Jakaarta (MI) : PT Batan Tekno berencana untuk membangun
reaktor nuklir baru di Indonesia. Perusahaan pelat merah ini akan
menggandeng perusahaan sejenis dari Rusia, Rosatom State Nuclear Energy
Corporation. Nantinya, reaktor ini akan memproduksi uranium cair.
"Kami bekerja sama dengan Rosatom, BUMN Rusia di bidang nuklir. Perusahaannya besar, karyawannya sekitar 160.000 orang, dan mereka sudah membangun reaktor nuklir di Blok Soviet. Teknologi Rusia kami pilih karena bisa mengembalikan full recovery," kata Direktur Utama Batan Tekno, Yudiutomo Imardjoko di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu 12 Maret 2014.
Yudi, sapaan Yudiutomo Imardjoko, menjelaskan, Rusia yang akan memproduksi reaktor itu, lalu akan dikirim ke Indonesia untuk ditanam.
Perusahaan BUMN itu, menurut Yudi, juga mengirimkan beberapa karyawannya untuk memberikan standar-standar pengayaan uranium Batan Tekno kepada Rusia.
Sebelumnya, Yudi mengungkapkan, biaya pembangunan reaktor baru itu mencapai Rp2 triliun. Tetapi, dia meralatnya.
"Kami bisa menghitung ulang. Tidak sampai Rp2 triliun. Cukup dengan US$75,5-80 juta atau sekitar Rp800-900 miliar. Pendanaannya 70 persen berupa loan dari Russian Development Bank dan 30 persen dari equity," kata dia.
Yudi memaparkan, BUMN teknologi ini nantinya akan memiliki 51 persen saham pada reaktor tersebut, sedangkan 49 persennya dari Rusia.
"Nah, yang 30 persen ini kami belum mampu. Makanya, kami mengajak Waskita, Pertamina, dan Dahana untuk investasi," kata dia.
Dia menambahkan, reaktor tersebut akan menggunakan uranium cair dan kapasitasnya sebesar 1.200-1.500 currie per minggu. Daya listrik yang dipakai pun sebesar 150 kilovolt.
Daya ini lebih kecil ketimbang daya listrik yang dikonsumsi reaktor nuklir di Serpong, Banten, yang sebesar 30 MW. Dia menuturkan, uranium cair dianggap lebih hemat ketimbang uranium berupa lempengan.
"Reaktor di Serpong berupa lempengan dan perlu diganti setahun sekali. Kalau yang baru, reaktornya diganti sepuluh tahun sekali," kata dia.
Terkait lokasi, Yudi menjelaskan, Menteri BUMN, Dahlan Iskan, menyarankan dibangun di Subang, karena berdekatan dengan fasilitas teknologi milik Dahana.
"Kami memutuskan untuk segera mendapatkan izin di Subang. Kami akan melakukan sampling udara dan meteorologi di Subang. Tapi, ada kendalanya. Produk kami itu juga diekspor dan harus berdekatan dengan bandara. Kalau di Subang, jauh," kata dia.
"Kami bekerja sama dengan Rosatom, BUMN Rusia di bidang nuklir. Perusahaannya besar, karyawannya sekitar 160.000 orang, dan mereka sudah membangun reaktor nuklir di Blok Soviet. Teknologi Rusia kami pilih karena bisa mengembalikan full recovery," kata Direktur Utama Batan Tekno, Yudiutomo Imardjoko di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu 12 Maret 2014.
Yudi, sapaan Yudiutomo Imardjoko, menjelaskan, Rusia yang akan memproduksi reaktor itu, lalu akan dikirim ke Indonesia untuk ditanam.
Perusahaan BUMN itu, menurut Yudi, juga mengirimkan beberapa karyawannya untuk memberikan standar-standar pengayaan uranium Batan Tekno kepada Rusia.
Sebelumnya, Yudi mengungkapkan, biaya pembangunan reaktor baru itu mencapai Rp2 triliun. Tetapi, dia meralatnya.
"Kami bisa menghitung ulang. Tidak sampai Rp2 triliun. Cukup dengan US$75,5-80 juta atau sekitar Rp800-900 miliar. Pendanaannya 70 persen berupa loan dari Russian Development Bank dan 30 persen dari equity," kata dia.
Yudi memaparkan, BUMN teknologi ini nantinya akan memiliki 51 persen saham pada reaktor tersebut, sedangkan 49 persennya dari Rusia.
"Nah, yang 30 persen ini kami belum mampu. Makanya, kami mengajak Waskita, Pertamina, dan Dahana untuk investasi," kata dia.
