Merdeka (MI) : Dalam sebuah peta, letak geografis negara Indonesia dan Malaysia tergambar sangat dekat. Kedua negara ini kemudian dijuluki negara serumpun karena secara garis besar adat istiadat dan budaya tak jauh berbeda.
Namanya tetangga, tak selamanya bisa harmonis. Hubungan panas dingin kerap melanda Indonesia dan Malaysia.
Penyebabnya beragam. Mulai dari dilanggarnya kesepakatan batas perairan, klaim budaya, asap kebakaran hutan dan yang mendominasi cara memperlakukan tenaga kerja Indonesia (TKI).
Ketegangan Indonesia dan Malaysia tak luput dari perhatian kepala negara. Jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kala itu lebih memilih gaya diplomatis sebagai protes, lainnya dengan Presiden Joko Widodo yang blak-blakan.
Masih ingat kasus kebakaran hutan di wilayah Pulau Sumatera pada pertengahan 2013? Saat itu, asap kebakaran hutan cukup parah, dan membuat jarak pandang terbatas.
Kondisi ini rupanya membuat Malaysia dan Singapura terganggu. Mereka mengancam akan membawa masalah asap kebakaran lahan gambut ini ke Internasional apalagi satu penduduk mereka ada yang jadi korban karena mengalami sesak napas akibat kabut asap.
Apa tanggapan Indonesia?
Ancaman Malaysia dan Singapura ditanggapi santai oleh empat menteri
terkait di KIB. Apalagi dari penyelidikan yang mereka lakukan jelas
memberi sinyal bahwa lahan gambut sengaja dibakar karena ulah pengusaha
Malaysia yang ingin membuka lahan di Indonesia sehingga tak perlu ada
kata maaf.
Sikap tegas anak buahnya berbanding 180 derajat dengan yang dilakukan Presiden SBY saat itu. Dia malah meminta maaf pada Malaysia dan Singapura dan siap bertanggung jawab.
"Meminta maaf dan meminta pengertian saudara-saudara kita di Malaysia dan Singapura. Tentu tidak ada niat dari Indonesia atas apa yang terjadi ini," kata SBY.
SBY mengatakan, Indonesia akan bertanggung jawab atas meluasnya asap akibat kebakaran hutan di wilayah Sumatera. "Apa yang terjadi kami bertanggung jawab terus untuk menghadapi permasalahan ini. Kami akan fokus menghadapi masalah ini," ujar SBY.
Sikap SBY kala itu langsung menuai sindiran. Sebagai kepala negara, SBY terkesan mempermalukan dan mengerdilkan Indonesia. Sikap SBY ini sangat berbeda dengan ketegasan Presiden Joko Widodo. Jokowi, sapaannya, tampak lebih berani 'melawan' Malaysia.
Jokowi memerintahkan untuk menenggelamkan kapal asing yang seenaknya mengambil ikan di perairan Indonesia. Buat Jokowi, tindakan kapal-kapal asing ilegal itu tidak bisa ditolerir lagi.
"Saya sampaikan kemarin, sudahlah enggak sudah tangkap-tangkapan. Langsung tenggelamkan 10 atau 20 baru nanti mikir," kata Jokowi.
Tapi Jokowi memberi catatan. Sebelum kapal ditenggelamkan, terlebih dahulu tangkap dan selamatkan nelayannya. "Tapi orangnya diselamatkan dulu. Nanti jadi ramai kalau sama negara lain. Tenggelamkan 100 biar nanti yang lain mikir. Kalau enggak kayak gitu ya kekayaan kita habis," tegasnya.
Ketegasan Jokowi ini sampai membuat Malaysia tercengang dan tak percaya. Melalui Menlu-nya, Anifah Aman, Malaysia akan menindaklanjuti ucapan Presiden Jokowi tersebut.
"Saya tidak percaya pernyataan (tenggelamkan kapal) seperti itu dikeluarkan seorang Presiden dan kami akan tindak lanjuti kebijakan itu," kata Anifah.
