Saturday, June 23, 2012

Insiden Pulau Yeonpyeong, adakah artinya bagi Indonesia?



(Insiden Yeonpyeong, sebuah pelajaran berharga bagi Indonesia)

Bermula kisah saat saya menyaksikan manuver tentara Korea utara dilayar kaca, hati saya terenyuh melihat bombardir besar-besaran tanpa ampun perbatasan terluar di pulau Yeonpyeong milik korea Selatan. Kabarnya Korea Utara tersinggung dengan latihan bersama yang dilakukan oleh Korea Selatan dan Amerika Serikat. Parahnya lagi beberapa saat yang lalu negeri komunis itu juga sempat menenggelamkan kapal angkatan laut korea selatan yang sejujurnya masih “serumpun” dengannya

Provokasi korea utara boleh jadi merupakan sikap yang menunjukan pada rivalnya bahwa mereka tak segan-segan untuk melakukan yang sama kapanpun dan dimanapun. Namun angkat topi bagi Korea Selatan yang masih mampu membalas provokasi bar-bar tersebut dengan cara elegan, membalas salam dengan mengirim pula proyektil MBT kesayangannya, sehingga mau tak mau korea utara menghentikan provokasi yang tak senonoh itu.

Dalam hati saya bertanya, adakah artinya insiden berdarah ini bagi bangsa Indonesia?

Jangan Sepelekan Isu Perbatasan Kaltara-Sabah!  

Tak perlu menunggu 30 hingga 50 tahun sebuah peristiwa dapat dijadikan patokan sejarah. Insiden bombardir pulau Yeonpyeong seharusnya menempatkan bangsa ini bercermin, bahwa untuk memulai sebuah provokasi berdarah Korea utara tak perlu meminta izin pada dunia. Tengok pula saat Jepang tak perlu menyatakan diri berperang saat menyerang pangkalan Angkatan Laut Amerika di Hawai, pun demikian ketika pasukan Jerman melintas lebih dalam ke wilayah Polandia yang menjadi awal petaka perang dunia ke dua. 

(Sukhoi Indonesia, tak sabar rasanya melihat lebih banyak lagi membelah langit Nusantara)

Sejarah diatas seharusnya membuat kita lebih mawas diri dan dewasa saat bersikap dalam lingkungan hidup bertetangga. Kita tak pernah meminta untuk berperang, namun sebuah pepatah lama mengatakan bahwa untuk mendambakan hidup damai kita mau tak mau harus bersiap jika perang terjadi, itu bukan sekedar slogan namun sebuah peringatan yang memang dalam maknanya.

Sebuah kenyataan yang dihadapi dalam kehidupan bertetangga memang tak selalu mulus, apa lagi jika pernah di bayang-bayangi dengan sejarah suram dimasa terdahulu. Khususnya mengenai jiran Indonesia di utara kalimantan tersebut, sejarah konfrontasi bagi negeri serumpun indonesia itu merupakan bagian penting yang membentuk sejarah sebuah bangsa dan turut pula mempengaruhi kebijakan politik, budaya, ekonomi bahkan militernya. Ibarat kata bila Indonesia menempatkan satu tentara, sebisa mungkin mereka mengimbanginya bahkan menempatkan dua sekaligus. Phobia semasa konfrontasi ternyata memang masih membekas dalam ingatan mereka.

Saya orang utara sedikit banyaknya paham bagaimana mana cara pikir jiran serumpun tersebut. Saat isu persiapan pembelian MBT Leopard menggema diberbagai media, -saya yakin akan segera mendapat reaksi dari dari jiran Indonesia di utara itu,- benar saja ATM (Angkatan Tentera Malaysia) sudah mulai menggosok-gosok laras meriam MBT PT-91 yang bersarang di Kamp Gemas. Begitu tengah marak-maraknya Leopard terganjal oleh sikap picik sebagaian elit politik kita –bahkan mengatakan PT-91 tak akan dipindahkan dari sarangnya di semenanjung untuk menghadapi Leopard Singapura dan Patton Thailand-, diam tapi pasti mereka sudah memindahkan sebagian MBT ke daratan kalimantan, sampai akhirnya tiba-tiba nongol dalam berita Tank-tank kelas berat itu sudah ada diperbatasan. 

(Siap bertugas diperbatasan)

Bukan hanya itu dalam waktu yang bersamaan dengan kunjungan Menhan, Pak Purnomo ke Jerman dan Belanda untuk melobi pembelian Leoprad yang terseok-seok oleh sikap politisi kita, Malaysia membeli 18 mobil peluncur roket Astross di sabah, tepat diperbatasan dua negara. Apa artinya daratan sepanjang perbatasan itu dibandingkan dengan laras meriam modern dan peluncur roket mutakhir? masihkah politisi kita tak mampu melihat itu?

Inilah yang saya katakan bahwa para elit politik dan sebagian LSM membuat Indonesia tengah berjudi, dan yang dipertaruhkan tak main-main yaitu harga diri bangsa. Mengapa? karena isu leopard dan juga Sukhoi merupakan simbol harga diri dan kehormatan bangsa ini. isu ini tidak main-main bila gagal karena sikap picik sebagian elit politik kita, bisa-bisa Indonesia masuk dalam jajaran negara NATO (Not Actions Talk Only). Jangan sampai hal itu terjadi karena segelintir orang yang sudah gelap mata di pentas politik negeri ini.

Jangan tunda kedatangan MBT di Perbatasan!

Kita perlu MBT sebagai bagian dari kesetaraan pertahanan. Dengan militer dan ekonomi kuat Indonesia akan disegani. Saya tak perlu panjang lebar mengenai hal tersebut karena kita semua sebenarnya sudah tau betul fungsi MBT sebagai bagian dari pertahanan untuk menciptakan efek deteran bagi bangsa ini.

Saya tak ingin terlalu berandai-andai, hanya yang patut saya ingatkan bahwa apa yang terjadi pada pulau Yeonpyeong mungkin akan terulang diperbatasan kita bila bangsa ini tak segera menyikapinya dengan tepat. Karena itu Jangan lagi ada pihak yang berusaha menunda-nunda kedatangan MBT Leopard, Anti tank, peluncur roket, helikopter Super Cobra dan apapun itu yang menjadi bagian dari modernisasi milier kita diperbatasan. Jangan main-main dengan isu perbatasan sekecil apapun itu pasti akan mengundang aksi dan reaksi

No comments:

Post a Comment