Jakarta (MI) : Mabes TNI mengumumkan pergantian beberapa
perwira tinggi di internalnya. Ada yang promosi bintang tiga dan ada
yang mutasi ke jabatan lain.
Mereka yang dimutasi adalah Panglima Kodam Jakarta Raya (Pangdam Jaya) Mayjen TNI Mulyono yang promosi jadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad). Menggantikan Jenderal Gatot Nurmantyo yang pada 25 Juli 2014 lalu resmi menjadi Kepala Staf Agkatan Darar (KSAD).
Sebagai pengganti Mulyono ditunjuk Komandan jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) Mayjen TNI Agus Sutomo. Sedangkan penggantinya adalah Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres) Majyen TNI Doni Monardo.
"Dalam pergantian kali ini, ada dua hal yang cukup menarik. Pertama, untuk yang keenam kalinya Pak Doni menggantikan jabatan yang dipegang oleh Pak Agus. Selain itu Pak Doni 'pulang kampung' ke Kopassus buat mengembalikan moral para anggota Kopassus yang sempat turun akibat kasus Cebongan pada 23 Maret 2013 lalu," ujar pengamat kepolisian dan militer Aqua Dwipayana kepada detikcom, Rabu (10/9/2014).
Dalam catatan pakar komunikasi ini, pertama kali Doni menggantikan jabatan Agus adalah sebagai Wakil Asisten Operasi Paspampres. Kemudian Komandan Grup A Paspampres. Selanjutnya Danrem 061/Surya Kancana Bogor. Setelah itu Wadanjen Kopassus. Berikutnya Danpaspampres dan dalam sebentar lagi jadi Danjen Kopassus.
Di lingkungan TNI, lanjut pria yang juga anggota Tim Pakar Seleksi Menteri detikcom ini, hal seperti itu jarang terjadi. Namun karena kebutuhan organisasi sehingga itu dianggap biasa. Apalagi gaya kepemimpinan keduanya mirip yakni rendah hati sekali dan sangat memperhatikan para anggotanya. Mereka setiap saat siap mengambil alih tanggung jawab jika ada bawahannya yang melanggar terutama yang terkait dengan pihak luar di institusi yang dipimpinnya.
Dengan sikapnya yang seperti itu, tambah Aqua, di kesatuan mana pun Agus dan Doni bertugas, selalu dekat dan disayang para anggotanya. Loyalitas jajarannya cukup tinggi sebab merasa sangat diperhatikan oleh komandannya.
Mereka yang dimutasi adalah Panglima Kodam Jakarta Raya (Pangdam Jaya) Mayjen TNI Mulyono yang promosi jadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad). Menggantikan Jenderal Gatot Nurmantyo yang pada 25 Juli 2014 lalu resmi menjadi Kepala Staf Agkatan Darar (KSAD).
Sebagai pengganti Mulyono ditunjuk Komandan jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) Mayjen TNI Agus Sutomo. Sedangkan penggantinya adalah Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres) Majyen TNI Doni Monardo.
"Dalam pergantian kali ini, ada dua hal yang cukup menarik. Pertama, untuk yang keenam kalinya Pak Doni menggantikan jabatan yang dipegang oleh Pak Agus. Selain itu Pak Doni 'pulang kampung' ke Kopassus buat mengembalikan moral para anggota Kopassus yang sempat turun akibat kasus Cebongan pada 23 Maret 2013 lalu," ujar pengamat kepolisian dan militer Aqua Dwipayana kepada detikcom, Rabu (10/9/2014).
Dalam catatan pakar komunikasi ini, pertama kali Doni menggantikan jabatan Agus adalah sebagai Wakil Asisten Operasi Paspampres. Kemudian Komandan Grup A Paspampres. Selanjutnya Danrem 061/Surya Kancana Bogor. Setelah itu Wadanjen Kopassus. Berikutnya Danpaspampres dan dalam sebentar lagi jadi Danjen Kopassus.
Di lingkungan TNI, lanjut pria yang juga anggota Tim Pakar Seleksi Menteri detikcom ini, hal seperti itu jarang terjadi. Namun karena kebutuhan organisasi sehingga itu dianggap biasa. Apalagi gaya kepemimpinan keduanya mirip yakni rendah hati sekali dan sangat memperhatikan para anggotanya. Mereka setiap saat siap mengambil alih tanggung jawab jika ada bawahannya yang melanggar terutama yang terkait dengan pihak luar di institusi yang dipimpinnya.
Dengan sikapnya yang seperti itu, tambah Aqua, di kesatuan mana pun Agus dan Doni bertugas, selalu dekat dan disayang para anggotanya. Loyalitas jajarannya cukup tinggi sebab merasa sangat diperhatikan oleh komandannya.
Sedangkan dengan pihak eksternal kata mantan wartawan Jawa Pos dan
Bisnis Indonesia ini, mereka sangat menghargai dan santun sekali setiap
berkomunikasi dengan lawan bicaranya. Keduanya selalu menghormati setiap
orang yang bicara dengan dirinya tanpa melihat latar belakang dan
status lawan bicaranya. Sama sekali tidak ada kesan angker atau
menakutkan meskipun latar belakangnya Kopassus.
