Jakarta (MI) : Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang 10/Agni Buana Cakti (Yon
Arhanudse 10) Kodam Jaya memiliki program yang membanggakan. Yakni,
pengembangan pembuatan pesawat aeromodelling dengan metode terbaru dan
berbiaya murah. Program itu akan menjadi contoh sekaligus akan
diterapkan di seluruh kesatuan TNI AD di Tanah Air.
Setidaknya puluhan personel Yonarhanudse 10 atau terkenal dengan
Yonarhanudse Gagak sudah dicetak menjadi ahli pembuat pesawat
aeromodelling sejak tahun lalu. Tidak hanya itu, banyak anggota TNI AD
dari batalyon lain di Indonesia belajar membuat pesawat remote control
itu di Yonarhanudse Gagak, Bintaro, Jakarta Selatan.
Guna menguji kepiawaian pembuatnya, Komandan Yonarhanudse-10,
Letkol (Arh) Riksawan Ardhianto, mengadakan dua kali lomba antar baterai
(satuan setingkat kompi) di jajarannya. Seperti lomba pesawat
aeromodelling yang baru saja berlangsung di Stadion Gagak Hitam,
Bintaro.
Lomba tersebut tidak asal-asalan. Antar tim peserta lomba all out
menampilkan karya terbaiknya. Alhasil mereka mampu menghadirkan
pesawat-pesawat tempur cantik berbagai model seukuran 1x1 meter. Antara
lain model F 22 Raptor, beberapa tipe pesawat tempur Sukhoi, dan
beberapa model pesawat Aero Fighter. Para penggemar aeromodelling tentu
gemas melihatnya.
Lomba tersebut dinilai dari kemampuan merakit, keunggulan
aerodinamika pesawat, dan cara menerbangkannya. Menariknya, beberapa
pesawat tidak memerlukan landasan pacu untuk take off melainkan cukup
dilempar lalu bisa terbang. Setelah pesawat terbang peserta menunjukkan
kemampuan pesawat dalam berbabagai gerakan manuver.
Di sana juri juga langsung bisa menilai kemampuan aerodinamik
masing-masing pesawat tersebut. “Dengan adanya lomba tersebut diharapkan
akan semakin banyak lagi personel yang mengembangkan skill sebagai
salah satu inovasi latihan dalam meningkatkan kemampuan prajurit di
bidang fungsi teknik kecabangan,” ungkap Riksawan juga.
Menurut Riksawan lagi, pesawat-pesawat aeromodelling itu menunjang
kemampuan prajurit dalam mempertahankan wilayah dari serangan udara
musuh. Sebab pesawat itu dijadikan latihan pembidikan sasaran tembak di
udara. Menurutnya, pengembagan pesawat aeromodelling tidak saja sebagai
sarana latihan pembidikan saja.
Tetapi pihaknya mengembangkannya sebagai pesawat pengintai yang
dilengkapi dengan kamera khusus. “Sudah kita buat dan terus kita
kembangkan satu pesawat intai dengan kamera video yang bisa live dan
kita monitor dengan frekwensi televisi,” ungkapnya.
Sementara itu Komandan Baterai Q Yonarhanudse-15, Kapten (Arh)
Helmi yang mendampingi Letkol (Arh) Riksawan, mengatakan para peserta
yang ikut lomba ibaratnya mereka yang sudah mahir membuat pesawat
aeromodelling. Mereka sudah mengembangkan kemampuan setelah mengikuti
diklat di Yonarhanudse-10 selama sepekan.
“Membuat model pesawat tempur tentu lebih susah. Kalau saat diklat
dasar mereka diajari dari membuat model pesawat glider,” papar juga
Kapten (Arh) Helmi yang juga Koordinator Aeromodelling Gagak Hitam
tersebut. Menurut Helmi juga, pihaknya mengembangkan metode terbaru
pembuatan pesawat aeromodelling bertenaga listrik dan berbodi gabus/foam
depron yang mudah dibentuk.
“Foam depron ini lebih tipis dan lebih padat dibandingkan
sterofoam,” ungkapanya. Metode terbaru ini dinialainya berbiaya lebih
murah dan mudah dikembangkan dibandingkan dengan metode lama. Yaitu,
model pesawat yang menggunakan mesin berbahan bakar minyak, berat
minimal 3 kilogram, biaya malah, dan bersuara keras dan bodi dari kayu
balsa, fiber glass, plastik yang relatif lebih susah dibentuk.
“Biaya satu pesawat dengan metode baru ini sekitar Rp 1 juta, tapi
belum termasuk remote control. Kalau pesawat metode lama biayanya
berkali-kali lipatnya,” pungkasnya. Karena biaya murah, maka dengan
metode terbaru tersebut cocok dipakai latihan menembak. Metode ini juga
akan dikembangkan di seluruh Arhanud TNI AD di Indonesia. Menurutnya
pihaknya sudah mencoba menembak pesawat aeromodelling tersebut sebagai
latihan menembak.
“Menembaknya pakai meriam. Menembak sasaran pesawat aeromodelling
ini lebih susah, karena ukurannya lebih kecil dan gerakannya lebih
lincah dari pesawat beneran,” tegasnya. Dikatakan, pembuatan pesawat
tersebut dimulai dari persiapan bahan gabus depron dengan ketebalan 6mm
untuk bodi, gambar desain pesawat yang akan dibuat, lem gabus, pisau
cutter, penggaris besi, batang fiber carbon atau dapat menggunakan
bambu, plester/lakban dan solder.
Pertama, gambar desain pesawat digambarkan pada gabus depron.
“Gambar desain ini dapat diperoleh dari desain pesawat yang tersedia di
internet atau dirancang sendiri sesuai kaidah aerodinamika pesawat
udara,” paparnya lagi. Potong depron sesuai desain bagian-bagian pesawat
dengan menggunakan pisau cutter. Rangkai dan rekatkan bagian-bagian
tersebut dengan lem gabus sehingga membentuk pesawat.
Pesawat yang diluncurkan dengan cara dilempar atau hand-launched
umumnya tidak memakai roda, sedangkan pesawat yang menggunakan landasan
untuk take off dapat dipasang roda berbahan karet lunak berdiameter 3-7
inci sesuai ukuran pesawat. “Sedangkan jenis pesawat amfibi tidak
menggunakan roda, namun dapat meluncur dari tanah, landasan atau dari
permukaan air yang tenang,” pungkasnya.
Setelah bentuk konstruksi pesawat lengkap dipasang perangkat
elektronik berupa motor listrik dan propeller (baling-baling),
servo-servo dan ESC (electronic speed control) serta perangkat
elektronik tambahan sesuai fungsi pesawat. Helmi mengaku belajar
mengembangkan pesawat aeromodelling ini dari banyak sumber.
Sumber : Sumeks
Sumber : Sumeks
No comments:
Post a Comment