Jakarta (MI) : Menteri BUMN Dahlan Iskan menyanggah data Badan Pusat Statistik (BPS)
yang menyebut Indonesia mengimpor senjata dari Timor Leste. Justru
sebaliknya, Menurut Dahlan, Timor Leste lah yang mengimpor senjata dari
Indonesia.
"Selama ini Timor leste membeli senjata, amunisi dan kendaraan anti
huru hara dari BUMN, Pindad," ucap Dahlan lewat pesan singkatnya kepada merdeka.com, Senin (10/3).
Sanggahan Dahlan tersebut diperkuat oleh fakta bahwa Timor Leste
berminat untuk membeli dua kapal patroli cepat buatan PT PAL, senilai
USD 40 juta pada 2011. Kapal tersebut akan digunakan pemerintah Timor
Leste untuk melindungi wilayah teritorialnya.
Konstruksi kapal patroli tersebut terbuat dari alumunium yang mampu
menahan gelombang tinggi dan lebih lincah saat bermanuver. Adapun
kecepatan maksimum mencapai 30 Knot.
Direktur Statistik Distribusi BPS
Titi Kanti Lestari kemudian mengakui ada kesalahan teknis dalam
penyusunan data ekspor-impor Januari 2014. Seharusnya, negara pengimpor
senjata ke Indonesia adalah rusia, bukan Timor Leste.
BPS salah masukkan data impor senjata Timor Leste
Badan Pusat Statistik (BPS)
mengakui ada kesalahan input data dalam impor senjata dari Timor Leste.
Impor senjata yang seharusnya datang dari Rusia, dalam data ditulis
dari Timor Leste.
Direktur Statistik Distribusi BPS Titi Kanti Lestari mengakui ada kesalahan teknis dan tidak teliti dalam memasukkan data dalam program microsoft excel.
Direktur Statistik Distribusi BPS Titi Kanti Lestari mengakui ada kesalahan teknis dan tidak teliti dalam memasukkan data dalam program microsoft excel.
"Ada yang meleset. Jadi itu yang benar Rusia. Timor Lestenya enggak ada," ucap Titi kepada merdeka.com di Jakarta, Senin (10/3).
Dalam data resmi sebelumnya, BPS menyebut Indonesia mengimpor senjata dari Timor Leste. Impor senjata Indonesia pada Januari 2014 mencakup jenis artileri seperti pistol, howitzer, dan mortar dengan total nilai USD 44,2 juta. Impor senjata ini masuk dari Prancis dengan nilai impor USD 37,4 juta. Selanjutnya senjata ini juga masuk dari Timor Timur (setelah koreksi adalah Rusia) dengan nilai USD 6,8 juta.
"Timor Leste itu sebenarnya adalah Rusia," tegas Titi.
Dari data itu disebutkan juga Indonesia juga mengimpor peluru senilai USD 173.000 dari kawasan yang dulu disebut Timor Leste.
Indonesia juga mengimpor peluru dan perlengkapan amunisi seharga USD 56.900. Impor ini datang dari Jerman dengan total nilai USD 39.200 dan juga dari Timor Leste dengan nilai USD 17.600.
Pada Januari 2014 ini, Indonesia juga mengimpor senjata kebutuhan militer non-pistol. Total nilai impor senjata jenis ini mencapai USD 2,1 juta. Senjata ini didatangkan dari Prancis dengan total nilai USD 1,7 juta dan selanjutnya dari Inggris dengan nilai USD 404.700.
Jenis senjata selanjutnya yang diimpor adalah revolvers dan pistol, dengan nilai mencapai USD 27.000. Impor senjata jenis ini datang dari Singapura dengan nilai USD 4.900 serta Finlandia dengan nilai USD 22.000.
Senjata selanjutnya adalah aksesoris magazine, senapan, dan amunisi dengan nilai impor mencapai USD 125 yang datang dari China. Terakhir, jenis senjata yang diimpor adalah perlengkapan revolver atau pistol dengan total impor mencapai USD 70.000.
Impor peralatan senjata jenis ini datang dari Korea Selatan dengan nilai USD 18.000, Jerman dengan nilai USD 43.200 serta Norwegia dengan nilai USD 809.
Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin juga kaget mendengar data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut Indonesia mengimpor senjata dari Timor Leste. Impor senjata jenis pistol, peluru dan perlengkapan amunisi dari Timor Leste tidak pernah dibahas dalam rapat kerja Komisi I DPR dan pemerintah. Sebab, selama ini Indonesia selalu mengekspor senjata ke berbagai negara maju.
"Ah enggak mungkin lah kita impor, mereka (Timor Leste) saja buat senjata enggak bisa kok kita malah beli senjata dari sana. Itu enggak pernah dibahas, jadi ya tidak masuk dalam rencana kerja Kemenhan tahun 2014," ujar Hasanudin kepada merdeka.com.
Dalam data resmi sebelumnya, BPS menyebut Indonesia mengimpor senjata dari Timor Leste. Impor senjata Indonesia pada Januari 2014 mencakup jenis artileri seperti pistol, howitzer, dan mortar dengan total nilai USD 44,2 juta. Impor senjata ini masuk dari Prancis dengan nilai impor USD 37,4 juta. Selanjutnya senjata ini juga masuk dari Timor Timur (setelah koreksi adalah Rusia) dengan nilai USD 6,8 juta.
"Timor Leste itu sebenarnya adalah Rusia," tegas Titi.
Dari data itu disebutkan juga Indonesia juga mengimpor peluru senilai USD 173.000 dari kawasan yang dulu disebut Timor Leste.
Indonesia juga mengimpor peluru dan perlengkapan amunisi seharga USD 56.900. Impor ini datang dari Jerman dengan total nilai USD 39.200 dan juga dari Timor Leste dengan nilai USD 17.600.
Pada Januari 2014 ini, Indonesia juga mengimpor senjata kebutuhan militer non-pistol. Total nilai impor senjata jenis ini mencapai USD 2,1 juta. Senjata ini didatangkan dari Prancis dengan total nilai USD 1,7 juta dan selanjutnya dari Inggris dengan nilai USD 404.700.
Jenis senjata selanjutnya yang diimpor adalah revolvers dan pistol, dengan nilai mencapai USD 27.000. Impor senjata jenis ini datang dari Singapura dengan nilai USD 4.900 serta Finlandia dengan nilai USD 22.000.
Senjata selanjutnya adalah aksesoris magazine, senapan, dan amunisi dengan nilai impor mencapai USD 125 yang datang dari China. Terakhir, jenis senjata yang diimpor adalah perlengkapan revolver atau pistol dengan total impor mencapai USD 70.000.
Impor peralatan senjata jenis ini datang dari Korea Selatan dengan nilai USD 18.000, Jerman dengan nilai USD 43.200 serta Norwegia dengan nilai USD 809.
Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin juga kaget mendengar data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut Indonesia mengimpor senjata dari Timor Leste. Impor senjata jenis pistol, peluru dan perlengkapan amunisi dari Timor Leste tidak pernah dibahas dalam rapat kerja Komisi I DPR dan pemerintah. Sebab, selama ini Indonesia selalu mengekspor senjata ke berbagai negara maju.
"Ah enggak mungkin lah kita impor, mereka (Timor Leste) saja buat senjata enggak bisa kok kita malah beli senjata dari sana. Itu enggak pernah dibahas, jadi ya tidak masuk dalam rencana kerja Kemenhan tahun 2014," ujar Hasanudin kepada merdeka.com.
Sumber : Merdeka
No comments:
Post a Comment