"Itu merupakan contoh yang bagus yang bisa ditiru tidak hanya di lingkungan TNI, tetapi juga Polri, dan sipil. Jabatannya tinggi dan memimpin pasukan elit tapi tetap rendah hati dan sangat menghargai orang lain," ujar Aqua.
Hal menarik lainnya adalah kembalinya Doni ke Kopassus. Jika sebelumnya jabatannya adalah Wadanjen Kopassus maka dalam waktu dekat jenderal yang hobi menanam dan merawat pohon tersebut akan jadi orang pertama di pasukan elit TNI AD itu.
Salah satu tugas utama Doni, lanjut kandidat doktor dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran Bandung ini adalah mengembalikan moral dan semangat seluruh anggota Kopassus. Pasca vonis terhadap para anggota Kopassus yang menembak hingga tewas empat tahanan titipan di Lapas Cebongan Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta tahun lalu, moral para anggota Kopassus menurun.
Waktu itu terjadi tanggapan pro dan kontra di masyarakat di seluruh Indonesia. Ada yang mendukung tindakan sejumlah anggota Kopassus tersebut dengan alasan memberantas para preman yang tingkat kejahatannya sudah meresahkan masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya. Ada juga yang mengutuk perbuatan itu karena dianggap teramat keji.
"Setelah Pak Doni menyelesaikan pendidikannya di Akabri pada 1985, beliau langsung bertugas di Kopassus. Beliau tugas di sana hingga 1998. Selama sekitar 13 tahun di pasukan elit TNI AD tersebut beliau pasti sangat memahami kondisi di internal Kopassus. Kemudian beliau pernah sebentar jadi Wadanjen Kopassus. Sehingga saya yakin beliau akan mampu dengan cepat mengembalikan moral seluruh anggota Kopassus sebagai pasukan yang disegani dan dihormati," tegas Aqua.
Optimisme Aqua itu muncul setelah selama bertahun-tahun mengamati gaya kepemimpinan Doni. Di internal setiap satuan yang dipimpinnya, Doni tidak mentolerir kesalahan sekecil apa pun yang dilakukan anak buahnya. Namun di sisi lain sangat memperhatikan kebutuhan para anggotanya.
"Jadi sanksi dan hadiah atau apresiasi kepada anak buahnya sangat jelas. Dengan begitu jajarannya takut untuk melanggar karena hukumannya tegas dan berlomba-lomba untuk berprestasi sebab selalu mendapat penghargaan minimal pujian di depan banyak orang," pungkas Aqua.
"Itu merupakan contoh yang bagus yang bisa ditiru tidak hanya di lingkungan TNI, tetapi juga Polri, dan sipil. Jabatannya tinggi dan memimpin pasukan elit tapi tetap rendah hati dan sangat menghargai orang lain," ujar Aqua.
Hal menarik lainnya adalah kembalinya Doni ke Kopassus. Jika sebelumnya jabatannya adalah Wadanjen Kopassus maka dalam waktu dekat jenderal yang hobi menanam dan merawat pohon tersebut akan jadi orang pertama di pasukan elit TNI AD itu.
Salah satu tugas utama Doni, lanjut kandidat doktor dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran Bandung ini adalah mengembalikan moral dan semangat seluruh anggota Kopassus. Pasca vonis terhadap para anggota Kopassus yang menembak hingga tewas empat tahanan titipan di Lapas Cebongan Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta tahun lalu, moral para anggota Kopassus menurun.
Waktu itu terjadi tanggapan pro dan kontra di masyarakat di seluruh Indonesia. Ada yang mendukung tindakan sejumlah anggota Kopassus tersebut dengan alasan memberantas para preman yang tingkat kejahatannya sudah meresahkan masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya. Ada juga yang mengutuk perbuatan itu karena dianggap teramat keji.
"Setelah Pak Doni menyelesaikan pendidikannya di Akabri pada 1985, beliau langsung bertugas di Kopassus. Beliau tugas di sana hingga 1998. Selama sekitar 13 tahun di pasukan elit TNI AD tersebut beliau pasti sangat memahami kondisi di internal Kopassus. Kemudian beliau pernah sebentar jadi Wadanjen Kopassus. Sehingga saya yakin beliau akan mampu dengan cepat mengembalikan moral seluruh anggota Kopassus sebagai pasukan yang disegani dan dihormati," tegas Aqua.
Optimisme Aqua itu muncul setelah selama bertahun-tahun mengamati gaya kepemimpinan Doni. Di internal setiap satuan yang dipimpinnya, Doni tidak mentolerir kesalahan sekecil apa pun yang dilakukan anak buahnya. Namun di sisi lain sangat memperhatikan kebutuhan para anggotanya.
"Jadi sanksi dan hadiah atau apresiasi kepada anak buahnya sangat jelas. Dengan begitu jajarannya takut untuk melanggar karena hukumannya tegas dan berlomba-lomba untuk berprestasi sebab selalu mendapat penghargaan minimal pujian di depan banyak orang," pungkas Aqua.
Sumber : Detik
No comments:
Post a Comment