Thursday, October 9, 2014

Ketika para makelar senjata tergiur pengadaan Tank Leopard TNI

Ketika para makelar senjata tergiur pengadaan Tank Leopard TNI

Merdeka (MI) : Tank Leopard TNI melaju gagah di perayaan HUT TNI ke-69, 7 Oktober lalu. Inilah tank kelas berat pertama yang dimiliki TNI AD.

Awal pengadaan tank ini menuai polemik. Pro dan kontra muncul terkait pembelian si harimau besi dari Jerman ini. Maklum Leopard bukan barang murah. Ini melibatkan uang triliunan rupiah.

Mantan Kepala Staf TNI AD Jenderal Pramono Edhie membeberkan kisah di balik pembelian Tank Leopard tersebut. Termasuk soal kongkalikong dan banyaknya kepentingan di belakangnya.

"Jumlah uang menjadi 'gula' bagi berbagai pihak dan berupaya dengan berbagai cara agar bisa mendapatkannya," kata Pramono.

Kisah itu ditulis dalam buku 'Pramono Edhie Wibowo dan Cetak Biru Indonesia ke Depan' karya Rajab Ritonga dan diterbitkan QailQita tahun 2014.

Selama ini pembelian senjata selalu menggunakan agen, tidak langsung oleh pemerintah. Kerugian negara akibat praktik itu lebih dari 30 persen.

Pramono kesal dengan praktik itu. Dia mencoba mengubahnya dengan pembelian langsung pemerintah ke pemerintah, tanpa harus melalui calo dan agen. Selama ini selalu ada orang-orang yang diuntungkan dengan pembelian senjata. Bahkan kadang mereka membeli senjata asal-asalan tanpa melihat kebutuhan. Yang penting dapat komisi dan untung.

"Barang yang dibutuhkan tidak dibeli, barang yang dibeli tidak dibutuhkan," kritik Pramono.

Pramono mengaku dimusuhi pihak-pihak yang jadi kehilangan proyek. Dia bahkan dijuluki Mr Leopard dan diserang sana-sini. Tapi Pramono tak peduli, dia tetap bersikeras Indonesia harus punya tank kelas berat tanpa calo atau broker.

Tantangan tak cuma datang dari dalam negeri, Belanda yang sudah setuju menjual tiba-tiba membatalkannya. Pramono pun mengutus Letjen Budiman ke Jerman untuk membeli dari negara tersebut.

Akhirnya tanpa calo dan makelar, proyek itu bisa berlanjut. 61 unit MBT Leopard 2Ri, 42 Leopard 2A4 dan 50 IFV Marder akan jadi milik Indonesia dengan harga USD 280 juta.

Saat dua tank Leopard itu tiba, sekali lagi Pramono tersenyum lebar. Jalan-jalan yang dilalui tank berbobot 62 ton itu tetap utuh, tak ada kerusakan sama sekali. Padahal sebelumnya banyak pihak menyebut Tank Leopard akan menghancurkan jalan dan jembatan di Indonesia.

Apa alasan Pramono mati-matian membeli tank kelas berat?

Sudah puluhan tahun batalyon kavaleri TNI AD mengandalkan tank ringan AMX dan Scorpion. Bobot tank ini di bawah 15 ton, jelas bukan tandingan untuk tank kelas berat.

Sementara itu negara tetangga sudah lama memperkuat satuan kavalerinya dengan tank kelas berat. Malaysia punya 48 unit PT91M sementara Singapura mengandalkan 66 tank Leopard 2A4.

Australia punya 59 buah tank berat M1A1Sas buatan AS. Begitu juga Marinir AS yang berpangkalan di Darwin. Mereka diperkuat MIA2 Abrams.

"Kekuatan TNI AD sudah dianggap uzur oleh mereka. Saat latihan pun, pasukan kavaleri Indonesia tak pede karena tank kalah kelas," kata Pramono.

Kini TNI AD boleh berbangga sebagai pasukan yang memiliki salah satu tank kelas berat terbaik di dunia.



Jenderal TNI AD mau disuap Rp 20 M oleh makelar senjata



Pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI jadi incaran para makelar untuk ikut masuk. Mereka berniat menggelembungkan harga senjata untuk keuntungan pribadi. Para makelar juga menawarkan uang miliaran rupiah agar para jenderal mau bekerja sama.

Salah satu sepak terjang para makelar senjata ini dikisahkan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (TNI AD) Jenderal Purn Pramono Edhie Wibowo. Saat itu TNI AD berniat memesan teropong atau alat bidik untuk senapan serbu SS2 produksi PT Pindad.

Pramono terkejut saat salah satu agen menawarkan teropong dengan harga Rp 30 juta per unit. Padahal harga satu unit senjata SS2 kala itu cuma Ro 9 juta.

"Aneh, harga teropong kok lebih mahal dari harga senjata," kata Pramono Edhie.

Kisah itu ditulis dalam buku 'Pramono Edhie Wibowo dan Cetak Biru Indonesia ke Depan' karya Rajab Ritonga dan diterbitkan QailQita tahun 2014.

Terdorong rasa penasaran, Pramono mengutus anak buahnya menanyakan langsung pada pabrikan di Amerika Serikat. Ternyata harganya cuma Rp 9 juta. Namun pabrik tak mau menjual langsung ke pemerintah Indonesia karena sudah mempunyai kesepakatan dengan si makelar senjata yang telah ditunjuk di Singapura.

Tak hilang akal, si broker kemudian membujuk Jenderal Pramono agar bersedia membeli teropong itu dengan harga Rp 24 juta.
Saat itu TNI AD akan membeli 500 teropong untuk 1 batalyon. Padahal ada 100 batalyon yang memerlukan alat bidik tersebut. Jadi total TNI AD membutuhkan 50.000 teropong. Pramono pun dijanjikan akan dapat komisi lebih dari Rp 20 M.

Namun Pramono mengaku tak tergiur dengan tawaran broker senjata itu. Dia juga mengaku ingin mengikis korupsi alutsita TNI yang merugikan negara.

Pramono Edhie adalah putra komandan legendaris RPKAD Sarwo Edhie Wibowo. Sarwo dulu pernah berpesan pada anak dan menantunya.

"Pergi membawa satu kopor, pulang juga tetap satu kopor," kata Sarwo. Artinya jelas, jangan pernah mengambil apapun dari pangkat dan jabatan. Hal itu dibuktikan Sarwo, hingga akhir hayatnya dia tak punya rumah pribadi.












Sumber :  Merdeka

2 comments:

  1. Alhamdulillah masih ada jga jendral yang jujur...TAHNIA buat Bpk Pramono Edi

    ReplyDelete
  2. Mana tank leopard 2a4 revolution/ri katanya ada 61 kok 1 pun saya gak liat sih

    ReplyDelete