Sunday, January 12, 2014

Istana: Tidak Ada Toleransi untuk Aksi Militer Australia di Indonesia


Jakarta (MI) : Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa segala bentuk kerjasama militer antara Australia dan Indonesia masih dihentikan sampai saat ini. Termasuk kerjasama bidang keamanan, dalam hal patroli perbatasan bersama dalam penanggulangan imigran ilegal.

"Posisi dan arahan Presiden masih sama. Dihentikan kerjasama militer, bidang keamaman, termasuk patroli bersama," ujar Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah di Jakarta, Sabtu (11/1).


Presiden SBY telah memerintahkan untuk menghentikan kerjasama operasi militer terkait dengan penyelundupan imigran gelap ke Australia. Penghentian itu menyusul kegiatan penyadapan yang dilakukan Australia terhadap Presiden SBY.


Hubungan kedua negara kembali memanas ketika kapal patroli AL Australia memasuki wilayah perairan Indonesia hingga mendekati tujuh mil dari Pulau Rote, NTT, saat menghalau para imigran gelap. Namun, Panglima TNI Jenderal Moeldoko justru mempersilahkan upaya Australia mengembalikan manusia perahu (boat people) yang hanya diangkut oleh kapal berawak warga Indonesia ke Australia.


Hal itu tentu berbeda dengan Menlu Marty Natalegawa yang tetap berpandangan bahwa Australia telah melanggar kedaulatan NKRI. Moeldoko tidak sedikit pun menyebut bahwa langkah taktis yang dilakukan Australia dengan mengembalikan manusia perahu tersebut, sebagai sebuah tindakan melanggar kedaulatan NKRI.

Pengamat: Jangan Ada Toleransi Bagi Australia

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa segala bentuk kerjasama militer antara Australia dan Indonesia masih dihentikan sampai saat ini. Termasuk kerjasama bidang keamanan, dalam hal patroli perbatasan bersama dalam penanggulangan imigran ilegal.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menegaskan bahwa memang tidak boleh ada toleransi terhadap tindakan taktis militer Australia di teritorial Indonesia.

Ia pun menilai upaya penghalauan kembali imigran gelap yang dilakukan Australia berpotensi melanggar konvensi pengungsi tahun 1951, yang juga telah diratifikasi oleh Australia. "Harusnya screening pengungsi itu di wilayah mereka, tidak boleh dilakukan di perairan negara lain. Jadi kebijakan yang diterapkan Abbott itu, menurut UNHCR berpotensi melanggar konvensi pengungsi," ujar Hikmahanto, Sabtu (11/1).

Selain itu, Hikmahanto juga fokus soal pemberitaan sejumlah media Australia tentang adanya tindak kekerasan dan pelanggaran HAM oleh personil AL Australia ketika menghalau kapal yang digunakan oleh pencari suaka dari sejumlah negara Afrika.

Terkait dengan hal tersebut Panglima TNI perlu melakukan klarifikasi ke Panglima Australia apakah kejadian tersebut benar terjadi. Apabila benar terjadi apakah dalam koordinat laut teritorial Indonesia.

Hal ini penting dilakukan agar Panglima TNI tidak dituduh oleh media Australia membiarkan dan membenarkan tindak kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Angkatan Perang Australia.

Perlu dipahami media Australia sangat tidak bersahabat bila berkaitan dengan TNI. TNI kerap dituduh melakukan tindak kekerasan dan pelanggaran HAM.Oleh karenanya sebagai tindak antisipatif perlu dilakukan klarifikasi.

"Bila ternyata tindak kekerasan dan pelanggar HAM dilakukan di wilayah laut teritorial Indonesia maka para pelaku harus dibawa dalam suatu persidangan di Indonesia. Jangan sampai ada suatu pelanggaran hukum oleh orang asing rerhadap orang asing di wilayah Indonesia yang terbebas dari proses hukum," tegas Hikmahanto.





Sumber :  Metrotvnews

16 comments:

  1. sby cemen, ga berani perintahkan tembah kapal perang ausie yg masuk RI....

    ReplyDelete
  2. Hanya Hikmahanto juana yg berani komentar,yg lain mana sedang menjilat kah

    ReplyDelete
  3. Pak moel bikin malu jg sbg panglima perang malah kalah tegas dgn pak marty yg cuma menlu, bukan militer. 7 mil dekat pulau rote, itu berarti sdh lebih dari 12 mil. Mana TNI sbg garda terdepan menjaga wilayah kita. Acungan jempol ke bwh pd pak moel.

    ReplyDelete
  4. Parah panglima sekarang, sudah kecolongan malah menjilat sby. Tai laso

    ReplyDelete
  5. Saya pikir...kata yang tepat apa ya?, untuk sebutan kepada orang yang menggadaikan kepentingan bangsa dan negaranya sensiri demi kepentingan bangsa lain.......! Bahaya.....kalo jabatan yang dipegang selama ini masih diteruskan....! Hei anggota dewan yang terhormat.....mana kerjamu....!

    ReplyDelete
  6. Iwak peyek...digebrak lgs hancur!!!!

    ReplyDelete
  7. Iwak peyek...digebrak lgs hancur!!!!

    ReplyDelete
  8. PEMERINTAH SEKARANG TERLALU LEMAH.MUDAH DI DIKTE,MULUT BESAR TPI GAK ADA BUKTI...PEMERINTAHAN SBY SANGAT LEMAH.ADA WAKTNYA KTA MEMANG ADA TOLERANSI,TAPI KALAU UDA MENYANGKT HARGA DIRI BNGSA APA BUKAN PENGHINAAN.INI NEGARA BERDAULAT.PNYA UUD,. SY PUTRA SULSEL MENETAP DI SINGAPURA. SY ARSITEK SETIAP HARI BERGABUNG MA RAKYT SINGAPURA PUN MENGATAKAN PEMERINTAH INDONESIA KATANYA APA YG DIKATAKAN TAK SERUPA YG DI PERBUAT.TERLALU LEMAH

    ReplyDelete
  9. ahmad s jangan banyak ngomong, kamu sendiri berada di singapura negara penadah uang koroptor dr Indonesia dan nasionalismu sangat diragukan malahan sbg propokator. Salam NKRI

    ReplyDelete
  10. Ausi lagi coba coba main-main, seperti apa sih militer Indonesia ini....? Panglimanya banci gak ya ?

    ReplyDelete
  11. Jangan bnyk bacot, loe sndiri siapa? jabatan loe apa, bpk loe siapa? bs apa? jgn2 pngangguran yg tiap hr browsing pk duit dr mami-nya. Ngomong sesuai dgn kapasitas aj bro'!!!

    ReplyDelete
  12. maaf sebelumnya, negara bukan untuk perang, melainkan melindungi rakyatnya. Apabila rakyat tidak mengalami suatu peristiwa, buat apa memicu perang negara lain? Dan selama masih bisa diselesaikan dengan diplomasi, why not? karena peperangan hanya akan menimbulkan kesengsaraan dan perpecahan. Banyak hal yg harus dipikirkan sebelum berkata "PERANG"

    ReplyDelete