JAKARTA (MI) : Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla,
di kantor Presiden, Jakarta, Selasa (30/12) pagi. untuk pertama kalinya
memimpin sidang kabinet yang membahas tentang Komite Kebijakan Industri
Pertahanan (KKIP).
Dalam pengantarnya, Presiden Jokowi menyampaikan 4 (empat) prioritas
utama dalam kebijakan pertahanan, yaitu pertama: menjamin pemenuhan
pertahanan baik yang berkaitan dengan kesejahteraan prajurit maupun
penyediaan alutsista.
Kedua, lanjut Presiden Jokowi, kemandirian pertahanan. “Ini yang
harus kita wujudkan agar kita tidak ketergantungan pada impor,”
tuturnya.
Yang ketiga, Presiden Jokowi menegaskan, bahwa pertahanan bukan hanya
sekedar memenuhi kekuatan pokok minimun namun harus ditujukan untuk
membangun kekuatan TNI sebagai sebuah kekuatan yang disegani.
Keempat, menempatkan kebijakan pertahanan negara sebagai bagian integral dari pendekatan keamanan yang komprehensif.
Presiden menjelaskan, kemandirian industri pertahanan bisa dicapai
dengan beberapa pendekatan yang bisa dilakukan secara simultan. Pertama,
sebut Presiden, dilakukan melalui transfer teknologi, dimana diharapkan
setiap pembelian senjata harus disertai transfer teknologi ke industri
strategis, baik PT PAL, PT Pindad, PT DI.
Kedua, siklus produksi senjata yang dilakukan dengan meninggalkan kebiasaan membeli senjata tanpa dikaitkan dengan siklus produksinya.
Yang ketiga mengenai integritas sistem, menurut Presiden Jokowi,
pengadaan alutsisa itu satu matra bisa terhubung dengan alutsista ke
matra yg lain.
Presiden menunjuk contoh, tank AD tidak bisa melakukan operasi
terpadu dengan pesawat tempur angkatan udara atau kapal perang angkatan
laut. “Ini yang harus kita hindari jangan sampai itu terjadi,”
tegasnya.
Kemandirian industri pertahanan itu, lanjut Presiden Jokowi, juga harus dikaitkan dengan perbaikan manajemen BUMN.
Presiden mengingatkan, agar BUMN strategis di sektor industri
pertahanan harus mulai melakukan perbaikan total, baik yang berkaitan
dengan daya saing, produktivitas, kapasitas produksi yang ada di Pindad,
PT DI, dan PAL, sehingga kita mampu bermitra dengan industri pertahanan
skala global, seperti Korea selatan, Eropa Barat dan Amerika.
“Oleh karena itu, rencana strategis pengembangan industri pertahanan
harus jangka panjang. Berbicaranya jangan hanya setahun dua tahun tapi
jangka panjang,” tutur Jokowi.
Agar industri pertahanan lebih efisien, menurut Presiden, kita harus
menemukan teknologi ganda sipil militer. Artinya, bahwa industri bukan
hanya untuk kebutuhan pertahanan tetapi juga untuk kebutuhan mon
pertahanan, misalnya komponen Anoa dari Pindad bisa juga bisa dipakai
untuk komponen truk komersial.
Presiden juga menunjuk, produksi kapal perang PT PAL, diharapkan bisa
dipakai untuk kapal niaga dan nelayan. Kemudian CN 295 produksi PT
Dirgantara Indonesia (DI) juga harus bisa masuk ke industri pertahanan
sipil.
Laut Pekarangan
Pada kesempatan itu, Presiden Jokowi juga mengingatkan bahwa
pekarangan rumah adalah laut, dan negara kita adalah negara lautan yang
di dalamnya banyak pulau-pulau. Karena itu, Presiden mengingatkan, bahwa
gagasan kembali ke maritim jangan hanya diterjemahkan dengan hal yang
berkaitan dengan tol laut, pelabuhan, kapal perintis.
“Yang paling penting bahwa membenahi industri maritim, industri
galangan kapal, yang kita lakukan sendiri hal yang paling penting,” kata
Presiden seraya menyebutkan, jika kita tidak melakukan, maka
nanti pemain luar akan dominan dan masuk dan kita hanya akan jadi penonton.
nanti pemain luar akan dominan dan masuk dan kita hanya akan jadi penonton.
Sidang KKIP itu dihadiri oleh sejumlah menteri, di antaranya Menko
Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno, Menko Maritim Indroyono Soesilo, Menteri
Pertahanan Ryarmirzad Ryacudu, Menlu Retno Marsudi, Sekretaris Kabinet
Andi Wijayanto, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menkominfo Rudiantara,
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Anies Baswedan, Kepala Bappenas Andrinov Chaniago, Kapolri Jendral
Sutarman, dan Sekjen Kemhan Letjen TNI Ediwan Prabowo sebagai Sekretaris
KKIP.
Sumber : Beritasatu ,
No comments:
Post a Comment