Wednesday, October 3, 2012

UU INDUSTRI PERTAHANAN, KEBANGKITAN ALUTSISTA TNI




JAKARTA (MI) :Anggota Komisi I DPR Eddhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) yakin pengesahan Undang-Undang Industri Pertahanan (UU Inhan), Selasa 2 Oktober 2012, merupakan tonggak kebangkitan industri pertahanan dalam negeri Republik Indonesia.

“Ini merupakan langkah konstruktif untuk membangun dan memperkuat industri pertahanan dalam negeri, yaitu dengan menciptakan payung hukum yang jelas,” kata politisi Partai Demokrat itu dalam rilis yang diterima VIVAnews.

Ibas menyatakan, Indonesia memang harus segera merevitalisasi industri pertahanannya agar menjadi industri yang mandiri, unggul, dan mampu bersaing dengan negara lain. Untuk itu Indonesia perlu mengimplementasikan konsep industru pertahanan yang jelas, terarah, dan terperinci.

“Saya optimis UU Industri Pertahanan akan memberikan semangat kemandirian dalam penyediaan alutsista (alat utama sistem persenjataan) dalam negeri yang lebih bermutu,” ujar wakil rakyat asal daerah pemilihan Jawa Timur VII itu.

Poin penting dari disepakatinya RUU Inhan, menurut Ibas, adalah pasal yang mengatur tentang transfer teknologi dan pengaturan agar TNI/Polri menggunakan alutsista produksi dalam negeri. “Pembelian senjata d`ri luar negeri harus memenuhi syarat transfer teknologi ke industri dalam negeri,” kata dia.

Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi I Tubagus Hasanuddin menyatakan, pengesahan UU Industri Pertahanan merupakan kado bagi TNI yang berulang tahun pada 5 Oktober 2012. “UU ini mengatur semua pihak yang terlibat dalam industri pertahanan, supaya industri ini bisa maju,” ujar dia.


Semua Alutsista Yang Dibeli Wajib Produksi Dalam Negeri

Jika di dalam negeri tidak ada yang produksi, baru beli dari luar

Rancangan Undang-Undang Industri Pertahanan telah disahkan menjadi Undang-Undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat paripurna, Selasa 2 Oktober 2012. Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin membeberkan beberapa pasal penting yang ada dalam UU Industri Pertahanan ini.

Ada pasal yang mengatur pembiayaan. Misalnya, kata Tubagus, biaya alat utama sistem persenjataan (alutsista) ke luar negeri dapat mencapai Rp35 triliun per tahun. Pembelian kapal saja, kata Tubagus untuk membeli di luar negeri membutuhkan biaya Rp150 miliar dan membutuhkan waktu 2 tahun dengan melibatkan 1.500 pekerja.

"Ya sudah, kenapa kita bisa kita mampu belanjakan ke perusahaan luar negeri toh kualitasnya juga sama saja," kata Tubagus di Gedung DPR, Selasa 2 Oktober 2012.

Sehingga, kata Tubagus, TNI sudah tidak lagi membeli alutsista dari luar negeri. "Uang itu tidak perlu dilempar ke luar. Kita boleh membeli dari luar kalau di dalam negeri sudah tidak bisa lagi. Kalau toh membeli dari luar dia harus bekerja sama 80 persen dengan di dalam negeri," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Berbagi Produksi

Dalam pasal itu juga, kata Tubagus telah diatur juga untuk produksi persenjataan misalnya, jika di TNI Angkatan Udara pasti dibuat di PT Dirgantara Indonesia, TNI Angkatan Laut dibuatnya di PT PAL, sementara TNI Angkatan Darat dibuat PT Pindad.

"Tapi bisa sharing, misalnya kapalnya dari AL kemudian senjatanya dari PT Pindad. Bomnya misalnya dari PT Pindad. Kemudian pesawatnya misalnya dari PT DI, di perlengkapan senjatanya dari PT. Pindad, dan sistem komunikasinya mungkin kita mampu dari PT PAL. Ini bisa dikomunikasikan," kata mayor jenderal purnawirawan itu.

Sebagai contoh, kata dia, sebenarnya tak perlu membeli helikopter Apache karena dalam program 2011 sampai 2014 TNI akan membeli delapan heli serang dan 16 heli serbu.

"Itu semua dibikin di PT DI dan senjatanya itu dari PT. Pindad. Tentu kelasnya memang masih kelas helikopter biasa, tidak seperti Apache yang jarak tembaknya dengan peluru kendali sampai puluhan kilometer. Tetapi kalau diberi dan dikembangkan, maka putra putri Indonesia siap untuk itu," kata dia.

No comments:

Post a Comment