Tuesday, August 26, 2014

Teori Sun Tzu Tidak Hanya Diterapkan di Bidang Militer, Tetapi Juga di Bisnis dan Politik

http://dmc.kemhan.go.id/images/uploads/696879250814-Wamen-di-Tiongkok1.jpg

Jakarta (MI) : Wamenhan RI Sjafrie Sjamsoeddin dalam The 9th International Symposium on Sun Tzu’s Art of War, menyampaikan perspektif tentang implementasi seni perang Sun Tzu di bidang militer, bisnis dan politik, Senin (25/8). Simposium yang berlangsung di Tsingtao, Provinsi Shandong, Tiongkok tersebut diikuti para akademisi dan praktisi keamanan nasional dari 24 negara peserta simposium internasional kesembilan tentang seni perang Sun Tzu.

Simposium yang digelar setiap tahunnya oleh Akademi Ilmu Militer, Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok dan China Research Society of Sun Tzu’s Art of War ini diselenggarakan dengan tujuan untuk menggali nilai-nilai asli dan nilai-nilai implementatif kekinian dalam rangka membangun dan mengukuhkan kerjasama keamanan untuk mewujudkan perdamaian dunia. 

Dalam simposium tersebut, Wamenhan menyatakan meskipun nama Sun Tzu belum dikenal oleh para Perwira TNI pada perang kemerdekaan, namun teori seni perang Sun Tzu telah digunakan oleh para komandan pasukan gerilya melawan tentara kolonial pendudukan Belanda pada era awal kemerdekaan. Berdasarkan bukti-bukti sejarah dalam perang kemerdekaan, diduga bahwa para pemimpin Indonesia telah membaca tulisan Sun Tzu.

Tulisan Sun Tzu tentang seni perang menjadi semakin populer setelah berkembangnya teknologi internet. Terjemahan buku Seni Perang Sun Tzu saat ini menjadi bacaan tidak hanya para Perwira TNI tetapi juga oleh pelaku bisnis dan para politisi di Indonesia.

Dalam paparannya tentang “Sun Tzu’s War Strategy: Indonesia’s Perspective”, Wamenhan menguraikan bahwa di dunia militer Indonesia, dalam memenangkan hati dan pikiran rakyat di suatu wilayah, TNI melaksanakan strategi yang disebut pembinaan teritorial. Kegiatan pembinaan teritorial tersebut, sama sekali tidak menggunakan peralatan perang. Tercapainya sasaran pembinaan teritorial yaitu penguasaan suatu wilayah geografi lengkap dengan penduduknya menunjukkan justifikasi terhadap aplikasi teori Sun Tzu “A Great General Wins Without Battle”.

Di bidang politik, Indonesia menerapkan strategi ini pada saat menyelesaikan konflik internal dengan kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Peristiwa Tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 menjadi “Blessing in Disguise”, TNI yang tadinya datang untuk bertempur, kemudian beralih menolong rakyat. Perlawanan GAM berubah menjadi kepasrahan, sehingga kedua belah pihak menghentikan pertempuran. Tanggal 15 Agustus 2005, bertempat di Helsinki, Finlandia, kedua  pihak menandatangani MoU untuk mengakhiri konflik di Aceh. GAM pada akhirnya menerima otonomi khusus yang ditawarkan pemerintah Indonesia.

Demikian pula dalam dunia bisnis, karena tujuan dari bisnis adalah untuk bertahan hidup dan berkembang, maka pelaku bisnis perlu merebut pasar. Namun, hal tersebut harus dilakukan sedemikian rupa sehingga pasar tidak hancur dalam proses merebutnya. Contohnya adalah bagaimana baju batik tulis dengan kualitas tinggi dan harga mahal mampu merebut pasar di tanah air sendiri, mengalahkan baju-baju impor. Demikian pula dengan produk kerajinan tangan dan kuliner asli Indonesia yang telah tumbuh dengan nama dagang unggulan (branded) tanpa merusak pasar tradisional.

Dalam kesempatan menghadiri simposium intenasional tentang Sun Tzu, Wamenhan menerima penghargaan dari CPAFFC (Chinese People Association  for Friendship with Foreign Countries). Penghargaan tersebut adalah bentuk pengakuan lembaga tersebut atas peran aktif Wamenhan dalam mengimplementasikan “strategic partnership” dalam berbagai bentuk kegiatan kerjasama operasional di berbagai bidang pertahanan.

Wamenhan juga menyempatkan diri melakukan pertemuan dengan Wakil Komite Militer Pusat, Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok Jenderal Fan Changlong, dalam rangka memperkokoh kerjasama pertahanan Indonesia-Tiongkok yang telah berlangsung  sejak dicanangkannya “Strategic Partnership” oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Hu Jintao pada tahun 2005 yang lalu.

Dalam sambutannya di depan para petinggi CPAFFC, Wamenhan mengatakan bahwa pendekatan budaya dan hubungan interpersonal pada semua tingkatan telah memperkuat kerjasama di bidang pertahanan yang telah dirintis sejak delapan tahun lalu.

Jenderal Fan Changlong menyatakan bahwa Indonesia telah berperan besar dalam menciptakan terwujudnya stabilitas keamanan di kawasan Asia Pasifik. Hal ini sangat menguntungkan kepentingan nasional negara-negara di kawasan, termasuk kepentingan negara Tiongkok.

Peran besar Indonesia tersebut tidak dapat dilepaskan dari peran Wamenhan RI yang tidak pernah berhenti membangun dan memelihara kontak pribadi dengan pejabat-pejabat pertahanan di negara-negara Asia Pacifik, temasuk pejabat pertahanan Tiongkok. 






Sumber : DMC Kemhan

No comments:

Post a Comment