Jakarta (MI) : Pemerintah Indonesia pada Rabu, 19
November 2014 mengatakan telah menangkap 200 nelayan asal Malaysia yang
diduga melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Indonesia.
Hal itu disampaikan oleh seorang pejabat berwenang kepada kantor berita
Reuters.
Reuters melaporkan Indonesia kehilangan pemasukan keuangan
senilai US$25 miliar setiap tahunnya akibat pencurian ikan. Oleh sebab
itu, menurut Sekretaris Kabinet, Andi Widjajanto, Pemerintah RI
menggelar razia yang dimulai pekan ini.
Penangkapan ini diduga akan memicu ketegangan di antara kedua
negara, sebab sejak awal dilantik, Presiden Joko Widodo menyatakan akan
bersikap lebih tegas terhadap aksi pencurian ikan. Mantan Gubernur DKI
Jakarta itu, juga akan memfokuskan pemerintahannya terhadap sektor
maritim.
"Presiden telah mengatakan bahwa sektor maritim kami dalam situasi
yang darurat, jadi kami membutuhkan sebuah pendekatan baru dan tegas.
Oleh sebab itu, Beliau menyatakan perang terhadap penangkapan ikan
ilegal," kata Widjajanto kepada Reuters.
Dia menambahkan, RI mencoba mengirimkan sebuah pesan yang jelas
kepada negara tetangga kami seperti Negeri Jiran dan China, yang kerap
mengoperasikan kapal ilegal di teritori Indonesia.
"Itu bukan lah situasi yang normal bagi kami," imbuh Widjajanto.
Dia mengatakan, akan ada sekitar 300 nelayan ilegal lainnya yang
akan ditahan dalam beberapa hari ke depan. Pemerintah Indonesia juga
berencana untuk mengajukan nota protes kepada negara-negara yang
terlibat aksi penangkapan ikan tersebut.
Fakta penangkapan ini, menyusul komentar keras dari Jokowi yang
menyerukan agar kapal-kapal asing ditenggelamkan jika mereka terbukti
melakukan penangkapan ikan secara ilegal.
"Sudahlah nggak usah tangkep-tangkepan, langsung tenggelamkan saja.
Hal tersebut akan membuat mereka berpikir dua kali. Tetapi, selamatkan
dulu kru kapalnya sebelum ditenggelamkan, " kata Jokowi.
Selain itu, untuk memperkuat pengawasan di teritori laut, pada
pertengahan Desember mendatang, RI akan membentuk petugas patroli yang
bertugas untuk mencegah terjadinya aksi pembajakan dan penangkapan ikan
secara ilegal.
TNI AL: Ratusan Warga Malaysia Yang Ditangkap Nelayan Tradisional
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama, Manahan Simorangkir menyebut ratusan nelayan yang ditangkap oleh Pemerintah Indonesia merupakan nelayan tradisional. Mereka bermukim di Derawan, Kalimantan Timur.
Dihubungi VIVAnews pada Jumat, 21 November 2014, Manahan
mengklarifikasi, ratusan warga Malaysia ini merupakan manusia perahu
yang sehari-hari mencari ikan untuk bertahan hidup. Namun, mereka
menangkap ikan secara ilegal.
"Jadi, bukan nelayan besar yang menggunakan kapal besar dan
peralatan modern. Mereka sudah sejak lama tinggal di sana yaitu sekitar
tahun 1980an," ujar Manahan.
Total, ungkap Manahan terdapat sekitar 395 hingga 400 orang.
Ratusan warga Malaysia itu, kata Manahan, kerap berseteru dengan warga
lokal untuk menangkap ikan.
"Kami turut membantu dalam operasi penangkapan tersebut. Lagipula,
Derawan merupakan kawasan yang dilindungi Undang-Undang karena di
dalamnya terdapat satwa bawah laut yang langka," imbuh dia.
Kendati Sekretaris Kabinet, Andi Widjajanto, mengungkap pada pekan
ini sedang digelar operasi besar-besaran untuk menangkap pencuri ikan,
namun menurut Manahan, itu merupakan operasi reguler.
"Tetapi, dalam operasi tersebut fokusnya lebih ke pencarian pencuri
ikan, karena hal tersebut merupakan prioritas pemerintah saat ini,"
kata dia.
Ratusan nelayan tradisional itu, kata Manahan, telah diserahkan ke pemerintah lokal dan imigrasi untuk dideportasi.
Sebelumnya, kepada kantor berita Reuters, Andi menyebut pada Rabu kemarin, Pemerintah RI telah menangkap sebanyak 200 nelayan asal Malaysia
yang mencuri ikan di wilayah perairan Indonesia. Dalam beberapa hari ke
depan, kata Andi, akan ada sekitar 300 nelayan ilegal lainnya yang
ditahan.
Pemerintah RI pun disebut Andi, akan mengajukan nota protes kepada
negara-negara yang terlibat dalam aksi penangkapan ikan tersebut.
