JAKARTA (MI) : Pemerintah siap mendukung produksi pesawat lokal
R-80 karya B.J Habibie. Pasalnya, pesawat perintis model ini dinilai
paling cocok untuk kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari
kepulauan.
Menteri Perindustrian Saleh Husein mengatakan pemerintah segera mengundang perusahaan pemroduksi R-80, Regio Aviasi Industri, untuk membahas apa yang bisa dilakukan pemerintah. "Kita akan mensupport supaya terwujud," ujarnya saat ditemui di kantor presiden, Jakarta, Rabu (15/4).
Saleh menilai Indonesia sangat membutuhkan pesawat R-80. Indonesia, lanjutnya, membutuhkan pesawat tersebut dalam jumlah besar untuk menghubungkan seluruh Indonesia.
"Kita punya pulau-pulau terutama Indonesia Timur dibutuhkan alat transportasi, apalagi yang kapasitas 80 penumpang (perintis). Menurut enginer yang datang pada kami, itu tipe yang dianggap cukup mutakhir," tuturnya.
Seperti diketahui, Presiden RI ke-3 Bacharuddin Jusuf Habibie berharap Presiden Joko Widodo bisa memberikan dukungan untuk produksi pesawat ini. Habibie menargetkan, R80 bisa mulai beroperasi pada 2019 jika pemerintah memberikan bantuan.
"Kami sudah lakukan studi kelayakan selama dua tahun di Amerika Serikat. Jawabannya ini. Ini yang paling tepat untuk Indonesia," ujar Habibie.
Habibie mengklaim pesawat ini mampu bersaing dengan Boeing 777 dan cocok digunakan untuk tipe bandara khas Indonesia yang berbentuk kepulauan. Selain itu, R-80 lebih hemat bahan bakar dan perawatannya terbilang mudah.
Pemerintah Danai Pesawat R80, PT DI: Jangan Lupakan Marketnya
PT Dirgantara Indonesia (DI) menyambut baik komitmen Presiden Joko Widodo untuk memberikan suntikan modal bagi pengembangan pesawat R80. PT DI juga berharap pemerintah tidak melupakan segi pemasaran pesawat yang idenya berasal dari mantan Presiden Indonesia BJ Habibie
Kepala Humas PT DI Rakhendi Triatna menjelaskan, justru biasanya pengembangan sebuah unit pesawat dilakukan setelah ada pasar atau pemesan. Untuk itu, pengembangan pesawat perlu didanai, hanya saja pemerintah harus juga membantu mencarikan pasar.
"Kami sih senang karena dengan dibantu, kami bisa mulai kerjakan. Dan engineer kami bisa latihan juga. Cuma permasalahan paling utama, kalau pesawatnya sih kami yakin bisa buat. Tapi justru marketnya. Market di 80 penumpang ada. Tapi bersaing dengan pesawat 100 penumpang dan ATR. Nah mampu tidak?," jelasnya.
Ia mengatakan, PT DI sendiri berharap pemerintah justru mengembangkan pasar yang bisa disasar oleh R80. Dia menambahkan, proyek R80 ini dikembangkan oleh PT RAI milik keluarga BJ Habibie. PT DI, lanjutnya, sebatas pelaku produksi dan pengembangan.
"Dana, kalau kasih modal bisa saja. Tapi jadinya nanti milik negara. Ini yang penting adalah pengembangan. Belum hasilkan uang. Itu 5 tahun bikin prototype. Itu pengembangan saja butuh 1 miliar dolar AS. Lalu baru bisa dijual," katanya.
Namun sebelum itu, tambah Rakhendi, pemerintah harus memperjelas dahulu status proyek R80 ini apakah dikerjakan oleh swasta atau pemerintah. Pasalnya, apabila pemerintah memberikan pendanaan maka proyek ini akan menjadi proyek pemerintah, bukan lagi PT RAI.
"Kalau pemerintah ingin mendanakan bisa saja tapi tidak lagi milik RAI atau bisa jadi dibeli lalu yang kerjakan PT DI. Nah itu masih belum jelas. Kalau misal pemerintah mendanai itu bagus saja, tapi masyarakat akan tanyakan. Ini kaitannya soal dana. Kalau yang kerjakan swasta kan bisa," ujarnya.
Seperti diberitakan, Mantan Presiden BJ Habibie hingga kini terus mengembangkan industri penerbangan Tanah Air. Saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo dalamNational Innovation Forum (NIF) 2015 di Pusat penelitian IPTEK (Puspitek) Serpong, Habibie meminta dukungan pemerintah dalam pengembangan industri pesawat.
Habibie menjelaskan, saat ini ia tengah mengembangkan pesawat baling-baling R80 yang menurutnya paling cocok digunakan untuk menjangkau antarpulau di Indonesia. Ia mengaku, telah melakukan studi kelayakan pesawat tersebut selama dua tahun di Amerika Serikat.
Menteri Perindustrian Saleh Husein mengatakan pemerintah segera mengundang perusahaan pemroduksi R-80, Regio Aviasi Industri, untuk membahas apa yang bisa dilakukan pemerintah. "Kita akan mensupport supaya terwujud," ujarnya saat ditemui di kantor presiden, Jakarta, Rabu (15/4).
