Ilustrasi Pesawat P-51 Mustang AURI melumpuhkan pesawat B-26 Invader AUREV
Jakarta (MI) : Pada awal kemerdekaan, bangsa Indonesia
banyak mengalami peristiwa-peristiwa yang mengarah kepada terjadinya
diintegrasi bangsa. Hal tersebut terjadi karena beberapa sebab
diantaranya adanya ketidakpuasan terhadap kebijakan-kebijakan pusat
terhadap daerah. Sebab inilah yang memicu terjadinya pemberontakan
Permesta di Sulawesi.
Pada tanggal 2 Maret 1957, bertempat di kantor Gubernuran
Ujungpandang telah diadakan pertemuan yang dihadiri oleh tokoh-tokoh
militer maupun sipil. Pertemuan tersebut telah menghasilkan apa yang
disebut dengan “Piagam Perjuangan Semesta” (Permesta). Pada tahapan
selanjutnya, pemberontakan ini telah mendapat bantuan baik dari dalam
maupun dari luar negeri. Salah satu bukti adanya dukungan dari luar
negeri adalah adanya keterlibatan kekuatan udara asing adalah ketika
Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) yang ketika itu mengambil peran
dalam upaya penumpasan pemberontakan Permesta berhasil menembak jatuh
sebuah pesawat B-26 yang ternyata dipiloti oleh Allen Pope yang
berkewarganegaraan Amerika Serikat.
Angkatan Udara Revolusioner yang lebih dikenal dengan AUREV
merupakan kekuatan udara yang dibentuk oleh Permesta dalam rangka
merebut dan menguasai wilayah udara Indonesia. Dengan menguasai wilayah
udara tentunya akan mempermudah pasukan Permesta untuk melancarkan
serangan-serangan ke seluruh wilayah Indonesia Timur.
Pada awal pembentukkan AUREV, yang dijadikan sebagai pusat
kekuatannya adalah Pangkalan Udara Tasuka. Kapten Udara Rambing ditunjuk
sebagai Komandan Kesatuan Darat (Ground Unit). Keadaan semakin
berubah ketika bergabungnya Petit Muharto dan Hadi Sapandi yang datang
dengan membawa dua Pesawat P-51 Mustang dan tiga Pembom B-26 Invander
yang merupakan bantuan dari Amerika, diterbangkan langsung dari
pangkalan udara Clark Field di Fhilipina Selatan. Muharto kemudian
diangkat sebagai Kepala Staf AUREV dengan pangkat “Komodor Muda Udara“
sedangkan wakilnya Hadi Sapandi dengan pangkat “Mayor Udara”.
Alutsista yang menjadi kekuatan utama AUREV secara keseluruhan
didatangkan dari luar negeri. Tidak ada satupun pesawat AUREV yang
merupakan milik AURI ataupun penerbangan sipil Indonesia. Pesawat yang
menjadi kekuatan AUREV terdiri dari pesawat pembom (Attack) empat buah B-26, pesawat pemburu P-51 Mustang dua buah, pesawat angkut type Curtiss C-46 “Commando” dua
buah, Lockheed 12, selain itu pesawat-pesawat DC-3/C-47 “Dakota” dan
DC-4/C-54 “Skymaster”. AUREV juga telah menyiapkan 15 pesawat pengebom
B-26 untuk Permesta yang merupakan bantuan dari pihak asing.
Pesawat-pesawat tersebut disiagakan di sebuah lapangan terbang di
Filipina.
Secara keseluruhan, warga negara asing yang mendukung AUREV adalah
terdiri dari 14 orang dari Amerika (enam orang awak pesawat/penerbang
dan telegrafis udara, enam orang pelayanan di darat/ montir pesawat dan
dua orang petugas lain/perhubungan dan sandi), tujuh orang dari
Fhilipina (dua orang penerbang dan lima orang pembantu montir pesawat)
serta 18 orang warga Thionghoa yang meliputi awak pesawat dan pelayanan
di darat.
Secara umum, bangsa Indonesia yang terlibat dalam AUREV berada pada
pekerjaan administrasi sedangkan pada awak pesawat hanya sedikit sekali
yaitu sembilan orang sebagai telegrafis udara dan dua orang penerbang
yaitu Petit Muharto dan Hadi Sapandi sisanya selain tenaga administrasi
juga sebagai pasukan pertahanan pangkalan. Maka dapat kita simpulkan
bahwa kegiatan operasi penerbangan AUREV sangat dikuasai oleh bangsa
asing.
Serangan udara pertama yang dilakukan adalah serangan terhadap
Mapanget pada tanggal 12 April 1958. Serangan tersebut dilakukan dengan
menggunakan pesawat pembom B-26 Invander yang tinggal landas langsung
dari Pangkalan Udara Clark Field di Filiphina. Keesokan harinya serangan
udara kembali dilakukan, yang menjadi sasaran adalah kota Makassar dan
Balikpapan. Allen Lawrence Pope menjadi aktor utama dalam
penyerangan-penyerangan yang dilakukan oleh AUREV dengan menggunakan
pesawat pembon B-26 Invander. Pada tanggal 29 April 1958 kira-kira jam
14.00, pesawat pembom B-26 AUREV dengan penerbang Allen Lawrence Pope
telah melakukan suatu serangan udara terhadap Detasemen Angkatan Udara
Kendari. Pada tanggal 30 April 1958, Pope kembali menyerang dan yang
menjadi sasaran adalah daerah Donggala dan Palu. Serangan dilakukan pada
sekitar pukul 04.00 WITA.