Ratusan Nelayannya Ditangkap, Dubes Malaysia Minta Klarifikasi RI
Duta Besar Kerajaan Malaysia untuk RI,
Zahrain Mohamed Hashim, mengaku belum memperoleh informasi resmi dari
Pemerintah Indonesia mengenai adanya aksi penangkapan nelayan asal
Negeri Jiran. Menurut informasi dari Sekretaris Kabinet, Andi
Widjajanto, sebanyak 200 nelayan asal Malaysia, ditangkap oleh RI pada
Rabu, 19 November 2014.
Dilansir dari laman Astroawani pada Kamis, 20 November
2014, Zahrain menyebut tidak ingin berspekulasi mengenai isu penangkapan
nelayan asal Malaysia. Oleh sebab itu, kini dia tengah meminta
klarifikasi dari Pemerintah Indonesia mengenai identitas,
kewarganegaraan dan jumlah nelayan yang ditangkap.
"Dalam isu ini, kami tidak ingin berspekulasi karena kami sendiri
belum mengetahui dengan pasti, apakah ada warga Malaysia yang ditangkap.
Kalau memang benar ada warga Malaysia yang ditangkap, maka mereka akan
memberi bantuan yang sesuai," ungkap Zahrain ketika dihubngi via
telepon.
Dia mengetahui isu itu pun, ujar Zahrain, dari media. Sambil
menunggu informasi resmi dan pemberian bantuan konsuler, Indonesia dan
Malaysia telah memiliki kesepakatan terkait isu yang melibatkan
perbatasan, kelautan dan perikanan.
"Kalau ada nelayan-nelayan yang melanggar, lazimnya, kami akan
mengusir mereka kembali. Terlabih, jika mereka menggunakan kapal-kapal
di bawah lima ton. Sebab, mereka hanya dianggap sebagai nelayan-nelayan
kecil yang tidak bermaksud sengaja untuk melanggar wilayah," papar
Zahrain.
Ditanya mengenai komentar keras Presiden Joko Widodo yang
memerintahkan penenggelaman kapal asing, Zahrain menyadari Pemerintah RI
kini tengah memfokuskan perhatian mereka kepada isu maritim. Termasuk,
di dalamnya aktivitas penangkapan ikan secara ilegal.
"Namun, kami harus melihat secara keseluruhan. Kami paham tentang
betapa seriusnya Pemerintah Indonesia yang ingin menangani isu terkait
kelautan dan perikanan," kata dia.
Namun, lanjut Zahrain, kedua pihak perlu mengetahui bahwa di laut,
kedua pihak telah memiliki kesepakatan bersama. Bahkan, kesepakatan itu
berlaku hingga ke area pantai dan perairan.
"Dalam hal ini, termasuk di dalamnya hal kelautan tersebut," kata Zahrain.
Dia turut menyambut baik rencana Menteri Kelautan dan Perikanan,
Susi Pudjiastuti, yang akan menetapkan kuota penangkapan hasil laut dan
perikanan dengan enam negara lain. Selain Negeri Jiran, juga terdapat
Vietnam, China, Thailand, Filipina dan Australia.
Penandatanganan tersebut rencananya akan dilakukab bertepatan dengan Hari Nusantara, pada 13 Desember 2014.
Zahrain juga menyebut, kasus penangkapan nelayan ini, tidak akan menganggu hubungan baik bilateral kedua negara.
"Hubungan kedua negara lebih besar dari masalah ini. Saya percaya
kedua pihak pemerintah tidak akan membiarkan hanya karena masalah ini,
lalu menganggu hubungan bilateral. Agenda hubungan kedua negara jauh
lebih besar daripada masalah tersebut," imbuh dia.
Sumber : VIVAnews
bunuh aja maling malisial itu. jokowi harus sangat keras..jangan pandang bulu.
ReplyDeleteHUTAN KITA DIJARAH, TKI KITA DIPERAS, PULAU LAUTAN DAN DARATAN MAU DICURI, SEKARANG IKAN KITA DICURI. APAKAH MALAYSIA KETURUNAN RAS MALING???? SUDAH SAAT MATRA LAUT YG MEMIMPIN SEKARANG, BARU UDARA TERAKHIR DARAT. KITA BERTAHUN-TAHUN SELALU MATRA DARAT YG DIUTAMAKAN AKIBATNYA BEGINI, LAUT DAN UDARA KITA SELALU DISUSUPI NEGARA TETANGGA.
ReplyDeletekalau bisa yang berimbang antara darat,laut dan udara,agar lebih aman NKRI dr ulah para maling
ReplyDeleteyang nama ny maling mah tetep maling,..nama ny jga malingsia,..udh tlanjangin ja tu maling.
ReplyDeleteIndonesia semakan melucukan. Kayak orang tua yang terkena penyakit lupa. 200 nelayan tertangkap itu akhirnya dipastikan bukan warga Malaysia, tapi pendatang illegal asing yang cuba masuk Malaysia dgn memakai kapal nelayan dan dipasang bendera Malaysia. Jangan-jangan warga Indonesia sendiri. Hahaha.... tanpa siasat, tanpa bicara, langsung teriak, akhirnya malu sendiri. Itulah Indonesia. Oh, ya... mau kami apakan sama 2.000.000 pendatang haram Indonesia yang mencuri hasil bumi di Malaysia? Apa mau ditenggelamkan juga. Think twice bro..
ReplyDelete