Saleh menilai Indonesia sangat membutuhkan pesawat R-80. Indonesia, lanjutnya, membutuhkan pesawat tersebut dalam jumlah besar untuk menghubungkan seluruh Indonesia.
"Kita punya pulau-pulau terutama Indonesia Timur dibutuhkan alat transportasi, apalagi yang kapasitas 80 penumpang (perintis). Menurut enginer yang datang pada kami, itu tipe yang dianggap cukup mutakhir," tuturnya.
Seperti diketahui, Presiden RI ke-3 Bacharuddin Jusuf Habibie berharap Presiden Joko Widodo bisa memberikan dukungan untuk produksi pesawat ini. Habibie menargetkan, R80 bisa mulai beroperasi pada 2019 jika pemerintah memberikan bantuan.
"Kami sudah lakukan studi kelayakan selama dua tahun di Amerika Serikat. Jawabannya ini. Ini yang paling tepat untuk Indonesia," ujar Habibie.
Habibie mengklaim pesawat ini mampu bersaing dengan Boeing 777 dan cocok digunakan untuk tipe bandara khas Indonesia yang berbentuk kepulauan. Selain itu, R-80 lebih hemat bahan bakar dan perawatannya terbilang mudah.
Pemerintah Danai Pesawat R80, PT DI: Jangan Lupakan Marketnya
PT Dirgantara Indonesia (DI) menyambut baik komitmen Presiden Joko Widodo untuk memberikan suntikan modal bagi pengembangan pesawat R80. PT DI juga berharap pemerintah tidak melupakan segi pemasaran pesawat yang idenya berasal dari mantan Presiden Indonesia BJ Habibie
Kepala Humas PT DI Rakhendi Triatna menjelaskan, justru biasanya pengembangan sebuah unit pesawat dilakukan setelah ada pasar atau pemesan. Untuk itu, pengembangan pesawat perlu didanai, hanya saja pemerintah harus juga membantu mencarikan pasar.
"Kami sih senang karena dengan dibantu, kami bisa mulai kerjakan. Dan engineer kami bisa latihan juga. Cuma permasalahan paling utama, kalau pesawatnya sih kami yakin bisa buat. Tapi justru marketnya. Market di 80 penumpang ada. Tapi bersaing dengan pesawat 100 penumpang dan ATR. Nah mampu tidak?," jelasnya.
Ia mengatakan, PT DI sendiri berharap pemerintah justru mengembangkan pasar yang bisa disasar oleh R80. Dia menambahkan, proyek R80 ini dikembangkan oleh PT RAI milik keluarga BJ Habibie. PT DI, lanjutnya, sebatas pelaku produksi dan pengembangan.
"Dana, kalau kasih modal bisa saja. Tapi jadinya nanti milik negara. Ini yang penting adalah pengembangan. Belum hasilkan uang. Itu 5 tahun bikin prototype. Itu pengembangan saja butuh 1 miliar dolar AS. Lalu baru bisa dijual," katanya.
Namun sebelum itu, tambah Rakhendi, pemerintah harus memperjelas dahulu status proyek R80 ini apakah dikerjakan oleh swasta atau pemerintah. Pasalnya, apabila pemerintah memberikan pendanaan maka proyek ini akan menjadi proyek pemerintah, bukan lagi PT RAI.
"Kalau pemerintah ingin mendanakan bisa saja tapi tidak lagi milik RAI atau bisa jadi dibeli lalu yang kerjakan PT DI. Nah itu masih belum jelas. Kalau misal pemerintah mendanai itu bagus saja, tapi masyarakat akan tanyakan. Ini kaitannya soal dana. Kalau yang kerjakan swasta kan bisa," ujarnya.
Seperti diberitakan, Mantan Presiden BJ Habibie hingga kini terus mengembangkan industri penerbangan Tanah Air. Saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo dalamNational Innovation Forum (NIF) 2015 di Pusat penelitian IPTEK (Puspitek) Serpong, Habibie meminta dukungan pemerintah dalam pengembangan industri pesawat.
Habibie menjelaskan, saat ini ia tengah mengembangkan pesawat baling-baling R80 yang menurutnya paling cocok digunakan untuk menjangkau antarpulau di Indonesia. Ia mengaku, telah melakukan studi kelayakan pesawat tersebut selama dua tahun di Amerika Serikat.
lah ini kahumas pt. DI kok ngaco yah? PT. RAI itu minta dukungan pemerintah bukan berarti full untuk pendanaan atau istilahnya PMN. Bisa aja berupa kebijakan fiskal terkait kegiatan produksi yg bakal dilakuin PT.RAI misal kebijakan tax holiday, bea masuk impor barang, ato kebijakan lain. Misalkan kl pemerintah mau penyertaan modal ya tinggal itung2an aja share kepemilikan plus profitnya berapa, gitu aja kok ribet. Humas macam apa itu?? Seolah kok takut kesaing sama swasta, justru bagus ada persaingan.
ReplyDeleteIya tuh, harusnya didukung kan bisa bagi2, proyek, drpd dikerjakan di luar negeri kan lbh baik dikerjakan sndri di dlm negri
ReplyDelete