Monday, June 30, 2014

Membangun Budaya Teknologi (Alutsista)

Model KF-X fighter jet
Model KF-X fighter jet

JKGR (MI) : Undang-undang Nomor 16/2012 tentang Industri Pertahanan menuntut Indonesia harus siap memproduksi sendiri alusista di dalam negeri. Impor hanya dilakukan untuk senjata dan alutsista yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri dan itupun harus ada syarat adanya alih teknologi agar dalam waktu tertentu semuanya bisa diproduksi di dalam negeri. Kemandirian industri pertahanan nasional ini akan mewujudkan kemampuan menjamin ketersediaan Alutsista sehingga kemandirian pertahanan negara dan keutuhan kedaulatan NKRI akan terjaga.

Terdapat tiga hal yang dapat dicapai ketika Indonesia sudah mandiri dalam industri pertahanan, yakni kemampuan dalam membuat/mengintegrasikan Alutsista, kebebasan dalam memilih Sumber Material/ Sistem/Teknologi, dan ketidaktergantungan terhadap berbagai ikatan.
Mengacu pada Undang-undang Nomor 16 tahun 2014 maka perwujudan kemandirian industri pertahanan tinggal menunggu waktunya.

Menghidupkan Budaya Teknologi 
 
Masalahnya sekarang terletak pada budaya yang dikembangkan oleh masing-masing stake holder. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Huntington yang melihat betapa besarnya peran budaya dalam mencapai suatu keberhasilan. Korea Selatan dengan budayanya membuatnya unggul dibandingkan Ghana. Melihat bagaimana rumpun budaya Cina mampu membawa negaranya unggul dalam proses industrialisasi dibandingkan dengan rumpun Melayu.

Budaya yang perlu dikembangkan yang dapat mendukung perwujudan kemandirian industri pertahanan harus digali dan direvitalisasi. Unsur industri pertahanan yang terdiri dari BUMNIP dan didukung oleh perusahaan swasta, perlu mengembangkan budaya “gotong royong” yang sebenarnya merupakan nilai budaya bangsa Indonesia yang ada sejak dahulu kala, namun saat ini mengalami degradasi, menuju ke arah individualistik.

Dengan kerja sama yang diawali keterbukaan dan kejujuran akan menciptakan relasi simbiosis mutualistik antar BUMNIP dan perusahaan swasta. Nilai budaya “kerja keras” dan “kerja cerdas” adalah nilai yang harus dipegang teguh dan terus dipelihara dan dikembangkan, karena dengan kerja keras dan kerja cerdas, memampukan industri pertahanan mampu meningkatkan produktifitasnya baik dari kuantitas maupun kwalitas secara efektif dan efisien.

Hal ini akan dapat memperbaiki citra BUMNIP yang tidak sehat dan bermasalah dari segi manajerial maupun financial sehingga kalah bersaing dengan industry pertahanan dari negara lain. Nilai-nilai ini akan mampu pula meningkatkan hingga 70% kapasitas tehnologi, financial dan produksi sistem senjata, sehingga secara keseluruhan kemandirian dapat terwujud.

Demikian pula akademisi dan pranata Litbang, harus meninggalkan budaya “nerabas” yang sedang menggejala. Budaya yang perlu dibangun adalah budaya yang “berorientasi pada kualitas” sehingga pranata litbang melakukan penelitian dengan mengikuti kaidah kaidah ilmiah baik dari segi metodologi dan kompetensi peneliti. Sumber daya litbang senantiasa dipenuhi rasa ingin tahu yang tinggi, yang memampukannya melakukan analisa yang tepat terhadap fenomena yang ada di lingkungan strategis baik nasional, regional maupun internasional.

Pengetahuan teoritis diperdalam terus untuk memampukannya memiliki pisau analisa yang tepat. “Belajar sampai ke negeri Tiongkok” adalah ungkapan yang mendukung nilai “terus belajar” yang memampukan peneliti menggali ilmu dan berupaya untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat untuk bangsa dan negara.

Pengembangan roket nasional D230 (photo: Pindad)
Pengembangan roket nasional D230 (photo: Pindad)


Strategi menuju kemandirian dapat dilihat dari Masterplan Pembangunan Industri Pertahanan tahun 2010-2029, yang mempunyai 2 target utama yaitu target alutsista dan target Industri Pertahanan. Target alutsista yang akan dicapai adalah alutsista yang memiliki mobilitas tinggi dan bersifat sebagai pemukul yang dahsyat. Sedangkan target pencapaian Indhan adalah memenuhi pasar dalam negeri (jangka pendek), bersaing secara internasional dan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi.

Tahapan master plan terbagi dalam 4 tahap:
 
Tahap pertama adalah kebijakan tahun 2010-2014 yang menitik beratkan pada penetapan program pembangunan kekuatan, stabilisasi dan optimalisasi industri pertahanan, penyiapan regulasi industri pertahanan, dan penyiapan new future products.

Tahap kedua adalah kebijakan tahun 2015-2019 yang menitikberatkan pada penetapan program untuk mendukung MEF, melanjutkan regulasi industri pertahanan, peningkatan kemampuan kerja sama produksi, dan melanjutkan penyiapan produk masa depan.

Tahap ketiga adalah kebijakan tahun 2020-2024, yang menitik beratkan pada penetapan program untuk mendukung postur ideal, melanjutkan regulasi industri pertahanan, peningkatan pertumbuhan industri, dan peningkatan kerja sama internasional (new product development advanced technology).

Sebagai tahap terakhir (tahap empat) adalah kebijakan tahun 2025-2029 yang menitik beratkan pada kemandirian industri pertahanan yang signifikan, kemampuan berkolaborasi, dan pengembangan yang sustainable.

Cetak Biru Riset Alpalhankam

Sebagai tindak lanjut dari Masterplan tersebut, telah disusun Cetak Biru Riset Alpalhankam yang diharapkan menjadi panduan dalam Litbang Alplahankam ke depan. Di dalam Cetak Biru tersebut terdapat 23 produk riset Alpalhankam termasuk Almatsus Polri yang sudah ditentukan tahapan risetnya mulai dari tahap 1 penguasaan desain, tahap 2 penguasaan produksi dan tahap 3 pengembangan produk baru. 









Sumber : JKGR

2 comments:

  1. Contoh aja yg mudah karet, kita banyak getah karet masih belum bisa dimanfa'atkan dr karet dpt digunakan karet penahan beban berat/sedang,karet penahan panas, pasir kuarsa masih belum dimanfa'atkan sbg kaca datar,cembun,kecung, penahan peluru dan tanah jarang juga belum dimanfatkan sdgkan jepang/china berebut utk menguasainya. Tugas pemerintah adalah membawa investasi yg berkaitan tsb diatas bersama hipmi utk bekerjasama dlm join produc. Disi akan terjadi alih teknologi secara jangka panjang............

    ReplyDelete
  2. budaya cinta teknologi dalam negeri harus digalakkan.... membatasi produk elektronik impor ygmana kita sudah bisa memproduksi..... media TV seperti metro yg iklanya selalu mempublikasikan produk nasional/dalam negeri dalam iklannya perlu dicontoh TV lain.... selama ini kita mnjd bangsa yg minder tdk yakin dg kemampuan kita yg sebenarnya sangat besar potensinya... andai saja ibukota kita ini berada ditempat yg lingkungan masyarakatnya berjiwa pekerja keras yg tangguh dan disiplin tinggi seperti batak, padang, jawa bagian timur, dan bugis.... penyakit bawaan kita itu..pemalas dan suka instan..beli...beli...dan beli..... tdk mau memproduksi sendiri

    ReplyDelete