Kompasiana (MI) : HUT TNI ke 68 baru saja selesai
diperingati di seluruh Indonesia dengan sangat meriah. Pelaksanaan HUT
TNI kali ini sesuai dengan Rencana Strategi (Renstra 2009-2019) memberi
fokus terhadap reformasi TNI sehingga perhelatan akbar TNI ke 68 ini pun
mengusung tema Profesional, Militan, Solid dan Bersama Rakyat.
Profesional, Militan, Solid dan
Bersama rakyat TNI kuat, bukanlah hal yang baru. Kalimat dan statemen
tersebut telah sangat akrab ditelinga kita dari dahulu sampai kini. Yang
menarik adalah penggabungan ke 4 bidang tersebut dalam satu rangkaian
tema tentulah memberi signal khusus, mengapa sampai seperti itu.
Profesionalisme
Suguhan aneka atraksi yang diperagakan
oleh tiga matra TNI (AD, AL dan AU) di pusat perhelatan akbar di Halim
Perdanakusuma telah membuat decak kagum kita dan negara tetangga. Janji
mantan TNI Agus Soehartono pada Latihan Gabungan terbesar 2013 bahwa TNI
akan pamer kekuatan pada HUT TNI 2013 telah menjadi kenyataan. Panglima
TNI sekarang, Jenderal Moeldoko telah mewujudkannya.
Atraksi kemampuan TNI mulai tampil
lebih hidup dengan sentuhan seni dan teknologi yang lebih mumpuni. TNI
telah mengirim pesan kepada seluruh rakyat Indonesia sebagai palang
pintu pertahanan dan menjaga kelestarian negara dan bangsa Indonesia.
Pesan lain tak kalah hebatnya
adalah, TNI mulai bermetamorfosis kembali sebagai “macan” Asia Tenggara.
Sebuah pesan yang bisa saja dianggap sangat berlebihan oleh sejumlah
negara tetangga akan tetapi rujukan pada buku putih Kementerian
Pertahanan tentang konsep Minimum Essential Force 2010-2019 telah
memberi arah sejumlah Renstra hingga 2014 termasuk pengadaan dan
modernisasi alutsista dan kemampuan TNI menuntut reformasi mendasar di
tubuh TNI.
Unjuk profesionalisme TNI juga
diperlihatkan di sejumlah Korem di seluruh Indonesia. Selain atraksi
wajib terjun payung dan ketrampilan penggunaan peralatan tempur,
pelaksanaan HUT kali ini ditambah dengan sejumlah atraksi sosial dan
kesenian.
Militan
Meski setiap prajurit harus berjiwa
militer akan tetapi makna militan yang dimaksud tentu bukan sekadar
makna psiologis. Militan yang dimaksud adalah setiap prajurit harus
memperlihatkan siap tempur kapan saja dan dimana saja. Siap menjadi
tentara dalam situasi dan kondisi apapun.
Solid
Dalam keterbatasan dan kecemburuan
sosial akibat terjadinya perbedaan taraf kesejahteraan internal antara
satu kesatuan dengan kesatuan lainnya atau akibat perbedaan perhatian
dengan kekuatan lainnya baik di dalam negeri maupun dengan sejumlah
negara tetangga tidak akan membuat TNI berbeda pendapat dan terpecah
konsentrasinya.
Kecemburuan sosial akibat perbedaan
tingkat kemakmuran dan taraf hidup dibanding dengan sejumlah negara
tetagga tidak membuat TNI terpecah. Apalagi jika dibandingkan dengan
penguasaan sentra-sentra ekonomi oleh kekuatan lainnya di dalam negeri
tidak membuat oknum TNI harus terjerumus juga memperkaya diri dengan
memanfaatkan statusnya sebagai petinggi TNI dan menelantarkan
prajuritnya hidup dalam segala keterbatasan.
Bersama Rakyat TNI kuat
TNI dari rakyat dan untuk rakyat telah
lahir sejak TNI dibentuk pada 5 Oktober 1945. Melalui serangkaian
sejarah metamorfosisnya tentara rakyat telah menjelma menjadi TNI. Oleh
karenanya slogan tersebut bukanlah sesuatu yang baru.
Akan tetapi dalam perkembangannya
ternyata slogan itu hanya sebatas kata-kata wajib. Kerap ditemukan
anggota TNI yang berperangai tak ubahnya preman dan tidak mencerminkan
falsafah yang digaungkan oleh Panglima TNI pertama, Jendral Soedirman
puluhan tahun lalu.
Katakan itu adalah oknum yang
mencederai dan merusak paradigma TNI dari rakyat dan untuk rakyat.
Katakan juga itu merupakan bentuk korsa yang salah penempatan, tapi apa
boleh buat fenomena itu justru memperlihatkan sesuatu yang
kontraproduktif dengan nilai luhur “Bersama Rakyat TNI Kuat.”
Atas dasar sejumlah rincian unsur
tema di atas, apa pesan dari pelaksanaan HUT TNI ke 68 kali ini?
Beberapa hal yang patut kita cermati adalah :
- TNI menyadari bahwa tuntutan perubahan zaman mengharuskan TNI tampil profesional di segala bidang termasuk pengadaan alat dan sarana tempur.