Dia menambahkan, reaktor tersebut akan menggunakan uranium cair dan kapasitasnya sebesar 1.200-1.500 currie per minggu. Daya listrik yang dipakai pun sebesar 150 kilovolt.
Daya ini lebih kecil ketimbang daya listrik yang dikonsumsi reaktor nuklir di Serpong, Banten, yang sebesar 30 MW. Dia menuturkan, uranium cair dianggap lebih hemat ketimbang uranium berupa lempengan.
"Reaktor di Serpong berupa lempengan dan perlu diganti setahun sekali. Kalau yang baru, reaktornya diganti sepuluh tahun sekali," kata dia.
Terkait lokasi, Yudi menjelaskan, Menteri BUMN, Dahlan Iskan, menyarankan dibangun di Subang, karena berdekatan dengan fasilitas teknologi milik Dahana.
"Kami memutuskan untuk segera mendapatkan izin di Subang. Kami akan melakukan sampling udara dan meteorologi di Subang. Tapi, ada kendalanya. Produk kami itu juga diekspor dan harus berdekatan dengan bandara. Kalau di Subang, jauh," kata dia.
Bangun Reaktor Nuklir Baru, Batan Tekno Butuh Rp2 Triliun
PT Batan Teknologi akan membangun reaktor nuklir baru dengan biaya yang
dibutuhkan Rp2 triliun. Menteri BUMN, Dahlan Iskan, mengatakan, reaktor
baru tersebut memiliki ukuran seperlima dari reaktor nuklir di Serpong,
tetapi memiliki kekuatan 20 kali lipat lebih besar.
"Yang akan membangun itu Batan Tekno, tidak lagi pemerintah. Kalau tidak, kami kehilangan kesempatan menguasai pasar radiosotop. Kira-kira butuh Rp2 triliun," kata Dahlan, di Jakarta, Selasa, 11 Maret 2014.
Dahlan menuturkan, dia telah mengeluarkan persetujuan pembangunan reaktor nuklir dan menyerahkan sepenuhnya kepada perusahaan pelat merah itu.
"Kalau bisa tahun ini dibangun. Lokasinya tidak bisa saya sebutkan," kata dia.
Selain itu, Dahlan mengatakan, Batan Tekno menjadi perusahaan teknologi yang mampu memproduksi pengayaan uranium sistem rendah. Perusahaan itu telah memenangkan tender internasional untuk kedokteran nuklir di China.
"Batan Tekno baru saja memenangkan tender internasional di Tiongkok untuk memasok kedokteran nuklir. Ini pertama kalinya diterima di Tiongkok," kata mantan dirut PT Perusahaan Listrik Negara itu.
Nantinya, BUMN ini akan memasok radioisotop untuk digunakan di China. Tetapi, Batan Tekno merasa teknologi reaktor nuklir yang dimilikinya sudah kuno, sehingga mereka menggandeng Mesir untuk memproduksi radioisotop.
"Nanti, sebagian radioisotop diproduksi di Mesir. Di dunia, hanya Batan Tekno yang bisa. Ini disebut pengayaan uranium sistem rendah. Soalnya, di seluruh dunia, pengayaan uranium itu sistem tinggi," kata dia.
Batan Tekno mendapatkan peluang dari pengayaan uranium sistem rendah. Mereka tidak melakukan pengayaan uranium sistem tinggi yang acapkali dicurigai dunia. Mereka takut sistem pengayaan nuklir tingkat tinggi untuk kedokteran bisa berubah menjadi senjata.
"Sehingga, dunia menyambut Indonesia mampu melakukan pengayaan nuklir sistem rendah. Kalau pasar ini terus meluas ke seluruh dunia, kami benar-benar harus membangun reaktor baru. Pak Yudi (Dirut Batan Tekno, Yudiutomo Imardjoko) bisa menciptakan reaktor baru yang paling modern, tidak untuk senjata," kata dia.
Ganti nama
Dahlan juga mengatakan bahwa nama Batan Tekno nantinya tidak lagi melekat pada PT Batan Tekno. Dalam waktu dekat, perusahaan pelat merah tersebut akan berganti nama.
"Secara resmi, Batan Tekno mulai berubah namanya pekan ini," kata Dahlan.
Salah satu peserta konvensi capres Demokrat ini mengatakan, BUMN teknologi itu akan berubah nama menjadi PT Industri Nuklir Indonesia. Sebab, masyarakat kerap keliru menyebut Batan Tekno dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). Padahal, Batan dan Batan Tekno adalah dua instansi yang berbeda.
