Klaim Teritori Laut Cina Selatan |
Analisis (MI) : Pertarungan gengsi hegemoni Asia Pasifik sudah memasuki
babak penting terkait dengan tingkah Cina yang terus menerus menekan secara
militer beberapa negara yang saling klaim teritori kepemilikan. AS yang menjadi sekutu tradisional Jepang dan
Filipina sudah memperbaharui aliansi strategis mereka. Dengan Filipina misalnya sudah disepakati
perjanjian pertahanan bersama yang dikenal dengan The
Enhanced Defense Cooperation Agreement, dengan membuka kembali pangkalan militer Clark dan Subic untuk lalulintas
militer AS.
Ambisi Cina dengan mengedepankan kualitas otot militer daripada
otak diplomasi mengharuskan negara-negara disekitarnya pasang kuda-kuda sekalian
mengadu kepada adidaya pemilik hegemoni tak tertandingi, AS. Tercatat Filipina, Taiwan, Jepang dan Korea
Selatan kini berada dalam payung perlindungan AS. Sementara Vietnam yang benci banget sama Cina merapat
ke Rusia dengan membeli sejumlah persenjataan bernilai gahar dari Rusia. Beberapa penasehat militer Papa Bear diyakini
sudah berada di Vietnam.
Bisa digambarkan saat ini beberapa pangkalan militer telah
membentuk barikade bulan sabit sepanjang Asia Pasifik. Mulai dari Cocos, Christmas, Darwin,
Filipina, Taiwan, Jepang, Korea. Barikade
bulan sabit ini untuk mengurung dan mengepung kekuatan militer Cina yang sudah
memiliki kemampuan serbu lintas negara. Semua
barikade yang digelar itu menempatkan AS sebagai pemain utama dengan menyebar
marinir dan sejumlah kapal perang, kapal selam, kapal induk dan jet tempur di
wilayah bulan sabit.
Barikade bulan sabit itu masih diperkuat dengan kekuatan
swalayan Vietnam yang terus memperkuat militernya dan Malaysia yang belakangan
cenderung low profile seakan tak ikut meramaikan klaim teritori Laut Cina
selatan. Mengapa tiba-tiba Malaysia
kurang bergairah dalam memperjuangkan klaim wilayah di LCS boleh jadi karena
keletihan mengurus Sabah yang diganggu militan Sulu atau fokus mencari Mh370
yang sebagian penumpangnya WN Cina. Bisa jadi karena masih “terkesima” dan
kaget dengan kedatangan armada kapal perang dan kapal selam Cina di gugusan pulau James Shoal miliknya, 80
km dari pantai Sarawak akhir bulan Januari yang lalu.
Indonesia yang tak terkait dengan konflik teritori LCS bukan
berarti tak memperkuat kewaspadaan. Dibukanya
front timur LCS dengan kehadiran militer AS untuk menjaga Filipina tentu
sedikit melegakan. Karena Cina kini mendapat lawan tangguh dan sendirian menghadapi
berbagai front gabungan. Jika harus
terjadi perang berskala besar maka front timur LCS akan menjadi medan tempur paling
bergengsi head to head antara pemilik hegemoni AS dan penantangnya Cina.
Berundinglah, tidak harus dengan dentuman artileri |
Negeri Naga ini dikenal dengan cara berdiplomasi yang
kaku. Meski berhasil dalam membangun kekuatan ekonominya dan diprediksi akan
menyalip AS untuk menjadi kekuatan ekonomi nomor satu dunia, namun gaya gaul
diplomatnya perlu dipercantik agar tidak terkesan dimusuhi semua orang.
Perkuatan militernya menjadi ancaman bagi kawasan di sekitarnya termasuk
Indonesia yang harus melipatgandakan kekuatan alutsistanya. Sah-sah saja setiap
negara melipatgandakan kekuatan militernya tapi jika disertai ancaman ekspansi
teritori tentu menciptakan kebencian regional.
Indonesia sedang memperkuat pagar militernya di Natuna,
garis depan yang didepannya ada hiruk pikuk militer. Penempatan kapal-kapal perang dan pesawat
tempur merupakan isian mutlak yang harus ada.
Tetapi lebih penting dari itu inisiasi membuka dialog untuk perundingan
diplomatik diniscayakan menjadi jalan cerdas yang diinginkan banyak negara. Indonesia bisa melakukan itu karena posisi
netralnya. Tetapi sejalan dengan itu
tentu ada strategi lain yang juga harus dijalankan Indonesia jika kondisi cuaca
ekstrim melanda kawasan LCS.
Indonesia harus
memilih dan bersiap untuk bergabung dengan blok bulan sabit agar semuanya
menjadi jelas. Bisa saja dengan bergabungnya RI ke blok penghadang itu
menjadikan Cina berpikir ulang. Atau “menggertak”
Cina agar mau berunding soal LCS disertai ancaman jika tak mau maka RI akan
bergabung ke front bulan sabit. Dengan
bergabungnya Indonesia ke blok bulan sabit demi solidaritas ASEAN praktis akan
mengucilkan Cina dari tata pergaulan regional.
Thailand jelas pro AS, demikian juga Singapura. Boleh jadi ini menjadi senjata ampuh untuk
mengurangi libido ekspansi teritori Cina yang cenderung egois dan mau menang
sendiri.
Lebih terhormat jika pengelolaan kawasan konflik di LCS
yang kaya sumber daya mineral itu dilakukan dengan kerjasama antar negara mengolah
dan memanfaatkan sumber daya mineral, bagi hasil bersama untuk kesejahteraan
bersama. Ongkos pertempuran untuk perebutan
sumber daya mineral itu jauh lebih mahal dan akan merusak multiflier effect
ekonomi kesejahteraan yang sudah tertata selama ini. Takdir sejarah akan
mengatakan Cina tak akan terbendung lagi menjadi kekuatan ekonomi nomor satu
dunia. Tetapi jangan karena itu lalu seenaknya
menjebol bendungan tata krama dan etika perilaku, lalu gasak sana gasak
sini. Dunia akan melawan.
Sumber : Analisis
No comments:
Post a Comment