- TNI menyadari harus melakukan reformasi internal terutama dalam hal performance anggota TNI. Setiap individu TNI dituntut meningkatkan profesioanlisme yang berkaitan dengan peranannya sebagai tentara rakyat, bukan pebinis atau sibuk dengan urusan-urusan ekonomi.
- TNI memberi pesan kepada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa siap tampil lebih militan, siap berperang dalam situasi dan kondisi apapun apabila keadaan memaksa untuk berperang atau paling tidak untuk menjaga teritorial NKRI bebas dari upaya intelijen dan teror asing memperlemah negara ini bagaikan kanker menggrogoti tubuh manusia.
- TNI memberi pesan kepada negara tetangga dan Asia bahwa tahun 2014 siap menjadi kekuatan yang diperhitungkan kembali oleh kawan dan lawan. Peningkatan kualitas dan kuantitas armada tempur serta profesionalime penggunaan alat tempur bukan semata-mata untuk tujuan perang, akan tetapi unjuk kekuatan dan militan sebagai penjaga bangsa dan negara menjadi alat tawar-menawar paling ampuh dalam persoalan ketegangan dengan negara manapun.
- TNI menyadari, penyusupan intelijen asing telah merebak ke dalam sel-sel bangsanya sendiri ini harus segera dihentikan. Melalui kemanunggalan TNI dan Rakyat secara nyata dan terarah maka anarsi dan anarkis asing paling tidak dapat dihentikan sebelum menjelma menjadi kekerasan terorganisir dan pembangkangan sipil (civil disobedience) terhadap negaranya sendiri.
Untuk itu, selain unjuk gigi pada
perhelatan akbar TNI ke 68 yang dinilai sejumlah kalangan lebih luar
biasa dan lain dari biasanya, pada tahun depan (September atau Oktober
2014) TNI akan melakukan latihan gabungan Terbesar dan Terlengkap,
melebihi Latgab terbesar pada Mei 2013 lalu.
Akan tetapi sandungan untuk mencapai
sasaran tersebut bukan dilalui dengan mudah. Sandungan terberat adalah
masalah psikologis prajurit atau individu TNI sendiri yang kerap
ditemukan salah persepsi tentang pemahaman jiwa Korsa prajurit.
Sandungan berikutnya adalah
perbedaan pendapat di parlemen tentang anggaran pertahanan TNI yang
sering terbentur dengan aneka anggagran yang yang lebih prioritas dan
langsung berkaitan dengan kesejahteraan bangsa dan negara.
Sandungan yang tak kalah hebat
adalah jumlah anggota TNI yang diperkirakan tidak sampai 500 ribu
personil saat ini hampir sama dengan jumlah anggota POLRI. Jumlah
anggota tentara tidak mutlak mencerminkan kekuatan sebuah negara, akan
tetapi jumlah tentara yang signifikan dan sesuai dengan standard
internasional sebuah negara (dibanding dengan jumlah penduduk dan
kompleksitas di dalamnya) akan sangat menentukan kewibawaan sebuah
pemerintahan negara dan bangsanya sendiri.
Sebelum menjabat sebagai Panglima
TNI, Jenderal Moeldoko saat itu masih menjadbat KASAD menyampaikan
pendapatnya di DPR pada 21 Agustus 2013 lalu. Dibandingkan dengan luas
negara dan jumlah personil TNI saat ini rasionya masih sangat buruk.
Rasio prajurit TNI untuk keselamatan jiwa warga Indonesia, juga sangat jauh. Moeldoko mengatakan, “Satu
orang prajurit TNI harus melindungi 722 orang warga Indonesia. Jika
dibandingkan dengan Malaysia, hampir separuh. Di mana, satu orang
prajurit Malaysia, harus menjaga 310 orang,” kata Moeldoko saat itu. (sumber :Di sini).
Meski demikian, dalam situasi dan kondisi terkini, posisi rangking pertahanan Indonesia menurut Global
Firepower (GFP) yang menerbitkan laporannya per 1 Agustus 2013 lalu,
memperlihatkan posisi rangking pertahanan dan kekuatan Indonesia
meningkat pesat dan amat tajam.
Lembaga riset militer GFP yang
mengambil 40 indikator pada setiap negara memperlihatkan posisi
Indoensia pada urutan 15, berada di atas Iran (16) bahkan Jepang (17).
Sementara itu Thailand berada di posisi 20 dan sejumlah negara ASEAN
lainnya di bawah rangking 20. Sumber : http://www.globalfirepower.com/countries-listing.asp.
(Tabel di atas memperlihatkan posisi
sejumlah negara pada tahun lalu. Posisi Indonesia berada pada rangking
18 kini melonjak ke rangking 15).
Mungkin itu tak terlalu penting,
akan tetapi sedikit tidaknya memperlihatkan kebangkitan Indonesia
kembali menjadi nagara yang diperhitungkan oleh kawan dan lawan akan
menjelma kembali. Hanya saja tantangannya dikembalikan kepada prajurit
TNI sendiri.
Semua metamorfosis yang telah
membuat TNI menjelma kembali ini diharapkan bukan sekadar unjuk gigi,
apalagi sekadar gagah-gagahan. Tantangan semakin berat, menuntut
perubahan dan penyikapan profesionalisme yang jelas di segala bidang.
Salam Kompasiana
abanggeutanyo
Sumber : Kompasiana
No comments:
Post a Comment