Jakarta (MI) : Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengatakan, proyek bersama pembuatan pesawat canggih Korean Fighter Experiment (KFX) ditunda pelaksanaannya.
"KFX ditunda pelaksananya disesuaikan dengan pengembangan teknologi. Apalagi Pemerintah Korea Selatan baru mengalami pergantian," kata Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono seusai penutupan Kongres ke-68 Dewan Olahraga Militer Internasional (CISM - Conseille International du Sport Militaire), di Jakarta, Kamis (16/5).
Dia menegaskan, penundaan tersebut tidak akan berdampak negatif. "Tidak ada pengaruhnya penundaan itu. Itu di luar Minimum Essential Force kita," tegasnya.
Terpisah Komisi I DPR akan mengagendakan rapat dengan Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan jajaran TNI. Rapat tersebut untuk membahas proses modernisasi alutsista yang dalam prosesnya bermasalah.
Komisi I juga bakal meminta penjelasan terkait proyek bersama pembuatan pesawat canggih KFX yang dihentikan sepihak oleh Korea Selatan (Korsel) dan telah merugikan Indonesia sebagai mitranya.
"Dalam rapat internal di Komisi I Senin (13/5) diputuskan, kita akan mempertanyakan kenapa perjanjian itu lemah. Sehingga, Korsel secara sepihak bisa dengan seenaknya membatalkan proyek kerjasamanya," kata Wakil Ketua Komisi I Tubagus Hasanuddin di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dia mengungkapkan, kerjasama pembelian tiga kapal selam dari Korsel juga akan dipertanyakan Komisi I. Pasalnya, ternyata teknologi kapal selam dari Korsel itu menggunakan teknologi Jerman. Sedangkan Jerman sendiri hanya memberikan lisensi teknologi kapal selam itu kepada Turki.
"Kita dapat surat dari pemerintah Jerman yang isinya mempertanyakan langkah pemerintah RI membeli kapal selam dari Korsel, yang menggunakan sistem teknologi yang dimiliki Jerman. Di mana, dalam surat tersebut disebutkan bahwa pihak Korsel tidak mendapat lisensi teknologi dari Jerman. Lisensinya hanya diberikan pada Turki saja," ungkapnya.
Dia menjelaskan, surat dari Jerman sebenarnya memperingatkan Indonesia agar hati-hati saja atas kapal selam yang dibeli dari Korsel. Mengingat, tidak ada jaminan lisensi dari negara pemilik teknologinya. Dikatakan, secara etika semestinya Korsel harus meminta izin terlebih dahulu ke Jerman.
Kejadian tersebut, lanjut dia, berpengaruh pada upaya modernisasi alutsista TNI Aangkatan Laut (AL). "Saran Komisi I, TNI AL nyari lagi saja kapal selam yang tidak bermasalah. Karena, saat ini banyak negara produsen kapal selam kok," tandas politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
Sumber : Beritasatu
No comments:
Post a Comment