MANADO (MI) : Nasib Jacklyn Paul Greame dan Richard Wayne, dua warga negara Australia di Bandara Samratulangi Manado
hingga Jumat (24/10/2014), masih belum jelas. Kedua pilot pesawat
Beechcraft BE55 yang dicegat jet tempur TNI Angkatan Udara itu pun masih
sulit ditemui.
Salah seorang anggota TNI-AU yang tidak mau
menyebutkan namanya sempat menjelaskan bahwa kedua warga asing itu telah
menyelesaikan administrasinya dan tinggal menunggu keluarnya izin untuk
melintas (security cleareance) yang dikeluarkan Markas TNI-AU di
Jakarta. Namun hingga pukul 14.30 WITA tidak ada tanda-tanda keduanya
bisa melanjutkan perjalanan ke Filipina.
Sementara itu, Pelaksana
Harian Otoritas Bandara Wilayah VIII Manado, Syaifullah Siregar
mengatakan bahwa pihaknya telah mewawancarai kedua warga Australia
tersebut tadi malam.
"Semuanya baik-baik saja. Hasil rilisnya
sudah kami kirim ke Jakarta. Jadi tinggal menunggu keluarnya security
cleareance dari Mabes TNI-AU dan Exit Permit dari Kemenlu," ujar
Syaifullah.
Dia mengaku sudah menelepon ke Jakarta tadi pagi dan
mendapat kabar bahwa izin terbang (flight approved) sedang disiapkan di
Kementerian Perhubungan.
"Mudah-mudahan hari ini sudah bisa
selesai dokumennya semua dan mereka bisa segera kembali melanjutkan
perjalanan," tambah Syaifullah.
Komandan Lanudsri Kolonel
Penerbang Hesly Paat menegaskan bahwa pilotnya sudah tidak ada masalah
dan saat ini tinggal menunggu kepastian dari Mabes TNI-AU. Namun dari
pengamatan di Lanudsri, belum ada tanda-tanda kedua warga Australia itu
akan segera dibebaskan.
Sementara itu, pesawat yang dipaksa
mendarat itu masih dipasangi garis polisi di Apron Pangkalan Udara
Samratulangi (Lanudsri) Manado. Sebelumnya, pada Kamis malam, beredar
kabar keduanya kemungkinan bisa dilepas subuh tadi.
Aaku Salah Melintasi Wilayah Udara Indonesia Tanpa Izin
Jacklin Paul Grame dan Maclen Richard Wayne, dua pilot asal Australia
yang ditahan oleh pihak TNI Angkatan Udara di Pangkalan Udara
Samratulangi (Lanudsri) mengakui kesalahan mereka melintasi wilayah
udara Indonesia tanpa izin.
"Iya mereka sudah mengakui kesalahan
dan siap membayar denda sesuai dengan undang-undang yang kita miliki,"
ujar Pelaksana Harian Otoritas Bandara Udara Wilayah VIII Manado,
Syaifullah Siregar, Kamis (23/10/2014).
"Sesuai Undang-undang No 1
tahun 2009 pasal 402 tentang Penerbangan mereka bisa dipidana penjara
paling lama tiga tahun atau denda paling banyak lima ratus juta rupiah,"
kata Syaifullah.
Namun sesuai dengan aturan turunan undang-undang tersebut kedua WNA Australia itu hanya akan dikenakan denda Rp 60 juta.
"Mereka
sudah setuju membayar dendanya. Maunya mereka bayar pakai credit card,
tetapi kita tidak mau. Harus cash karena harus langsung disetor ke kas
negara," tambah Syaifullah.
Namun, menurut dia sebelum menerapkan
denda, pihaknya masih harus menunggu Security Clearence yang dikeluarkan
Mabes Angkatan Udara sebelum mengeluarkan izin untuk melakukan
penerbangan kembali.
"Jadi tugas kami hanya administrasi saja, soal security clearence-nya menjadi kewenangan Angkatan Udara," kata Syaifullah.
Saat
ini, kedua WNA Australia tersebut masih berada di Lanudsri Manado. Saat
ingin diwawancara, pihak Lanudsri belum mengizinkan.
"Mereka masih istirahat tidur," kata salah satu anggota TNI-AU yang berjaga.
Kedua
WNA tersebut menjadi berita utama di luar negeri, terutama di
Australia, ketika pesawat kecil mereka dipaksa turun oleh dua jet tempur
Sukhoi milik TNI Angkatan Udara, Rabu siang. Saat terdeteksi radar,
awalnya mereka tidak mau meninggalkan wilayah udara Indonesia. Saat
berada di atas udara Manado, kemudian dua Sukhoi memaksa mereka mendarat
di Manado.
Dari informasi yang diperoleh, kedua pilot tersebut
akan menerbangkan pesawat jenis Beechcraft BE55 tersebut menuju ke
Filipina dari Australia. Pesawat itu telah dibeli oleh seseorang di
Cebu, Filipina.
Sumber : TRIBUNNEWS
No comments:
Post a Comment