Jakarta (MI) : Drone atau
pesawat nirawak untuk pengawasan, menjadi topik hangat beberapa hari
lalu, saat menjadi bahasan debar capres sesi ketiga antara Prabowo
Subianto dan Joko Widodo. Tak hanya seru di debat, topik drone juga
ramai dibicarakan di sosial media.
Sejauh ini kemampuan Indonesia untuk mengembangkan teknologi
pesawat nirawak itu sudah berjalan. Pengembangan teknologi pesawat
nirawak itu dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Kepala Program Pesawat Udara Nirawak (PUNA) BPPT, Joko Purwono, kepada VIVAnews,
Senin malam, 25 Juni 2014 mengatakan institusinya sudah mengembangkan
pesawat nirawak Wulung, yang tengah diproduksi, dan pesawat nirawak
Sriti.
"Sedang diproduksi di PT Dirgantara Indonesia, Bandung dan digunakan Balitbang Kementerian Pertahanan," kata dia.
Menurutnya dengan kemampuan daya jelajah 200 km, PUNA Wulung bisa
dimanfaatkan untuk pengawasan di perbatasan, misalnya di Kalimantan
bagian Utara. Namun untuk pengawasan itu diperlukan dukungan base
station, sebagai lokasi pendaratan pesawat nirawak itu.
"Pulau Kalimantan itu kan panjangnya sampai 2000 Km, itu harus ada
base station. Setidaknya di Kalimantan butuh 4 base station," katanya.
Untuk menjangkau pengawasan seluruh wilayah Indonesia, menurutnya butuh 25 titik base station.
Joko mengakui selama ini pesawat nirawak yang dikembangkan masih
untuk memasok untuk kebutuhan pengawasan di wilayah perairan Indonesia.
Sama pentingnya, pengawasan di perairan didorong untuk menekan pencurian
ikan.
Ditambahkan Joko, pesawat nirawak yang dikembangkan BPPT, masih
memiliki keterbatasan yaitu ketinggian terbang, lama terbang dan muatan
yang dibawa.
Wulung, jelasnya, hanya mampu terbang dengan ketinggian 12-14 ribu
kaki, terbang 6 jam dan tak mampu terbang sampai di atas awan.
"Tidak bisa lihat (area pengawasan) jika di atas awan. Kalau cuaca
bagus (Tak ada awan) bisa terbang sampai 20 ribu kaki, tapi
jangkauannya 150 km, dan di titik itu nggak bisa online kirim data,"
katanya.
Ia menambahkan pesawat nirawak Wulung mampu mengirimkan data pengawasan secara realtime dalam terbang ketinggian normal.
Untuk itu, BPPT dalam lima tahun mendatang manargetkan mampu
kembangkan pesawat nirawak dengan kemampuan lebih dari Wulung. Pesawat
itu dinamakan Medium Altitude Long Endurance (MALE).
Pesawat ini lebih besar dari Wulung, mampu terbang lebih tinggi dan
memiliki kelengkapan fasilitas muatan untuk kebutuhan pengintaian.
Data terbangnya lebih dari 20 jam dalam sehari, terbang dalam ketinggian 20-30 ribu kaki.
"Muatannya bukan kamera saja, tapi radar untuk melihat benda di bawah awan," katanya.
Pengembangan pesawat nirawak MALE itu akan didanai oleh Kementerian Pertahanan.
Sumber : VIVAnews
Bagus lah BBPT sdh ada program sebatas permintaan, kalau bisa hrs ada rencana program spt PT Lapan dan dpt dikontrol sampai sejauh mana yg sdh dikerjakan. Pemerintah DPR juga hrs punya program capaian, misalnya getah karet kita apa bisa dimanfa'atkan utk keperluan pesawat/mobil dr karet dpt digunakan sbg penahan beban contoh mobil disampin kiri kanan per/socbeker/penahan panas. Ini tugas pemerintah utk mencari investor yg bergerak disana bekerjasama patungan dg Hipmi utk pengadaan barang tsb. Dg harapan Hipmi kedepan mendptkan alih teknologi, shg dpt mendirikan pabrik sendiri dan lapangan pekerjaan masyarakat akan bertambah serta berlaku juga spt pasir kuarsa. Indonesia maju akan benar2 menjadi kenyataan..............
ReplyDelete