Kepulan asap sisa-sisa pemboman AUREV
Pada tanggal 1 Mei 1958, pesawat B-26 AUREV menyebarkan Pamflet yang
isinya menyatakan bahwa Rakyat Ambon supaya menjauhi obyek-obyek militer
karena Permesta akan melakukan serangan-serangan. Keesokan harinya, 2
Mei 1958 hal tersebut benar-benar terjadi yaitu ketika pesawat pembom
AUREV benar-benar melakukan serangan terhadap kota Ambon. Serangan
selanjutnya adalah pada tanggal 7 Mei 1958 kira-kira jam 06.00, AUREV
melakukan serangan udara terhadap Pangkalan Udara Ambon.
Pada tanggal
8 Mei 1958 kira-kira pukul 17.00, kembali melakukan penyerangan
terhadap Detasemen Angkatan Udara Liang/Ambon. Pada tanggal 15 Mei 1958
kira-kira pukul 05.30, melakukan penyerangan terhadap sebuah kapal motor
dipelabuhan Ambon. Pada tanggal 18 Mei 1958 kira-kira pukul 06.00
penyerangan dilakukan tehadap Pangkalan Udara Pattimura/Ambon.
Satu momen bersejarah saat AURI menumpas pemberontakan Permesta
adalah ketika seorang penerbang AURI dapat menembak jatuh sebuah pesawat
B 26 Invander AUREV. Pagi itu, pada tanggal 18 Mei 1958 di Pangkalan
Udara Liang, Kapten Udara Ignatius Dewanto tengah bersiap di kockpit P-51 Mustang. Dia ditugaskan menyerang pangkalan udara AUREV di Sulawesi Utara. Hanya beberapa saat sebelum Dewanto take off menuju Manado, dia menerima sebuah berita yang memaksanya membatalkan serangan ke Manado dan harus mengarahkan pesawat ke Ambon karena kota tersebut dibom oleh B-26 Invader AUREV.
Ketika berada di atas udara Ambon, Dewanto melihat asap mengepul di
mana-mana. Puing-puing berserakan, menandakan baru saja terjadi serangan
udara terhadap Ambon. Pesawat kemudian dibawa untuk berputar-putar
sejenak, B-26 Invader AUREV tidak terlihat. Kemudian pesawatnya diarahkan ke barat. Ferry tank dilepas untuk menambah kelincahan pesawat.
Dewanto penerbang Pesawat P-51 Mustang
Dewanto terbang rendah, saat pandangannya tertuju ke konvoi kapal ALRI, sekelebat dilihatnya pesawat B-26 Invader AUREV.
Pesawat tersebut ternyata tengah melaju ke arah konvoi kapal ALRI
tersebut. Dewanto terbang mengejar dan beruntung bisa menempatkan diri
persis berada di belakang B-26 tersebut. Walau sempat ragu karena posisi
musuh tepat antara kapal dan dia, Kapten Dewanto segera menembak dengan
roketnya, tapi meleset yang kemudian disusul dengan tembakan 12,7 mm,
karena tembakan rentetan dan jaraknya sudah lebih dekat kemungkinan kena
lebih besar. Alhasil, B-26 yang diterbangkan seorang serdadu bayaran
bernama Allen Lawrence Pope
beserta juru radio Hary Rantung (bekas AURI), terbakar dan tercebur ke
laut. Posisi jatuhnya pesawat B-26 tersebut pada koordinat 03.40 LS dan
127.51 BT.
Dewanto yakin peluru 12,7 mm nya mengenai sasaran, hal ini
dikuatkan dengan adanya asap yang mengepul keluar dari badan pesawat.
Sementara dua awak pesawat B-26 kelihatan meloncat menggunakan parasut.
Sewaktu berusaha mendarat payung Allen Pope menyangkut di pohon kelapa
di Pulau Tiga, ketika hendak turun dari pohon kelapa ia terhempas ke
batu karang sehingga kakinya patah dan badannya luka-luka. Sementara
yang seorang lagi operator Radio Harry Rantung bekas anggota AURI juga
jatuh ke laut kemudian dapat berenang ke tepi, akhirnya keduanya dapat
ditangkap.
Sejak tertangkapnya Allen Pope, kekuatan AUREV telah lumpuh serta
keunggulan di udara di wilayah Indonesia Timur dikuasai AURI.
Operasi-operasi pendaratan-pendaratan berhasil dilakukan diberbagai
tempat oleh pasukan gabungan TNI. Peristiwa ini telah berdampak kepada
pemerintah Amerika Serikat untuk mengubah sikapnya terhadap Indonesia.
Washington menjadi ramah dengan harapan Indonesia itu akan diam. Bola
politik benar-benar dimainkan oleh Presiden Soekarno. Penahanan Pope
diulur untuk mendapatkan manfaat keramahtamahan diplomasi Amerika
Serikat. Embargo senjata terhadap Republik Indonesia dicabut. Pemerintah
Amerika Serikat segera menyetujui pembelian senjata juga berbagai suku
cadang yang dibutuhkan TNI termasuk suku cadang persawat terbang AURI.
Sidang pengadilan militer Allen Lawrence Pope
Allen Pope kemudian dihadapkan ke pengadilan militer kemudian
dijatuhi hukuman mati sedanggkan Harry Rantung diganjar hukuman 15
tahun. Setelah John F. Kennedy menjadi Presiden Amerika Serikat,
hubungan Amerika Serikat dengan Presiden Soekarno mengalami perbaikan.
Pemerintah Amerika Serikat busaha juga untuk mbebaskan Allen Pope. Jaksa
Agung Amerika Serikat diutus ke Jakarta untuk menemui Presiden
Soekarno dengan mbawa surat Kepresidenan yang isinya agar Pope
dibebaskan.
Sumber : TNI AU
No comments:
Post a Comment