Foto: Sydney Morning Herald
Sidney (MI) : Seorang peneliti di
Australia membeber sebuah dokumen rahasia tahun 1983 yang berisi aksi
militer Indonesia menggunakan bom napalm untuk membakar rakyat Timor
Timur (Timtim). Aksi militer Indonesia menggunakan bom napalm itu juga
diketahui oleh pemerintah Australia dan Amerika Serikat.
Adalah Clinton Fernandes, peneliti
sekaligus lektor kepala di Akademi Angkatan Bersenjata Australia yang
telah menemukan sebuah dokumen rahasia milik diplomat asal Negeri
Kanguru itu. Dokumen dengan tanggal 3 Oktober 1983 berklasifikasi
rahasia itu ditemukan di Arsip Nasional Australia.
Penemuan itu menjadi sebuah terobosan bagi
Profesor Fernandes dalam penelitian panjangnya tentang hal-hal yang
diketahui Australia terkait kejahatan perang yang dilakukan Indonesia di
negara bekas jajahan Portugis itu. Dokumen terbaru itu seolah
mengulangi pertanyaan atas bantahan Indonesia tentang penggunaan senjata
terlarang selama 24 menduduki menduduki Timor Timur.
Salah satu dokumen yang ditemukan Dr
Fernandes adalah surat dari konsulat Australia di Bali, Malcolm Mann
kepada penasihat Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Dennis Richardson
pada 26 September 1983. Isi dokumen itu adalah laporan dari hasil
pembicaraan Malcolm dengan konsulat AS di Surabaya kala itu, Jay
McNaughton.
Seperti dituturkan Malcolm dalam suratnya
ke Richardson kala itu, McNaughton mengaku pernah melihat laporan
intelijen yang menyebut tentara TNI Angkatan Udara memasang tangki
napalm pada pesawat tempur F5 untuk digunakan di wilayah Indonesia. Tiga
tahun sebelumnya, Indonesia memang mendapatkan selusin pesawat tempur
buatan Northrop itu dari AS.
Menurut McNaughton, kala itu ada ahli dari
AS yang dimintai tolong untuk memasang tangki-tangki napalm. Sebab, TNI
AU kesulitan memasang tangki-tangki untuk napalm itu pada pesawat
tempur F5.
Selanjutnya, Richardson meminta Kedutaan
AS di Jakarta untuk mengonfirmasi apakah Indonesia memang telah meminta
bantuan untuk memasang tangki napalm di F5. Ternyata, Richardson
diberitahu bahwa ada kontraktor AS telah digaet oleh Indonesia karena
tangki-tangki napalm dibuat di Italia dan diperlukan modifikasi untuk
bisa dipasang di F5.
Surat Konsulat Australia di Bali ke Kedubes Australia di Jakarta. Foto: Sydney Morning Herald
Pada awal November 1983, Richardson lantas
meneruskan laporannya itu ke Kementerian Luar Nageri Australia di
Canberra. Ia menambahkan dalam catatannya bahwa bantuan teknisi AS
sangat erat kaitannya dengan operasi militer Indonesia di Timor Timur.
Seiring munculnya penolakan dari dunia
Internasioal atas penggunaan bom napalm di Perang Vietnam, penggunaan
senjata pembakar terhadap warga sipil dilarang berdasarkan konvensi PBB
tahun 1980. Konvensi itu melarang senjata konvensional yang menimbulkan
efek bahaya luar biasa dan menimbulkan dampak tanpa padang bulu. Hanya
saja, kala itu Indonesia memang tidak ikut menandatangani Konvensi PBB
itu.
Berdasarkan peneluruan Dr Fernandes atas
dokumen-dokumen Kementerian Luar Negeri Australia, kala itu Kedubes
Australid di Jakarta memang tidak bertindak untuk memprotes Indonesia.
Bahkan pemerintahan Australia yang kala itu dipimpin Perdana Menteri Bob
Hawke juga tak bereaksi karena justru sangat ingin memperbaiki hubungan
dengan Indonesia demi memuluskan negosiasi soal cadangan minyak dan gas
di Laut Timor.
Tuduhan awal bahwa Indonesia menggunakan
bom pembakar terhadap warga sipil Timor Timur itu muncul pada tahun
2006, sebagaimana terungkap dalam laporan Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi (KKR). Saksi yang dikutip dalam laporan KKR, Lucas da Costa
Xavier menuturkan, pepohonan dan rerumputan terbakar begitu terkena bom
yang dijatuhkan pesawat TNI AU.
“Banyak warga sipil meninggal karena
meminum air yang terkontaminasi pecahan bom yang dijatuhkan dari
pesawat, dan banyak lainnya tewas terbakar. Kala itu musim panas,
sehingga rumput mudah terbakar,” kenangnya.
Namun, Menteri Pertahanan RI kala itu,
Juwono Sudarsono membantahnya dengan menyebut serangan itu “tak pernah
terjadi”. “Bagaimana bisa kami menggunakan napalm melawan warga Timor
Timur? Waktu itu kami tidak punya kemampuan untuk mengimpor, apalagi
membuat napalm sendiri,” kata Juwono.
Clinton Fernandes. Foto: The Age
Bantahan itu juga tak menghentikan
Fernandes untuk mendalami kekejaman Indonesia di negeri yang kini
bernama Timor Leste itu. Ia menyebut dokumen Kementerian Luar Negei
Australia yang baru itu itu sangat signifikan karena menjadi bukti kuat
pertama. Sebab, penggunaan bom napalm itu terungkap dari catatan resmi,
dan bukan dari kesaksian warga yang selamat.
Fernandes menambahkan, kala itu
pemerintahan Partai Buruh yang dipimpin Bob Hawke baru saja berkuasa dan
tahu betul bahwa militer Indonesia melakukan tidak kejahatan terhadap
kemansian. “Termasuk membakar orang-orang hidup-hidup dengan napalm,
tapi mereka (pemerintahan Bob Hawke, red) tidak bicara dan melakukan
apapun,” kata Fernandes.
Australia pun sadar dokumen rahasia itu
akan mengungkap info intelijen yang sensitif dan berpotensi merusak
hubungan dengan Indonesia. Karenanya, Jaksa Agung Australia telah
mengetatkan informasi yang sensitif.
Namun, Fernandes tak ciut nyali.
“Pemerintahan saat ini seharusnya membuka semua dokumen yang relevan
sehingga kebenaran penuh akan muncul,” katanya.
Sumber : JPNN
australia sampai kiamatpun musuh besar bangsa indonesia dari selatan ...mereka bulek 2 ausi pendatang dari eropa selalu berlindung di bawah payung PBB untuk menghabisi indonesia .cita cita ausi super busuk itu mirip puguk merindukan bulan tidak akan pernah berhasil asal jakarta tanggap tegas tni harus di bangun di perkuat layak dari sekarang .
ReplyDeleteSetuju bro
DeleteItu karena indonesia bahaya untuk dia, mau ngerampas tp g bisa2 makanya dengan segala cara dilakukan, sebab waktu persiden soekarno masih ada dia g bs berkutik
ReplyDeleteprabowo mantap
Delete