelayan yang membawa pencari suaka dan pengungsi ditolak oleh Angkatan Laut Australia dan dikawal untuk masuk kembali perairan Indonesia juga wajib ditolak.
Penyelesain pencari suaka dan pengungsi sebagaimana diusulkan oleh Presiden SBY harus didasarkan kerjasama negara-negara terkait. Australia sebagai negara tujuan, Indonesia sebagai negara transit dan negara-negara asal pencari suaka dan pengungsi.
Presiden juga harus waspada untuk tidak melakukan barter antara masalah pencari suaka dengan kebijakan pemerintah Australia untuk memotong dana bantuan luar negeri.
"Jangan sampai Presiden terkecoh dengan iming-iming tidak dipotong dana bantuan, sepanjang Indonesia mau menjadi ladang pembantaian terhadap para pencari suaka dan pengungsi yang menuju Australia," paparnya.
"Sudah waktunya Indonesia merebut kedaulatannya kembali. Oleh sejumlah negara termasuk Australia bantuan dana telah dijadikan alat untuk melakukan intervensi atas kedaulatan Indonesia," menurutnya.
Dirinya menegaskan, para staf Presiden dan Kementerian Luar Negeri RI sebaiknya menolak bila dalam pertemuan Presiden SBY dan PM Tony Abbott terdapat agenda pembicaraan mengenai impor-ekspor sapi.
Bila dicurigai masalah ekspor-impor sapi memicu kenaikan kuota impor sapi dari Australia, maka publik Indonesia akan mudah mencurigai ada deal-deal bisnis yang dibicarakan antara kedua pemimpin negara.
Sumber : Okezone
No comments:
Post a Comment