Bandung (MI) : Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) terus berupaya menjaga kekayaan laut
yang dimiliki Indonesia. Dalam rangka itu, Kemenlu mengedepankan
strategi diplomasi perbatasan dengan negara-negara tetangga.
Hal ini disampaikan oleh Staf Ahli Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
Kemenlu, Wiwiek Setyawati ketika menyampaikan 'Keynote Speech' dalam
seminar hukum internasional di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran,
Bandung, Kamis (26/9).
Wiwiek mengatakan masalah perbatasan bukan hanya dihadapi oleh
Indonesia, melainkan juga negara-negara lain di dunia. Bila urusan ini
tak diselesaikan secara baik, maka akan mempengaruhi hubungan bilateral
antar negara tetangga.
"Permasalahan perbatasan bukan lagi merupakan masalah politis belaka
namun juga memiliki keterkaitan erat dengan aspek ekonomi dan
kesejahteraan," tuturnya.
Karenanya, lanjut Wiwiek, pemerintah Indonesia menetapkan pengelolaan
kawasan perbatasan memerlukan prioritas penanganan. "Dalam rangka
menjaga kesatuan wilayah serta kepastian hukum atas wilayah Indonesia,
pemerintah secara berkesinambungan melaksanakan kebijakan diplomasi
perbatasan," jelasnya.
Wiwiek mengakui selama ini pemanfaatan laut Indonesia belum maksimal.
Terbukti dengan banyaknya nelayan asing yang menggunakan peralatan
modern dan beroperasi secara ilegal di perairan Indonesia.
"Dalam konteks inilah upaya pemanfaatan laut Indonesia secara maksimal
tidak saja tepat tetapi juga merupakan suatu keharusan," ujarnya.
Wiwiek menegaskan kebijakan kelautan Indonesia tidak hanya ditujukan
untuk mempertahankan wilayah NKRI, tetapi juga bagaimana melindungi
kepentingan nasional yang terkait dengan potensi kelautan dan kekayaan
laut Indonesia.
"Tidak dapat disangkal bahwa diplomasi di bidang kelautan telah menjadi
elemen yang sangat penting dalam memperjuangkan kepentingan Indonesia
di forum-forum internasional, dan secara nyata berhasil membentuk postur
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan perairan
yang sangat luas," tegasnya.
Wiwiek menyatakan sektor kelautan dan perikanan sebagai salah satu
pilar pembangunan nasional telah memberikan kontribusi bagi pembangunan
nasional dan pemasukan devisa negara.
Guru Besar Hukum Laut Internasional FH Unpad Etty R Agoes justru
mengkritik sikap pemerintah dalam memberdayakan kekayaan laut di
Indonesia. Ia mengatakan semua pihak memang mengatakan peduli terhadap
laut, tetapi kadang-kadang kepedulian ini tak ditunjukan secara
maksimal.
"Semua orang concern dengan laut. Semua menggantungkan kehidupan
terhadap laut. Tapi, orientasi pembangunan pemerintah masih ke darat,
belum memperhatikan laut," pungkasnya.
Bias Darat
Dihubungi hukumonline, Kamis (26/9), Selamet Daroyni berpendapat pemerintah seharusnya membereskan terlebih dahulu masalah internal sebelum berbicara strategi diplomasi dalam menjaga kekayaan laut. Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) ini menyebutkan salah satu masalah internal itu adalah paradigma pemerintah yang masih bias darat.
Dihubungi hukumonline, Kamis (26/9), Selamet Daroyni berpendapat pemerintah seharusnya membereskan terlebih dahulu masalah internal sebelum berbicara strategi diplomasi dalam menjaga kekayaan laut. Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) ini menyebutkan salah satu masalah internal itu adalah paradigma pemerintah yang masih bias darat.
“Pemerintah kita masih bias darat, apa-apa selalu dikedepankan urusan
darat, sedangkan urusan laut dikesampingkan sehingga kondisi laut
nasional termasuk kekayaan yang ada di sana tidak terjaga,” papar
Selamet.
Bicara keamanan laut, misalnya. Selamet mengatakan pemerintah terkesan
lebih mementingkan keamanan darat dengan memperkuat sarana dan prasarana
serta aparat. Sementara, keamanan laut kurang diperhatikan sehingga
kekayaan laut Indonesia tergerus oleh pihak asing melalui kegiatan illegal fishing.
“Anehnya Kementerian Kelautan justru mengeluarkan Permen Nomor 30 Tahun
2012yang membolehkan kapal penangkap ikan yang berukuran di atas seribu
GT untuk bisa melakukan alih muatan serta mendaratkan ikan langsung ke
luar negeri atau di luar dari pelabuhan yang ditunjuk dalam izin,”
ujarnya.
Masalah lainnya, kata Selamet, koordinasi antar instansi terkait mulai
dari TNI Angkatan Laut, Pemerintah Daerah, dan Kementerian Kelautan dan
Perikanan dalam menjaga laut yang berbatasan dengan negara lain masih
tumpang tindih. Menurut dia, tumpang tindih harus segera dibereskan agar
keamanan laut di perbatasan dapat ditingkatkan.
“Jadi, sebaiknya diselesaikan dulu masalah internal kita (Indonesia),
sebelum bicara strategi diplomasi dengan negara-negara lain,” tukasnya.
Sumber : Hukumonline
No comments:
Post a Comment