Saturday, April 5, 2014

Kekhawatiran TNI Atas Perlombaan Senjata Asia, Ketegangan Teritorial

Natuda & LCS
Natuda & LCS

Jakarta (MI) : Militer Indonesia ( TNI ) khawatir terhadap keseimbangan kekuatan di Asia – Pasifik yang mendorong perlombaan senjata di kawasan dan sengketa territorial sensitif yang bisa memicu konflik, kata Panglima angkatan bersenjata.

Dalam wawancara dengan Reuters, Panglima TNI Moeldoko tidak mengkritisi China secara langsung, tapi komentarnya adalah komen terbaru dari pejabat di kawasan yang menunjukkan tumbuhnya kekhawatiran atas ketegasan sikap China dan modernisasi militernya .

“Kami jelas khawatir karena ada kecenderungan yang sekarang ini tengah terjadi di kawasan, dan itu adalah perlombaan senjata, antara negara ASEAN [Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara] sendiri dan di antara negara-negara besar,” katanya pada Rabu malam.
Menurut IHS Jane, penerbit pertahanan, kawasan Asia – Pasifik adalah satu-satunya wilayah dunia dimana pengeluaran militer tumbuh terus sejak tahun 2008 .

Pengeluaran militer China diyakini telah meningkat lebih dari empat kali lipat sejak tahun 2000 dan pada tahun 2015 diperkirakan akan melampaui gabungan pengeluaran militer Inggris, Perancis dan Jerman bersama-sama. Bahkan jika belanja China tidak dihitung, belanja militer sisa kawasan Asia – Pasifik sudah melampaui nilai belanja militer seluruh negara Eropa Barat pada saat yang sama.

Moeldoko mengatakan pentingnya apa yang dia sebut menyeimbangkan kekuatan di Asia serta upaya Amerika Serikat meningkatkan kehadiran militernya di wilayah tersebut tidak menciptakan “provokasi.”
Dia juga mengatakan militer Indonesia secara terus-menerus menilai ancaman atas Kepulauan Natuna, kawasan kaya Migas dekat dengan wilayah Laut Cina Selatan yang diklaim oleh Beijing tapi bersikeras bahwa Jakarta tetap netral dalam pertentangan klaim atas kedaulatan di wilayah tersebut.
“Kami perlu selalu mengevaluasi kekuatan yang dikerahkan di dan sekitar wilayah Natuna. Kami harus mempertimbangkan spillover yang muncul yang akan harus kami, “ katanya .

Kepulauan Natuna terletak dekat dengan apa yang disebut China 9 -dash -line, yang digunakan Beijing pada peta resmi untuk menampilkan klaimnya yang mencapai 90 persen dari Laut Cina Selatan. Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei dan Taiwan juga mengklaim bagian dari wilayah perairan yang berpotensi kaya dengan sumber daya alam itu.

Indonesia telah lama memainkan peran netral dan berusaha untuk menengahi sengketa, meskipun telah juga secara terbuka mengkritik pendekatan China yang menyulut ketegangan regional.
Kementerian Luar Negeri China mengeluarkan pernyataan pada hari Rabu mengatakan Beijing tidak memiliki perselisihan dengan Jakarta atas Kepulauan Natuna dalam menanggapi beberapa laporan bisa meningkatkan ketegangan.
Crystal Clear
Demikian pandangan yang juga didukung oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa.
“Harus dibuat sejelas crystal bahwa antara Indonesia dan China tidak ada tumpang tindih sengketa teritorial maritim,” katanya kepada Reuters, Kamis .

Namun, Indonesia telah meminta klarifikasi PBB sejak tahun 2010 atas dasar hukum 9 dash line China, suatu rangkaian garis pada peta Cina yang membentang jauh ke jantung maritim Asia Tenggara.
Natalegawa mengatakan Indonesia telah “diberikan kesimpulan” oleh pihak China bahwa garis tersebut tidak memotong wilayah Indonesia

Moeldoko, yang menjabat Panglima TNI sejak Agustus tahun lalu, berkunjung ke Beijing pada bulan Februari untuk melakukan pembicaraan dengan militer China.

“Kami tidak fokus bicara mengenai perkembangan China, tapi kami melihat ada sengketa di wilayah itu. Dan dari sengketa tersebut kami harus mengantisipasi atau melihat prospek kemungkinan masa depan di wilayah ini, dan itu adalah bagian dari perhitungan kami.”
“Saya menjelaskan [kepada timpalan dari China] bahwa kami adalah negara yang berdaulat, kami akan melindungi wilayah kami, dan kami akan melakukan apapun yang diperlukan untuk melindungi kedaulatan kami. Mereka faham mengenai hal tersebut,” katanya . (thejakartaglobe)






Sumber : JKGR

1 comment: