Bogor (MI) : Pengelolaan dan pengawasan kedaulatan udara Indonesia belum dikuasai penuh oleh pemerintah Indonesia meskipun Indonesia telah merdeka sejak 1945. Sejak 1946, wilayah udara sektor ABC atau di area Kepulauan Riau, yakni Kepulauan Natuna, masih dikendalikan oleh otoritas Singapura.
Hal ini karena sistem Flight Information Region (FIR) masih dipegang oleh menara kontrol udara atau Air Traffic Control (ATC) Singapura. Konsekuensinya pesawat sipil hingga tempur TNI harus izin kepada otoritas penerbangan sipil Singapura untuk tujuan koordinasi bila melewati wilayah sekitar Natuna. Hal ini karena diatur oleh regulasi internasional.
"Akibatnya pesawat militer latihan harus izin Singapura," kata Praktisi Penerbangan Indonesia Sudharmono pada acara diskusi navigasi dan penerbangan di Kantor LAPAN, Bogor, Kamis (19/3/2015).
Izin tersebut harus dilakukan karena menyangkut lalu lintas pergerakan penerbangan sipil di atas Natuna.
"Itu harus memberitahukan terkait keselamatan penerbangan sipil supaya nggak terjadi konflik dalam arti penerbangan bisa tabrakan," ujarnya.
Pengelolaan ruang udara oleh Singapura di atas sektor ABC sudah berlangsung sejak lama. Pemerintah Indonesia secara regulasi memang harus mengambil alih pengaturan dan pengelolaan 100% terhadap wilayah udara Indonesia.
Tantangannya adalah Singapura telah memiliki sumberdaya manusia terkait navigasi, peralatan, regulasi, hingga regulator yang sangat mumpuni dan mendukung.
"Rebut itu semua, kita harus bangun infrastruktur regulasi, SDM dan lobi. Itu lobi ICAO, IATA dengan negara lain seperti Singapura. Kita siapkan SDM dan peralatan butuh waktu 10 tahun," jelasnya.
Selain masalah kedaulatan, banyak manfaat yang diperoleh Indonesia bila ruang udara wilayah Natuna sektor ABC dipegang oleh ATC Indonesia.
"Secara ekonomi air space memang lewati laut. Di sana ada ongkos. Biaya komunikasi, biaya navigasi, biaya surveillance, biaya pengaturan lalu lintas," sebutnya.
Sumber : Detik
No comments:
Post a Comment