Jakarta (MI) : Direktur Utama PT Dirgantara
Indonesia (DI) Persero, Budi Santoso mengaku, produksi pesawat N-219
harus mampu bersaing dengan rival beratnya tipe Twin Otter buatan
Kanada. Pasalnya untuk masuk ke pasar sejenis bukan perkara mudah.
"Kompetitor Twin Otter, desain pesawatnya sejak
tahun 1960 tapi sampai sekarang masih tetap bisa bertahan seperti itu.
Mereka masuk di pasar yang berat," ungkap dia di Jakarta, Selasa
(3/9/2013) malam.
Pesawat ringan N-219 sejatinya diproduksi untuk
mengisi kebutuhan pasar dunia terhadap pesawat angkut sejenis. Sehingga
perlu waktu untuk bisa merebut pasar yang selama ini dikuasai Twin
Otter.
"Kalau bisa memproduksi dan menjual N-219 sebanyak 100
unit saja sudah hebat karena kami akan masuk ke pasarnya Twin Otter.
Sedangkan Boeing atau Airbus bisa menjual ribuan dan pesawat ATR ratusan
unit," papar Budi.
Dia mengaku, pasar terbesar N-219 adalah di
Indonesia mengingat negara ini mempunyai potensi pasar yang cukup besar
dan dapat dimaksimalkan dengan baik.
"Pasar terbesar kedua,
diantaranya negara Australia dan Afrika. Makanya beberapa negara sudah
tertarik membeli (N-219) tapi saya belum bisa bilang karena produknya
belum ada," ujarnya.
Pasar, menurut Budi sangat penting supaya
bisnis penerbangan, terutama pesawat angkut seperti N-219 tetap
bergairah. Inilah yang wajib dicermati dalam memproduksi sebuah pesawat
terbang.
"Kalau cuma berpikir teknologi akan sangat bergantung
pada pemerintah. Kalau pemerintah dalam kondisi tidak baik, kami bisa
ikut mati. Jadi jangan lagi berpikir teknologi, tapi ke pasar," tandas
dia.
Sebelumnya, Budi berencana memperkenalkan pesawat terbang
ringan N-219 ke hadapan publik pada tahun 2015. Pesawat tersebut
didesain dengan kapasitas penumpang sekitar 19 orang serta diperlukan
untuk menghubungkan daerah-daerah terpencil dengan landasan pacu pendek.
Sumber : Liputan6
No comments:
Post a Comment