Thursday, June 13, 2013

Nasionalisme di Perbatasan Runtuh?


Pontianak (MI) : Sebagian warga perbatasan Kalimantan Barat memilih untuk menjadi warga Malaysia untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Sementara di Papua, sebagian warga negara Papua Nugini lebih memilih hidup di wilayah Indonesia yang lebih makmur. Benarkah nasionalisme perbatasan dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan kehidupan masyarakat? 

Inilah Kampung Mongkos, Serian, Serawak, Malaysia. Di kampung ini tinggal lebih dari 2500 warga negara Indonesia keturunan. Mereka hidup sebagai layaknya warga negara Malaysia lainnya. Kampung Mongkos hanya berjarak 2,5 kilometer dari wilayah Indonesia.

Warga negara Malaysia keturunan Indonesia ini secara turun temurun dari tahun ke tahun jumlahnya bertambah banyak akibat kawin campur, dan menjadikan anak-anak mereka warga negara Malaysia.

Mereka mengganti kewarganegaraan juga didorong karena ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari kehidupan mereka di perbatasan wilayah Indonesia, di samping fasilitas yang lebih dari pemerintah Malaysia.

Kenyataannya partisipasi warga negara Indonesia keturunan di Malaysia terhadap pemerintah Malaysiapun cukup besar. Sebanyak 80 persen lebih WNI yang telah berganti kewarganegaraan ini menjadi pendukung partai pemerintah dalam Pemilu Malaysia lalu.

Hal berbeda terlihat di perbatasan paling timur Indonesia di Papua yang berbatasan dengan Papua Nugini di Kampung Yabanda, Kecamatan Senggi, Kabupaten Keroom, Papua yang berbatasan dengan kampung Mamblo dan Yourob, Papua Nugini.

Lebih dari 300 warga negara Papua Nugini lebih memilih tinggal di kampung Yabanda di wilayah Indonesia. Selain mudah untuk mendapatkan bahan bahan sembako dan mendapatkan kehidupan ekonomi yang lebih layak tinggal di Indonesia juga menjadikan anak-anak PNG lebih mendapatkan pendidikan yang baik dan layak di sekolah Indonesia.

Sejak tahun 2006 mereka telah tinggal di wilayah Indonesia dan jumlah mereka yang datang selalu bertambah hingga tahun 2011 lalu. Sementara selama dua tahun terakhir jumlah mereka kembali menurun, sejak pemerintah Indonesia memperketat keberadan mereka karena masalah kartu penduduk atau kartu pelintas batas. Mereka tinggal di wilayah Indonesia tanpa indentitas warga Indonesia.

Sementara sekitar 500 warga negara Indonesia di kampung Yabanda menyatakan kehidupan mereka tidak terganggu dengan kedatangan warga PNG yang membuat perkampungan baru di wilayah Indonesia dan menjadikan mereka sebagai saudara.

Warga Yabanda bahkan menginginkan perhatian yang lebih dari pemerintah untuk memajukan daerah perbatasan. Hal itu terungkap dari hasil pertemuan warga dengan Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan, warga asli Yabanda menginginkan masuknya trasmigran asal Pulau Jawa untuk bisa memajukan kampung mereka.

Daerah perbatasan Papua dengan PNG diindentifikasi sebagai daerah perlintasan atau daerah keluar masuknya kelompok OPM. Pasukan TNI pun disiagakan di wilayah perbatasan di Kampung Yabanda.





Sumber : Metrotvnews

No comments:

Post a Comment