Jakarta (MI) : Rencana Sumatera Utara Merdeka yang dicetuskan sejumlah akademisi Universitas Sumatera Utara (USU), seperti Prof M Arif Nasution, merupakan gagasan dan pernyataan ngawur, karena ahistoris dan didasarkan pada dana perimbangan yang tidak adil.
"Apalagi gagasan itu dilatarbelakangi karena dana perimbangan yang tidak adil. Selain itu gagasan tersebut ahistoris karena dalam sejarah Sumut selalu berdiri atas nama NKRI bersama dengan beberapa tokoh tokohnya," kata Pengamat Ekonomi Politik, Dahnil Anzar Simanjuntak, di Jakarta, Sabtu (30/11).
Menurutnya, beberapa keterlambatan pembangunan di Sumatera Utara bukan hanya karena affirmasi yang kurang dari pemerintah pusat, tetapi yang jauh lebih penting karena alokasi anggaran tak berpihak kepada rakyat.
"Perilaku koruptif penyelenggara negara di Sumut perlu dibenahi, sehingga anggaran publik benar benar dialokasikan bagi kepentingan publik," tandas Dahnil.
Selain itu, imbuh Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten ini, kekuatan masyarakat sipil juga harus diperkuat menjadi penyeimbang dan bukan sekedar kekuatan masyarakat sipil yang mudah dikooptasi melalui pendekatan material oleh penguasa.
"Sehingga kekuatan penyeimbang dan kontrol tidak berjalan dengan baik," pungkasnya.
Sebelumnya, sejumlah akademisi yang sebagian berasal dari USU, terang-terangan telah menyusun gagasan Sumut Merdeka. Salah satu penggagasnya, yakni Prof M Arif Nasution dari USU menyebut gagasan ini tidak main-main. Gagasan Sumut Merdeka itu didorong anggapan bahwa kebijakan pusat terkait dana perimbangan yang tidak adil.
Sumut Merdeka Ide Liar tapi Belum Bisa Ditindak
JAKARTA - Lagi, suara politisi dari Senayan menolak keras gagasan Sumut Merdeka yang digulirkan sejumlah akademisi yang dimotori Prof DR HM Arif Nasution MA.
Anggota DPR asal Sumut, Martin Hutabarat menilai, Sumut Merdeka merupakan sebuah pemikiran yang liar dan harus dihentikan.
"Saya kira tak perlu ide liar seperti itu diteruskan. Gagasan Sumut Merdeka bukan gagasan yang tepat untuk upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat Sumut," ujar Martin Hutabarat kepada JPNN, Sabtu (30/11).
Lebih lanjut, Ketua DPP Partai Gerindra itu mengatakan, gagasan Sumut Merdeka mengingkari sejarah perjuangan merebut kemerdekaan, yang para tokohnya banyak dari Sumut. "Pejuang-pejuang putra Sumut sangat besar jasanya dalam mempertahankan NKRI. Pernah ada PRRI, tapi itu menimbulkan luka yang dalam. Jangan lagi kita memutar mundur jarum sejarah. Kita sudah 68 tahun merdeka dalam bingkai NKRI," beber Martin.
Mengenai alasan munculnya ide Sumut Merdeka, Martin mengakui, memang hingga saat ini masih ada kesenjangan pembangunan antara Jawa dengan luar Jawa. Namun katanya, jika dibandingkan beberapa tahun lalu, Sumut saat ini sudah mengalami kemajuan yang lumayan.
Dikatakan, di era seperti sekarang ini, sah-sah saja menyampaikan kritikan yang tajam bahkan kontroversial terhadap kebijakan pemerintah. Namun, lanjutnya, tetap tidak boleh keluar dari kesepakatan berbangsa dan bernegara.
Seperti dikatakan Wakil Ketua Komisi I DPR Ramadhan Pohan, Martin juga yakin gagasan Sumut Merdeka tidak akan mendapat dukungan dari masyarakat, terutama dari generasi muda. "Saya melihat ini hanya riak-riak, emosi sesaat dan tidak akan mendapat dukungan masyarakat," kata dia.
Apakah aparat bisa langsung melakukan penangkapan terhadap para penggagas Sumut Merdeka? Menjawab pertanyaan ini, sikap Martin berbeda dengan statemen keras Bahtiar, pejabat dari Ditjen Kesbangpol Kemendagri.
Jika Bahtiar menyebut aparat bisa langsung bergerak lantaran hal itu disebut sudah kategori gerakan separatis, Martin mengatakan, aparat belum bisa melakukan penindakan secara hukum.
"Belum bisa karena ini belum ada apa-apanya. Ada ormas besar yang tidak mengakui NKRI dan ingin menjadikan Indonesia sebagai negeri khilafah, juga belum bisa ditindak. Kalau sudah mengganggu ketertiban umum, baru bisa ditindak," ujar vokalis di Komisi Hukum DPR itu.
No comments:
Post a Comment