Sei Pancang (MI) : Usai mengunjungi pos perbatasan di
Simanggaris, Panglima TNI Jenderal Moeldoko meninjau pos perbatasan di
Sei Pancang. Kedua pos ini masih berada di kawasan Kabupaten Nunukan,
Kalimantan Utara.
Moeldoko beserta rombongan bertolak dari Simanggaris dengan menggunakan helikopter. Perjalanan dari pos yang berada di tengah hutan menuju pos yang berada di tepi pantai itu memakan waktu 30 menit.
Untuk menuju pos Sei Pancang, Moeldoko harus melalui jembatan kayu cukup panjang. Sehingga ia dijemput oleh prajurit TNI AD dengan menunggang sepeda motor.
Tiba di pos Sei Pancang, Moeldoko langsung menanyakan kondisi wilayah tersebut kepada para prajuritnya. Dari laporan prajurit, sejauh ini pos yang berjarak hanya 3 mil dengan Tawau, Malaysia tersebut dalam kondisi aman.
"Pasukan kami berjumlah 130 personel Marinir yang tinggal di mess Sebatik di sepanjang garis pantai," kata anggota TNI Marinir, A Fauzi di Sei Pancang, Kalimantan Utara, Jumat (16/5/2014).
Menurut Fauzi, dengan lokasi mess di bibir pantai, para prajurit akan lebih mudah bergerak jika sewaktu-waktu harus berlayar. Mereka menamai mess dengan eksterior biru putih tersebut dengan nama Mess Usman Harun.
Fauzi mengatakan, dalam 3 bulan terakhir, tidak ada pelanggaran apapun di area tersebut. Selama tahun 2014, pelanggaran hanya terjadi pada bulan Januari dan Februari.
Moeldoko beserta rombongan bertolak dari Simanggaris dengan menggunakan helikopter. Perjalanan dari pos yang berada di tengah hutan menuju pos yang berada di tepi pantai itu memakan waktu 30 menit.
Untuk menuju pos Sei Pancang, Moeldoko harus melalui jembatan kayu cukup panjang. Sehingga ia dijemput oleh prajurit TNI AD dengan menunggang sepeda motor.
Tiba di pos Sei Pancang, Moeldoko langsung menanyakan kondisi wilayah tersebut kepada para prajuritnya. Dari laporan prajurit, sejauh ini pos yang berjarak hanya 3 mil dengan Tawau, Malaysia tersebut dalam kondisi aman.
"Pasukan kami berjumlah 130 personel Marinir yang tinggal di mess Sebatik di sepanjang garis pantai," kata anggota TNI Marinir, A Fauzi di Sei Pancang, Kalimantan Utara, Jumat (16/5/2014).
Menurut Fauzi, dengan lokasi mess di bibir pantai, para prajurit akan lebih mudah bergerak jika sewaktu-waktu harus berlayar. Mereka menamai mess dengan eksterior biru putih tersebut dengan nama Mess Usman Harun.
Fauzi mengatakan, dalam 3 bulan terakhir, tidak ada pelanggaran apapun di area tersebut. Selama tahun 2014, pelanggaran hanya terjadi pada bulan Januari dan Februari.
"Bulan Januari ada 2 perahu asing yang melintasi batas wilayah kita. Bulan Februari ada 1," paparnya.
Menurutnya, peralatan yang masih kurang di pos tersebut adalah kamera dengan lensa panjang. Selama ini, jika ada pelanggaran, para petugas tak dapat mendeteksi nomor lambung kapal.
"Mohon izin Panglima, kami butuh long kamera agar bisa melihat pelanggaran lebih detil," katanya dihadapan Moeldoko.
Sebab setiap harinya tak sedikit kapal dari kedua negara yang melintas di area tersebut. Warga di Pulau Sebatik biasanya menjual hasil pertanian ke Malaysia sekaligus berbelanja kebutuhan dapur seperti tabung gas, minyak goreng, gula serta minuman kaleng di sana.
"Karena kalau ke Nunukan jauh. Sayur keburu layu. Harga barang pokok pun di sana lebih mahal," kata Wakil Bupati Nunukan, Asmah Gani yang turut serta dalam kunjungan tersebut.
Asmah menjelaskan, gula pasir yang dibeli penduduk Pulau Sebatik dari Malaysia seharga Rp 10 ribu per kg. Sementara jika membeli di Nunukan, harga gula pasir itu mencapai Rp 12 ribu per kg. Untuk harga tabung gas ukuran 14 kg dari Malaysia sebesar Rp 140 ribu. Jika dari Nunukan, harga tabung akan jauh lebih mahal.
"Tabung gas Malaysia lebih aman. Tidak pernah bocor atau meledak," kata Asmah.
Usai meninjau pos, Moeldoko berpesan kepada para tentara yang bertugas di Sei Pancang untuk tegas dan disiplin menjaga perbatasan. Pesan tersebut ia tuliskan langsung di atas lukisan kapal berwarna putih yang telah disiapkan para tentara tersebut.
"Tanamkan Semangat Merah Putihmu. Pertahankan setiap jengkal wilayah NKRI. Selamat bertugas," tulis Moeldoko.
Menurutnya, peralatan yang masih kurang di pos tersebut adalah kamera dengan lensa panjang. Selama ini, jika ada pelanggaran, para petugas tak dapat mendeteksi nomor lambung kapal.
"Mohon izin Panglima, kami butuh long kamera agar bisa melihat pelanggaran lebih detil," katanya dihadapan Moeldoko.
Sebab setiap harinya tak sedikit kapal dari kedua negara yang melintas di area tersebut. Warga di Pulau Sebatik biasanya menjual hasil pertanian ke Malaysia sekaligus berbelanja kebutuhan dapur seperti tabung gas, minyak goreng, gula serta minuman kaleng di sana.
"Karena kalau ke Nunukan jauh. Sayur keburu layu. Harga barang pokok pun di sana lebih mahal," kata Wakil Bupati Nunukan, Asmah Gani yang turut serta dalam kunjungan tersebut.
Asmah menjelaskan, gula pasir yang dibeli penduduk Pulau Sebatik dari Malaysia seharga Rp 10 ribu per kg. Sementara jika membeli di Nunukan, harga gula pasir itu mencapai Rp 12 ribu per kg. Untuk harga tabung gas ukuran 14 kg dari Malaysia sebesar Rp 140 ribu. Jika dari Nunukan, harga tabung akan jauh lebih mahal.
"Tabung gas Malaysia lebih aman. Tidak pernah bocor atau meledak," kata Asmah.
Usai meninjau pos, Moeldoko berpesan kepada para tentara yang bertugas di Sei Pancang untuk tegas dan disiplin menjaga perbatasan. Pesan tersebut ia tuliskan langsung di atas lukisan kapal berwarna putih yang telah disiapkan para tentara tersebut.
"Tanamkan Semangat Merah Putihmu. Pertahankan setiap jengkal wilayah NKRI. Selamat bertugas," tulis Moeldoko.
Sumber : Detik
No comments:
Post a Comment