Merdeka (MI) : Pada masa-masa awal berdiri, segala macam terobosan
darurat dilakukan para pendiri republik demi tegaknya Republik
Indonesia. Seperti kisah yang diceritakan oleh Margono Djojohadikusumo
dalam membantu perjuangan Sutan Sjahrir dan Haji Agus Salim.
Saat itu dalam kabinet RI yang pertama dengan Sutan Sjahrir sebagai perdana menteri, Haji Agus Salim menjadi menteri luar negeri. Pada waktu itu RI belum mencapai status de jure pada masa 1946-1947. Untuk itu, Indonesia harus memperkenalkan statusnya kepada dunia.
Untuk keperluan itu, Sjahrir dan Haji Agus Salim harus berangkat ke Lake Success di New York guna membela Indonesia di depan PBB sebagai forum dunia.
Saat itu, Margono Djojohadikusumo yang juga ayah dari begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo menjabat sebagai presiden direktur Bank Negara Indonesia.
Untuk itu, Margono mendapat tugas demi mendapatkan "devisa" kemudian nantinya digunakan membiayai perjalanan Sjahrir dan Haji Agus Salim ke New York. Saat itu, Belanda giat melakukan blokade perdagangan luar negeri bagi Indonesia. Satu-satunya jalan terbuka adalah jalan penyelundupan ke Singapura.
"Kesusahan kerapkali membikin orang menjadi cerdik dan boleh juga jika hendak dikatakan memperluas hati nurani seseorang," tulis Margono dalam bukunya, Kenang-kenangan dari tiga zaman".
Datanglah kecerdikan Margono. Saat itu dia melihat di Temanggung dan Magelang banyak terdapat kebun panili yang besar. Panili ini sebenarnya untuk ekspor tetapi karena blokade Belanda menjadi tidak punya nilai di dalam negeri.
Jika dikirim dengan pesawat terbang, panili tidak memerlukan banyak ruang. Demikianlah, Margono lantas meminta memborong panili dengan uang Republik Indonesia.
Panili itu diangkut dengan pesawat yang akan membawa Sjahrir dan Haji Agus Salim ke Singapura tanpa dapat dirintangi Belanda. "Saudara kita orang Tionghoa AP Lim menyelenggarakan penjualannya," ujar Margono.
Dengan uang penjualan panili itulah, dibayar sebagian dari biaya delegasi Sjahrir dan Haji Agus Salim. "Sebenarnya hal ini patut saya rahasiakan kepada mereka sebab adalah tidak sesuai dengan 'martabat' delegasi Republik Indonesia ke PBB, bahwa perjalanan mereka dimungkinkan oleh panili yang diselundupkan," demikian tutup Margono dalam ceritanya.
Saat itu dalam kabinet RI yang pertama dengan Sutan Sjahrir sebagai perdana menteri, Haji Agus Salim menjadi menteri luar negeri. Pada waktu itu RI belum mencapai status de jure pada masa 1946-1947. Untuk itu, Indonesia harus memperkenalkan statusnya kepada dunia.
Untuk keperluan itu, Sjahrir dan Haji Agus Salim harus berangkat ke Lake Success di New York guna membela Indonesia di depan PBB sebagai forum dunia.
Saat itu, Margono Djojohadikusumo yang juga ayah dari begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo menjabat sebagai presiden direktur Bank Negara Indonesia.
Untuk itu, Margono mendapat tugas demi mendapatkan "devisa" kemudian nantinya digunakan membiayai perjalanan Sjahrir dan Haji Agus Salim ke New York. Saat itu, Belanda giat melakukan blokade perdagangan luar negeri bagi Indonesia. Satu-satunya jalan terbuka adalah jalan penyelundupan ke Singapura.
"Kesusahan kerapkali membikin orang menjadi cerdik dan boleh juga jika hendak dikatakan memperluas hati nurani seseorang," tulis Margono dalam bukunya, Kenang-kenangan dari tiga zaman".
Datanglah kecerdikan Margono. Saat itu dia melihat di Temanggung dan Magelang banyak terdapat kebun panili yang besar. Panili ini sebenarnya untuk ekspor tetapi karena blokade Belanda menjadi tidak punya nilai di dalam negeri.
Jika dikirim dengan pesawat terbang, panili tidak memerlukan banyak ruang. Demikianlah, Margono lantas meminta memborong panili dengan uang Republik Indonesia.
Panili itu diangkut dengan pesawat yang akan membawa Sjahrir dan Haji Agus Salim ke Singapura tanpa dapat dirintangi Belanda. "Saudara kita orang Tionghoa AP Lim menyelenggarakan penjualannya," ujar Margono.
Dengan uang penjualan panili itulah, dibayar sebagian dari biaya delegasi Sjahrir dan Haji Agus Salim. "Sebenarnya hal ini patut saya rahasiakan kepada mereka sebab adalah tidak sesuai dengan 'martabat' delegasi Republik Indonesia ke PBB, bahwa perjalanan mereka dimungkinkan oleh panili yang diselundupkan," demikian tutup Margono dalam ceritanya.
Sumber : Merdeka
No comments:
Post a Comment