YOGYAKARTA (MI) : Pemerintahan Presien Joko Widodo perlu
mengkoordinasikan empat kementerian untuk memperkuat wilayah perbatasan
sebagai halaman depan Indonesia.
"Empat kementerian yang perlu bekerja bersama yakni Kementerian Luar Negeri, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kementerian Sosial, dan Kementerian Pertahanan," , kata pakar hukum internasional Universitas Islam Indonesia Jawahir Thontowi, Ahad (7/12).
Menurut dia, empat kementerian tersebut harus berkomitmen menghindari ego sektoral dalam penuntasan persoalan perbatasan. Sebab, seluruhnya memiliki tugas yang saling terkait untuk mengurai problem perbatasam mulai aspek pertahanan, keamanan, kesejahteraan, dan soal akses atau infrastruktur.
"Misalnya dalam konteks pembangunan di perbatasan. Jika pembangunan itu telah menyentuh hak-hak kedaulatan negara lain maka tentu diperlukan komunikasi atau negosiasi yang perlu dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri," kata dia.
Jika keempat kementerian kompak, kata dia, itu akan membedakan dengan pemerintahan sebelumnya, yang cenderung parsial dalam menangani masalah perbatasan.
Upaya itu, kata dia, sejalan dengan visi Presiden Jokowi yang ingin menjadikan wilayah perbatasan sebagai wilayah terdepan Indonesia dalam skema cita-cita negara poros maritim dunia.
Ia mengatakan penguatan perbatasan, bukan sekadar berhubungan dengan penempatan kekuatan militer atau petugas kepolisian semata. Penguatan dapat dimulai dengan upaya pembangunan yang berparadigma pinggiran atau perbatasan.
"Misalnya dengan membangun sarana telekomunikasi, pelayanan publik, serta pembukaan akses transportasi dengan menyempurnakan infrastruktur jalan," kata dia.
Meskipun, kata dia, di sisi lain persoalan keamanan yang berkaitan dengan kejahatan lintas negara juga tidak jarang terjadi di perbatasan, seperti jual beli senjata ilegal, penyelundupan narkotika, perdagangan orang.
"Empat kementerian yang perlu bekerja bersama yakni Kementerian Luar Negeri, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kementerian Sosial, dan Kementerian Pertahanan," , kata pakar hukum internasional Universitas Islam Indonesia Jawahir Thontowi, Ahad (7/12).
Menurut dia, empat kementerian tersebut harus berkomitmen menghindari ego sektoral dalam penuntasan persoalan perbatasan. Sebab, seluruhnya memiliki tugas yang saling terkait untuk mengurai problem perbatasam mulai aspek pertahanan, keamanan, kesejahteraan, dan soal akses atau infrastruktur.
"Misalnya dalam konteks pembangunan di perbatasan. Jika pembangunan itu telah menyentuh hak-hak kedaulatan negara lain maka tentu diperlukan komunikasi atau negosiasi yang perlu dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri," kata dia.
Jika keempat kementerian kompak, kata dia, itu akan membedakan dengan pemerintahan sebelumnya, yang cenderung parsial dalam menangani masalah perbatasan.
Upaya itu, kata dia, sejalan dengan visi Presiden Jokowi yang ingin menjadikan wilayah perbatasan sebagai wilayah terdepan Indonesia dalam skema cita-cita negara poros maritim dunia.
Ia mengatakan penguatan perbatasan, bukan sekadar berhubungan dengan penempatan kekuatan militer atau petugas kepolisian semata. Penguatan dapat dimulai dengan upaya pembangunan yang berparadigma pinggiran atau perbatasan.
"Misalnya dengan membangun sarana telekomunikasi, pelayanan publik, serta pembukaan akses transportasi dengan menyempurnakan infrastruktur jalan," kata dia.
Meskipun, kata dia, di sisi lain persoalan keamanan yang berkaitan dengan kejahatan lintas negara juga tidak jarang terjadi di perbatasan, seperti jual beli senjata ilegal, penyelundupan narkotika, perdagangan orang.
Sumber : REPUBLIKA
No comments:
Post a Comment