Kompasiana (MI) : Dua jurnalis asing asal Perancis, yaitu Thomas Charles Tendies (40) yang bekerja di ARTE Televisi Perancis dan Louise Marie Valentine Burort yang bekerja sebagai salah satu Jurnalis di Media Online Perancis
tertangkap tangan melakukan karya jurnalistik di Papua menggunakan
paspor turis. Keduanya diitangkap aparat Polres Jayawijaya (7/8/2014) di
sebuah hotel di Wamena, bersama tiga anggota OPM (Organisasi Papua
Merdeka) berinisial JW, 24 tahun, LK (17), dan DD (27) yang diketahui
sebagai anak buah Puron Wenda dan Enden Wanimbo yang beroperasi di
wilayah Lanny Jaya.
Saya tertarik untuk mengikuti lebih dalam pemberitaan terkait kedua
jurnalis ini. Mengapa? Karena sepengetahuan saya, Pemerintah masih
memberlakukan aturan khusus untuk LSM dan jurnalis asing yang mau
bertugas ke Papua, semata-mata demi keselamatan jiwa mereka. Aturan
khusus itu bukan melarang sama sekali, tetapi harus dengan ijin khusus
untuk mendapatkan pengawalan dari aparat keamanan, sebagaimana pernah
diberikan kepada jurnalis senior dari Stasiun TV SBS Australia, Mark
Davis bulan Mei 2014 yang lalu. (Sumber)
Paspor ganda
Hal yang mencurigakan adalah, mengapa kedua jurnalis dari Perancis itu
harus meliput (saya sebut ‘menyusup’ ke Papua) dengan menyalahgunakan
visa? Padahal ijin khusus bisa ia dapatkan sebagaimana Mark Davis pada
Mei lalu.
Berangkat dari pertanyaan kritis itu, sedikit demi sedikit saya
dapatkan jawabannya. Dalam pemeriksaan di markas Polda Papua, Polisi
menemukan salah seorang dari jurnalis itu (Louise Marie Valentine
Burort) memiliki paspor ganda, yaitu paspor sipil dan paspor dinas.
Kedua paspor itu masih berlaku. Paspor dinas itu dikeluarkan oleh
Pemerintah Perancis saat Valentine bertugas di Kedutaan Perancis di Tel
Aviv. Valentine juga mengaku masih bekerja di Arte TV Prancis, namun
penyidik tidak menemukan kartu pers milikinya. Thomas Charles Dandois
pun demikian. Kartu pers miliknya telah habis masa berlakunya sejak
2006. Menurut pengakuannya, keduanya bisa sampai ke Kabupaten
Jayawijaya atas bantuan salah seorang jurnalis Australia berinisial NC.
(Sumber)
Jaringan Penyelundupan senjata
Petunjuk kedua, berawal dari pemberitaan media lokal bintangpapua.com,
bahwa diduga pertemuan dua “penyusup” dari Perancis itu diduga akan melakukan barter peluru antara kelompok OPM pimpinan Purom Wenda dengan kedua jurnalis itu. (Sumber)
Yang menarik, ketika menggunakan metode pencarian sederhana melalui Google searching image dengan kata kunci “Valentine Burort, Perancis” ditemukan sejumlah situs yang mengulas tentang ‘cara membuat senjata M16 USA’. (Sumber)
Dalam artikel itu tampak foto wanita muda kulit putih yang bekerja di sebuah pabrik senjata, wajahnya sangat mirip dengan Louise Marie Valentine Burort. Coba perhatikan gambar berikut :
olahan penulis, sumber: veiledveiled.blogspot.com dan bintangpapua.com |
Jika benar orangnya sama, ini bisa menjadi petunjuk penting untuk
mengungkap keterlibatan asing (khususnya Perancis dan Australia) dalam
penyelundupan senjata ke kelompok sipil bersenjata (OPM) di Papua. Dan
ikhwal paspor dinas yang masih berlaku itu, menunjukkan bahwa si
“penyusup” itu adalah orang pemerintah. Pemerintah Perancis harus bisa
menjelaskan hal ini.
Apalagi kalau indikasi “barter peluru” itu benar, maka ini bukan lagi
sekedar urusan administrasi keimigrasian belaka tetapi sudah masuk ranah
transnational crime. Suka atau tidak suka, opini publik sudah
terarah kepada kesimpulan bahwa Pemerintah Perancis “patut diduga”
berada di balik berbagai aksi penembakan di Papua yang telah menewaskan
sejumlah aparat keamanan dan warga sipil. Kita tentu masih ingat, 28
Juli lalu persis di Hari Idul Fitri, dua polisi tewas dan sejumlah
anggota Polri luka-luka dalam aksi penyerangan kelompok Purom Wenda di
Lanny Jaya. Anak buah Purom Wenda inilah yang ikut tertangkap bersama
para penyusup dari Perancis ini beberapa hari lalu di Wamena.
Motif dibalik tuntutan Pembebasan Kedua Jurnalis Perancis
Indikasi lain, pasca penangkapan Thomas Charles Tendies dan Louise
Marie Valentine Burort sejumlah aktivis politik Papua merdeka kontan
bersuara keras. Mereka menuding pemerintah Indonesia telah mengangkangi
kebebasan pers. Seperti Benny Wenda mantan DPO yang sekarang sudah
menjadi WN Inggris, Pastor Andreas Harsono peneliti Human Rights Watch
(HRW) juga ikut berteriak dari Australia. Begitu juga Victor Mambor,
Ketua Aji Papua. Mereka menyerukan kepada semua orang di seluruh dunia
yang percaya kepada keadilan, kebebasan dan demokrasi, untuk memastikan
kedua jurnalis asal Perancis itu dilepaskan. Hemat saya, alasan yang
sesungguhnya bukan soal pembungkaman pers dan demokrasi, tetapi
lantaran ketakutan kalau kedok kedua jurnalis Perancis itu terbongkar. Jangan-jangan mereka juga bagian dari aktivitas penyelundupan senjata dan amunisi ke Papua??!!
Semoga tulisan sederhana ini menjadi masukan bagi aparat pemerintah
kita yang sedang menangani dua jurnalis asal Perancsis yang tertangkap
di Papua itu, untuk mengungkap jalur penyelundupan senjata ke kelompok
OPM di Papua.
Sumber : Kompasiana
HARUS DI USUT SAMPAI TUNTAS.....JANGAN GENTAR....KETERLIBATAN ASING HARUS DI UNGKAP
ReplyDeleteJANGAN NEGARA KITA MENJADI IRAK.. LIBYA
Kalau pemerintah melepas kedua jurnalis yg mencurigakan ini begitu saja,berarti pemerintah dalam tekanan yg luar biasa " luar negeri _ prancis...dll " ?
ReplyDeleteBangsa kita bangsa besar, jgn kalah dgn rusia, cina, amerika, apalagi israel dlm menentukan tindakannya sendiri. Bangsa yg tegas dan berani akan disegani oleh yg lainnya. Jelas2 mereka bersalah. Jgn kalah sama amerika yg menahan orang krn orang tsb mendukung isis cuma lewat tweeter saja.
ReplyDeleteSemoga kita semakin jelas dan tegas.
ReplyDelete