Beritasatu (MI) : Salah satu elemen esensial dalam sebuah negara adalah
pertahanan dan keamanan (hankam). Sebuah negara akan mampu
mempertahankan kedaulatannya jika memiliki hankam yang kuat. Pembangunan
hankam tentu saja harus menitikberatkan pada aspek kesinambungan. Di
masa menjelang pergantian kepemimpinan nasional saat ini, kita patut
mengingatkan agar hal tersebut menjadi perhatian siapa pun yang akan
menjadi presiden di masa mendatang.
Terkait pembangunan hankam adagium ci vis pacem para bellum
yang dikemukakan penulis militer Romawi, Publius Flavius Vegetius
Renatus, telah disepakati semua negara berdaulat. Adagium itu bermakna,
jika ingin damai bersiaplah perang.
Penyiapan perang bukanlah upaya perlombaan senjata dan provokasi
untuk menciptakan perang. Menyiapkan perang adalah perbaikan dan
peningkatan kualitas sistem hankam, baik mencakup aspek sumber daya
manusia maupun persenjataan, untuk menjaga kedaulatan negara.
Kementerian Pertahanan telah memiliki blue print mengenai rencana pembangunan pertahanan hingga tahun 2029. Dalam blue print itu sudah memuat doktrin, strategi dan target pertahanan bangsa ini. Dengan adanya blue print
itu maka pemerintah berikutnya tinggal meneruskan sistem pertahanan
yang ada dan ditambahkan sesuai kebutuhan zaman. Dengan demikian,
kesinambungan pembangunan hankam dapat terjaga.
Saat ini, Indonesia tengah membangun industri persenjataan. Sebab,
kita yakin tidak ada satu negara pun di dunia yang memiliki kekuatan
pertahanan tanpa dukungan industri persenjataan. Hanya dengan industri
persenjataan yang kuat, sebuah negara mampu meningkatkan kekuatan
pertahanannya.
Sesuai UU 16/2012 tentang Industri Pertahanan, semua alutsista harus
diproduksi di dalam negeri. Impor hanya untuk senjata dan alutsista yang
tidak bisa diproduksi di dalam ngeri. Itu pun dengan syarat ada alih
teknologi agar satu saat bisa diproduksi di dalam negeri. Indonesia kini
sudah mampu memproduksi berbagai jenis senjata, panser, kapal laut, dan
pesawat. Bersama Korsel, Indonesia menjajaki pembuatan kapal selam dan
pesawat tempur.
Sebagai kekuatan utama hankam, salah satu persoalan klasik yang
dihadapi TNI adalah pemenuhan alutsista, sebagai elemen paling penting
bagi TNI untuk mengemban tugas menjaga kedaulatan dan integritas NKRI.
Itulah mengapa, dalam berbagai kesempatan, semua kalangan, termasuk
presiden, selalu menyerukan pentingnya TNI memodernisasi alutsistanya.
Apalagi, kecelakaan hingga merenggut nyawa prajurit kerap terjadi, yang
umumnya dipicu usia alutsista yang sudah uzur atau derajat keandalan dan
keselamatan yang rendah akibat minimnya biaya perawatan.
Kebergantungan alutsista impor tentu tidak menguntungkan, dan bisa
membahayakan kedaulatan kita sebagai bangsa. Sebab, sudah kerap terjadi
negara produsen mengembargo pengiriman alutsista termasuk suku
cadangnya, sebagai cara mendikte pemerintah untuk memenuhi apa yang
mereka kehendaki. Hal tersebut tentu memperlemah kekuatan hankam
nasional, mengingat aktivitas kemiliteran banyak dilakukan di medan
berat dengan intensitas operasional yang tinggi, termasuk untuk latihan
guna meningkatkan keahlian dan profesionalisme prajurit. Tidak ada
pilihan lain, kondisi alutsista harus prima, dan itu menuntut perawatan
dan ketersediaan suku cadang.
Itulah mengapa dari tahun ke tahun pemerintah selalu meningkatkan
anggaran pertahanan. Tahun lalu pemerintah mengalokasikan Rp 77 triliun
dan tahun ini bertambah menjadi Rp 83 triliun. Tentu tidak semua
anggaran itu diserap untuk belanja alutsista, tetapi juga untuk gaji
prajurit dan kebutuhan lainnya. Namun, dipastikan peningkatan anggaran
tersebut juga untuk merespons kebutuhan alutsista menuju essential minimum force.
Dalam jangka panjang, seiring dengan tren pertumbuhan ekonomi yang
membaik, Indonesia diharapkan menjadi negara dengan militer yang kuat.
Ditargetkan, pada 2045, bertepatan dengan satu abad usai Republik ini,
belanja alutsista bisa mencapai minimal 1 persen dari Produk Domestik
Bruto (PDB).
Dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI), ditetapkan salah satu kegiatan utama di koridor
ekonomi Jawa adalah industri alutsista. Saat ini, pemerintah sudah
memiliki modal tiga BUMN strategis yang diberi mandat untuk menyiapkan
alutsista TNI. Ketiganya adalah pertama, PT Dirgantara
Indonesia (DI) yang diarahkan untuk menyokong alutsista TNI Angkatan
Udara dan angkatan lainnya yang berhubungan dengan angkutan udara. Kedua,
PT Pindad yang diarahkan untuk menyokong alutsista TNI Angkatan Darat
dan angkatan lainnya yang berhubungan dengan persenjataan. Ketiga,
PT PAL diarahkan untuk menyokong kebutuhan alutsista TNI Angkatan Laut.
Dengan modal industri strategis untuk menopang alutsista ditambah
peningkatan sumber daya manusia, diharapkan dapat menopang penguatan
hankam.
Sumber : Beritasatu
No comments:
Post a Comment