"Nanti, Batan dikira Batan Tekno," kata dia.
Dahlan menuturkan, nama tersebut telah disetujui pada pekan lalu. "Pengesahan di Kementerian Hukum dan HAM, pekan ini. Jadi, tinggal administrasi," kata dia.
"Yang akan membangun itu Batan Tekno, tidak lagi pemerintah. Kalau tidak, kami kehilangan kesempatan menguasai pasar radiosotop. Kira-kira butuh Rp2 triliun," kata Dahlan, di Jakarta, Selasa, 11 Maret 2014.
Dahlan menuturkan, dia telah mengeluarkan persetujuan pembangunan reaktor nuklir dan menyerahkan sepenuhnya kepada perusahaan pelat merah itu.
"Kalau bisa tahun ini dibangun. Lokasinya tidak bisa saya sebutkan," kata dia.
Selain itu, Dahlan mengatakan, Batan Tekno menjadi perusahaan teknologi yang mampu memproduksi pengayaan uranium sistem rendah. Perusahaan itu telah memenangkan tender internasional untuk kedokteran nuklir di China.
"Batan Tekno baru saja memenangkan tender internasional di Tiongkok untuk memasok kedokteran nuklir. Ini pertama kalinya diterima di Tiongkok," kata mantan dirut PT Perusahaan Listrik Negara itu.
Nantinya, BUMN ini akan memasok radioisotop untuk digunakan di China. Tetapi, Batan Tekno merasa teknologi reaktor nuklir yang dimilikinya sudah kuno, sehingga mereka menggandeng Mesir untuk memproduksi radioisotop.
"Nanti, sebagian radioisotop diproduksi di Mesir. Di dunia, hanya Batan Tekno yang bisa. Ini disebut pengayaan uranium sistem rendah. Soalnya, di seluruh dunia, pengayaan uranium itu sistem tinggi," kata dia.
Batan Tekno mendapatkan peluang dari pengayaan uranium sistem rendah. Mereka tidak melakukan pengayaan uranium sistem tinggi yang acapkali dicurigai dunia. Mereka takut sistem pengayaan nuklir tingkat tinggi untuk kedokteran bisa berubah menjadi senjata.
"Sehingga, dunia menyambut Indonesia mampu melakukan pengayaan nuklir sistem rendah. Kalau pasar ini terus meluas ke seluruh dunia, kami benar-benar harus membangun reaktor baru. Pak Yudi (Dirut Batan Tekno, Yudiutomo Imardjoko) bisa menciptakan reaktor baru yang paling modern, tidak untuk senjata," kata dia.
Ganti nama
Dahlan juga mengatakan bahwa nama Batan Tekno nantinya tidak lagi melekat pada PT Batan Tekno. Dalam waktu dekat, perusahaan pelat merah tersebut akan berganti nama.
"Secara resmi, Batan Tekno mulai berubah namanya pekan ini," kata Dahlan.
Salah satu peserta konvensi capres Demokrat ini mengatakan, BUMN teknologi itu akan berubah nama menjadi PT Industri Nuklir Indonesia. Sebab, masyarakat kerap keliru menyebut Batan Tekno dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). Padahal, Batan dan Batan Tekno adalah dua instansi yang berbeda.
"Nanti, Batan dikira Batan Tekno," kata dia.
Dahlan menuturkan, nama tersebut telah disetujui pada pekan lalu. "Pengesahan di Kementerian Hukum dan HAM, pekan ini. Jadi, tinggal administrasi," kata dia.
Korea Selatan Lirik Teknologi Pengayaan Uranium Milik Batan Tekno
PT Batan Tekno telah lama
mengembangkan teknologi uranium pengayaan rendah. Perusahaan pelat
merah ini mengaku Korea Selatan melirik teknologi pengayaan uranium
miliknya.
Pada Rabu, 12 Maret 2014, Direktur Utama Batan Tekno, Yudiutomo Imardjoko, mengatakan, BUMN ini memilih teknologi tersebut, karena mengacu kepada larangan memproduksi nuklir dengan pengayaan tinggi yang dikhawatirkan akan berubah menjadi senjata.
Pada Rabu, 12 Maret 2014, Direktur Utama Batan Tekno, Yudiutomo Imardjoko, mengatakan, BUMN ini memilih teknologi tersebut, karena mengacu kepada larangan memproduksi nuklir dengan pengayaan tinggi yang dikhawatirkan akan berubah menjadi senjata.
