Thursday, April 11, 2013

Asal usul pasukan elit



Merdeka (MI) : Riuh rendah berita penyerangan Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta pada 23 Maret 2013 lalu masih terasa hingga sekarang. Apalagi setelah para pelaku berhasil diungkap oleh Tim Investigasi TNI AD pada Kamis, 4 April 2013. Hasilnya, 11 anggota Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan ditetapkan sebagai pelaku penembakan 4 napi titipan polisi di Lapas Cebongan.
Kopassus merupakan tim elit TNI AD. Kenapa disebut tim elit? Sesuai dengan istilah kata Elit yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti orang-orang terbaik atau pilihan di suatu kelompok, maka tim ini konon berisi prajurit pilihan yang memiliki kemampuan khusus dibanding pasukan lain. Tim elit tidak hanya dimiliki TNI AD, tetapi juga AL, AU, dan Polri.
Sepanjang peradaban manusia, kita mengenal beberapa pasukan khusus yang pernah ada. Misalnya Pasukan elite di era Kekaisaran Akhemania (Persia) Kuno yang disebut Immortal. Nama pasukan ini diberikan oleh Herodotus. Tugas mereka sebagai Garda Imperial, bertugas melindungi kekaisaran jika ada serangan dari luar.
Kemudian pasukan berjuluk The Hashishin. Pasukan ini terbentuk di Iran sekitar abad ke-12. Mereka dikenal memiliki kemampuan lihai untuk menculik dan membunuh musuh, terutama dengan pedang.
Di era modern, beberapa negara juga memiliki istilah sendiri untuk pasukan khusus mereka. Misal Israil, memiliki Israeli Special Forces yang dibentuk pada 1948 sebagai satuan khusus misi pengintaian. Kemudian Navi Seals pasukan khusus Amerika yang dibentuk pada masa pemerintahan President John F. Kennedy.
Lalu bagaimana di Indonesia? Dalam Serat Pararaton, kitab tentang mitologi raja-raja jawa pertengahan, konon diceritakan bahwa Majapahit juga sudah pernah membentuk pasukan khusus Bhayangkara yang dikepalai oleh Patih Gajah Mada. Pasukan ini dibentuk pada masa pemerintahan Raja Jayanagara (1309-1328). Tugas mereka melindungi kerajaan dari serangan luar.
Kisah Majapahit itu mitos lama yang dikisahkan dari naskah kuno di abad ke-15. Sekarang coba kita meloncat jauh ke zaman paska kemerdekaan 1945. Dalam berbagai catatan sejarah militer Indonesia, cikal bakal lahirnya TNI merupakan akumulasi gabungan para pejuang, baik didikan Jepang (PETA), Belanda (KNIL) maupun laskar rakyat. Pada 22 Agustus 1945, ketika sidang PPKI, dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR).
Kemudian setelah Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, tiga bulan berikutnya BKR diubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) melalui Keputusan Presiden tanggal 5 Oktober 1945. Tanggal itu ditetapkan sebagai hari lahirnya TNI. Selang tiga bulan, TKR diubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat, dan kembali diubah 17 hari berikutnya menjadi Tentara Republik Indonesia.
Meski sudah terbentuk TRI, ternyata masih ada barisan-barisan bersenjata lain. Maka pada 5 Mei 1947, Soekarno menggabung TRI dengan seluruh satuan bersenjata itu menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). TNI terbagi menjadi tiga angkatan bersenjata, Angkatan Darat (AD), Laut (AL) dan Udara (AU). TNI juga digabung dengan Polri di bawah naungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Nah, dari setiap angkatan bersenjata itu--AD, AL, dan AU, masing-masing memiliki tim elit sendiri-sendiri. AD memiliki Resimen Komando Angkatan Darat (KKAD), kemudian berganti nama menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RKAD), lalu kemudian berganti menjadi Kopassus.
Sementara AL memiliki Korps Komando (KKO) AL dan Komando Pasukan Katak (Kopaska). KKO pada masa pemerintahan Orde Baru berganti nama menjadi Korps Marinir. Adapun AU memiliki Pasukan Gerak Tjepat (PGT), yang belakangan berubah menjadi Pasukan Khas (Paskhas) AU. Sementara pasukan elit Polri ketika itu adalah Resimen Pelopor, sebagai cikal bakal Brigade Mobil (Brimob).
Kalau sekarang? Istilah pasukan elit semakin mengerucut menjadi pasukan khusus. Misalnya Kopassus, memiliki detasemen khusus anti teror 81. Berikutnya TNI AL, membentuk Detasemen Jalamangkara untuk penanggulangan teror. Sementara TNI AU memiliki detasemen Bravo, Polri membentuk detasemen anti teror densus 88.


Sumber : Merdeka

No comments:

Post a Comment