Wednesday, March 6, 2013

Korsel Pastikan Tunda Pembuatan Pesawat Tempur Bersama Indonesia




JAKARTA (MI) : Korea Selatan (Korsel) menunda proyek produksi bersama pesawat tempur dengan Indonesia. Alasannya, karena melihat perkembangan politik dan ekonomi di dalam negeri.
Korsel mengajukan penundaan itu lewat surat resmi melalui pihakDefense Acquisition Program Administration (DAPA) yang menangani pembuatan pesawat tempur. Melalui surat itu, Korsel meminta untuk menunda program selama 1,5 tahun.
"Penundaan ini disebabkan oleh belum adanya persetujuan Parlemen ROK (Korsel) untuk menyediakan anggaran yang diperlukan guna mendukung terlaksananya tahap EMD Phase (Engineering and Manufacturing Development Phase)," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhan Brigjen Sisriadi, Selasa (5/3).
Sebelumnya, pemerintah Korsel dan Indonesia sepakat untuk memproduksi pesawat tempur pesawat KF-X/IF-X pada 2011. Kedua negara pun telah berhasil menyelesaikan tahap pertama. 
Yaitu Technology Development Phase (TD Phase) pada Desember 2012. Dalam tahap yang berjalan selama 20 bulan ini pun kedua negara telah membentuk Combine R&D Centre (CRDC). 
Kemenhan selaku penanggung jawab program telah mengirimkan sebanyak 37 teknisi Indonesia untuk melaksanakan perancangan pesawat generasi 4,5 itu.
Sisriadi menjelaskan, ada tiga tahap dalam proyek pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X. Tahap pertama, pengembangan teknis. Kedua, engineering manufacture, dan ketiga pembuatan prototipe
Tahap yang ditunda adalah tahap kedua. Pada masa penundaan, pemerintah Korsel akan melaksanakan economic feasibility studyterhadap program tersebut.
Korsel pun, lanjut dia, tidak akan menghentikan program pengembangan pesawat tempur itu. Ini mengingat dana yang sudah dikeluarkan pemerintah sangat besar. Penekanan ditegaskan dalam pertemuan kedua negara pada 10-11 Desember 2012.
Komisi I DPR menyayangkan Kerja Sama Pembuatan Pesawat Tempur  KFX Tidak Berjalan Mulus

Komisi I DPR menyayangkan kerja sama pembuatan pesawat tempur Korean Fighter-Xperiment (KF-X)/Indonesian Fighter-Xperiment (IF-X) yang tidak berjalan mulus. Seharusnya, dalam menjalin hubungan kerja sama pemerintah teliti mempelajari nota kesepahaman (MoU).
"Saya dapat masukan ada beberapa istilah dalam berbagai perjanjian jual beli atau kerja sama pengembangan alutsista yang multitafsir," ujar anggota Komisi I DPR Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, Selasa (5/3). 
Seharusnya, lanjut dia, pemerintah tidak akan rugi jika Kementerian Pertahanan melakukan riset sebelum menjalin kerja sama. Apalagi sebagai negara penganut politik luar negeri bebas aktif, Indonesia tidak selayaknya didikte negara lain.
Ke depannya, Susaningtyas menyarankan agar Kemenhan memakai ahli bahasa untuk dilibatkan dalam pembuatan MoU. Itu penting untuk mencegah adanya multitafsir dalam kerja sama pembuatan pesawat tempur generasi 4,5 itu.
Terlebih, di dalam Undang-Undang Industri Pertahanan telah disepakati tidak boleh ada 'kondisionalitas politik' ketika pemerintah memilih kebijakan impor alutsista. 
"Seyogyanya, kita harus egois di mana kepentingan Indonesia harus kita dapatkan dari MoU tersebut," jelas dia.


Sumber : REPUBLIKA

No comments:

Post a Comment