JKGR (MI) : Salah satu alutsista mutakhir yang diincar oleh TNI AD adalah helikopter serang Apache AH-64 buatan Amerika Serikat. Helikopter ini dibutuhkan sebagai payung udara untuk melindungi pergerakan pasukan dan mesin perang Angkatan Darat. Helikopter Apache akan bergerak bersama- sama dengan pasukan di darat.
Bagaimana dengan dukungan TNI AU ?
TNI AU diposisikan sebagai pasukan yang memberi perlindungan dari jarak jauh dan menengah. Dengan konsep ini TNI AD tidak sepenuhnya menggantungkan nasib pertahanan udara mereka kepada matra lain. Ketika pesawat atau helikopter musuh sudah mendekat, TNI AD akan melindungi diri mereka sendiri.
Untuk mendapatkan kemampuan itu, TNI AD mengincar helikopter serang yang mumpuni. Secara kalkulasi pilihannya jatuh kepada Helikopter Apache Longbow dengan persenjataan lengkap. Payung udara ini harus memiliki kemampuan yang mumpuni, karena jika pertahanan udara terpatahkan, pergerakan pasukan di darat akan terancam.
Menurut KSAD Jenderal Pramono Edhie Wibowo, hingga saat ini TNI AD terus mengkaji kemampuan dan kelayakan helikopter Apache. Secara anggaran, budget TNI AD mencukupi untuk mendatangkan sekitar 8 unit helikopter Apache. Pengkajian ini juga ditujukan untuk presentasi di hadapan Komisi I DPR nanti. TNI AD menyiapkan argumen dan dasar pemikiran betapa pentingnya pengadaan Helikopter Serang Apache dan diharapkan pembelian helikopter itu nantinya disetujui Legislatif.
Harga helikopter Apache memang mahal, sekitar 60 juta USD per unit. TNI AD sedang memikirkan opsi-opsinya agar bisa membeli Apache ini.
Alternatif lainnya adalah Heli Super Cobra sekitar 15 juta USD per unit, serta Black Hawk yang lebih murah lagi. Namun kemampuannya masih di bawah Apache.
Pertimbangan menolak dua helikopter ini adalah, jika dianggap tidak superior, maka keberadaannya bisa dianggap tidak existing, tidak masuk hitungan, sehingga percuma saja. Kecuali jika ada opsi-opsi membuat helikopter itu menjadi mumpuni.
Kebutuhan terhadap helikopter serang yang mumpuni juga terkait dengan konsep perang TNI AD yang terus dimodernisasi. TNI AD berencana membentuk satuan brigade mekanis yang memiliki daya pukul maut dan pergerakan yang cepat, dengan mengandalkan lapis baja dan kendaraan taktis. Untuk itu pula meriam 155 Caesar dipilih karena bisa diangkut oleh Hercules, tanpa mempretelinya dan bisa langsung dioperasikan, saat pesawat mendarat.
Selain dilindungi oleh Heli Apache, TNI AD juga membeli rudal pertahanan udara jarak pendek, mistral. Rudal dengan sistem fire and forget ini, dikombinasikan dengan Rantis 4X4 buatan Pindad. ”Rudal mistral bisa ditembakkan sambil duduk-duduk santai dan 90 % akan mengenai sasaran”, ujar KSAD.
Konsep perang Angkatan Darat bisa ofensif dan defensif. Ofensif adalah dengan menggerakkan pasukan maju ke depan lalu menguasai medan baik di darat dan udara.
Untuk itu dibutuhkan payung udara yang kuat, antara lain pengadaan Helikopter serang Apache. Selain Apache, TNI AD telah memesan heli serang AS 550 Fennec, untuk menggantikan heli Bolcow BO-105 serta menemani Heli Serang MI-35 buatan Rusia yang lebih dulu dibeli TNI AD.
Heli Serang Fennec
AS 550 Fennec |
Mesti berbadan kecil dan single engine, Heli AS 550 Fennec sangat mematikan. Helokopter buatan Perancis ini dilengkapi HeliTOW sighting system (direct view optics, day and night vision serta laser rangefinder) dan TOW anti-tank missiles.
Untuk persenjataan serang darat, AS 550 C2 Fennec mengusung 7 misil x 2 roket launcher Forges de Zeebrugge atau 12 x 2 roket launcher Thales Brandt 68mm.
Fennec juga bisa membawa empat rudal anti-tank seperti BGM-71 TOW atau anti-pesawat (air to air missile). Bahkan varian AS 555 SN, mengusung torpedo sebagai anti-submarine warfare.
No comments:
Post a Comment