Contoh negara yang
memproduksi nuklir pengayaan tinggi itu adalah Amerika Serikat dan
Kanada. "Negara besar tidak mau (pengayaan rendah)," kata Yudi, sapaan
Yudiutomo Imardjoko.
Kemudian, Yudi menjelaskan, bermuncullah negara-negara penghasil nuklir pengayaan rendah, seperti Korea Selatan. Produksinya 60 currie per bulan, atau lebih kecil dibanding produksi nuklir Batan Tekno sebesar 1.500 currie per pekan atau 6.000 currie per bulan.
"Kemampuan mereka (Korea Selatan) masih kecil," kata dia.
Korea Selatan, Yudi melanjutkan, meminta Batan Tekno untuk mengajari mereka tentang produksi nuklir pengayaan rendah. Untuk itu, perusahaan pelat merah itu mengirimkan tim ahli ke negeri Ginseng.
Dosen bidang Teknik Nuklir ini melanjutkan, proses produksi nuklir pengayaan rendah lebih rumit. Misalnya, memasukkan uranium ke tabung yang berdiameter sangat kecil.
"Susah lho memasukkan uranium ke tabung yang diameternya 1 milimeter," kata dia.
Tetapi, ujar Yudi, Batan Tekno hanya menjelaskan secara umum tentang teknologinya itu. Mereka tidak bersedia menjelaskan lebih perinci kepada pihak Korea Selatan itu.
"Korea Selatan memang meminta penjelasan detail, karena mereka ingin mengetahui teknologi itu. Tapi, kami tidak menjelaskan secara detail," kata dia.
Yudi menuturkan, Korea Selatan menggelontorkan dana US$300 juta untuk membangun reaktor nuklir. Namun, tidak disebutkan berapa kapasitas reaktor yang akan dibangun.
"Orang-orang saya juga mau dibajak, tapi mereka tidak mau," kata dia.
Sekadar informasi, BUMN teknologi ini memproduksi nuklir pengayaan rendah dan bertujuan untuk kebutuhan ilmu kedokteran. Batan Tekno juga berencana membangun reaktor nuklir baru.
Kemudian, Yudi menjelaskan, bermuncullah negara-negara penghasil nuklir pengayaan rendah, seperti Korea Selatan. Produksinya 60 currie per bulan, atau lebih kecil dibanding produksi nuklir Batan Tekno sebesar 1.500 currie per pekan atau 6.000 currie per bulan.
"Kemampuan mereka (Korea Selatan) masih kecil," kata dia.
Korea Selatan, Yudi melanjutkan, meminta Batan Tekno untuk mengajari mereka tentang produksi nuklir pengayaan rendah. Untuk itu, perusahaan pelat merah itu mengirimkan tim ahli ke negeri Ginseng.
Dosen bidang Teknik Nuklir ini melanjutkan, proses produksi nuklir pengayaan rendah lebih rumit. Misalnya, memasukkan uranium ke tabung yang berdiameter sangat kecil.
"Susah lho memasukkan uranium ke tabung yang diameternya 1 milimeter," kata dia.
Tetapi, ujar Yudi, Batan Tekno hanya menjelaskan secara umum tentang teknologinya itu. Mereka tidak bersedia menjelaskan lebih perinci kepada pihak Korea Selatan itu.
"Korea Selatan memang meminta penjelasan detail, karena mereka ingin mengetahui teknologi itu. Tapi, kami tidak menjelaskan secara detail," kata dia.
Yudi menuturkan, Korea Selatan menggelontorkan dana US$300 juta untuk membangun reaktor nuklir. Namun, tidak disebutkan berapa kapasitas reaktor yang akan dibangun.
"Orang-orang saya juga mau dibajak, tapi mereka tidak mau," kata dia.
Sekadar informasi, BUMN teknologi ini memproduksi nuklir pengayaan rendah dan bertujuan untuk kebutuhan ilmu kedokteran. Batan Tekno juga berencana membangun reaktor nuklir baru.
Dengan adanya reaktor
baru ini, kapasitas nuklir reaktor Batan Tekno akan bertambah
1.200-1.500 currie per pekan. Reaktor Batan Tekno yang ada di Serpong
itu hanya berkapasitas 300 currie per pekan. Diharapkan pada 2016 reaktor baru tersebut mulai beroperasi.
Sumber : VIVAnews
ALhamdllah sudah ada kemajuan bangsa indonesia, smoga smakin sukses dan lancar segalanya ... amin.
ReplyDeleteSangat membanggakan. Salut juga untuk nasionalismenya.
ReplyDelete