Dia mengingatkan kedua negara sudah menyetujui MoU penegakan hukum terkait batas wilayah laut pada 2012. Dalam perjanjian itu, kalau ada nelayan tradisional dengan kapal berbobot di bawah 30 Gross Ton melangkahi batas negara, aparat setempat cukup mengusir, bukan menahannya.
Sikap tegas anak buahnya berbanding 180 derajat dengan yang dilakukan Presiden SBY saat itu. Dia malah meminta maaf pada Malaysia dan Singapura dan siap bertanggung jawab.
"Meminta maaf dan meminta pengertian saudara-saudara kita di Malaysia dan Singapura. Tentu tidak ada niat dari Indonesia atas apa yang terjadi ini," kata SBY.
SBY mengatakan, Indonesia akan bertanggung jawab atas meluasnya asap akibat kebakaran hutan di wilayah Sumatera. "Apa yang terjadi kami bertanggung jawab terus untuk menghadapi permasalahan ini. Kami akan fokus menghadapi masalah ini," ujar SBY.
Sikap SBY kala itu langsung menuai sindiran. Sebagai kepala negara, SBY terkesan mempermalukan dan mengerdilkan Indonesia. Sikap SBY ini sangat berbeda dengan ketegasan Presiden Joko Widodo. Jokowi, sapaannya, tampak lebih berani 'melawan' Malaysia.
Jokowi memerintahkan untuk menenggelamkan kapal asing yang seenaknya mengambil ikan di perairan Indonesia. Buat Jokowi, tindakan kapal-kapal asing ilegal itu tidak bisa ditolerir lagi.
"Saya sampaikan kemarin, sudahlah enggak sudah tangkap-tangkapan. Langsung tenggelamkan 10 atau 20 baru nanti mikir," kata Jokowi.
Tapi Jokowi memberi catatan. Sebelum kapal ditenggelamkan, terlebih dahulu tangkap dan selamatkan nelayannya. "Tapi orangnya diselamatkan dulu. Nanti jadi ramai kalau sama negara lain. Tenggelamkan 100 biar nanti yang lain mikir. Kalau enggak kayak gitu ya kekayaan kita habis," tegasnya.
Ketegasan Jokowi ini sampai membuat Malaysia tercengang dan tak percaya. Melalui Menlu-nya, Anifah Aman, Malaysia akan menindaklanjuti ucapan Presiden Jokowi tersebut.
"Saya tidak percaya pernyataan (tenggelamkan kapal) seperti itu dikeluarkan seorang Presiden dan kami akan tindak lanjuti kebijakan itu," kata Anifah.
Dia mengingatkan kedua negara sudah menyetujui MoU penegakan hukum terkait batas wilayah laut pada 2012. Dalam perjanjian itu, kalau ada nelayan tradisional dengan kapal berbobot di bawah 30 Gross Ton melangkahi batas negara, aparat setempat cukup mengusir, bukan menahannya.
Ketegasan Jokowi juga dipandang sebelah mata oleh Ketua Komisi I DPR,
Mahfudz Siddiq. Politikus PKS itu menilai ucapan Jokowi soal kapal
tenggelam cuma untuk gagah-gagahan.
"Enggak ngerti (apa maksudnya), lagi gagah-gagahan, saja," kata Mahfudz di Gedung DPR.
Menurut dia, pernyataan Jokowi tersebut bisa jadi blunder bagi pemerintah karena kekuatan laut Indonesia belum optimal. "Kemampuan negara untuk mengontrol wilayah kita memang masih lemah, jangankan menenggelamkan, mengidentifikasi di mana kapal asing lakukan illegal fishing saja kita masih kesulitan," ujarnya.
Mahfudz menjelaskan, negara sudah mengatur bagi para nelayan asing yang melakukan ilegal fishing dalam UU Kelautan tentang Badan Keamanan Laut (Bakamla) sudah ada tindakan hukum. Tindakan hukum yang dimaksud pro yustisia di bawah kewenangan badan keamanan laut.
"UU enggak ada membakar, nenggelemin, enggak ada, tapi kalau pemerintah melakukan shock terapi boleh saja," imbuhnya.
"Enggak ngerti (apa maksudnya), lagi gagah-gagahan, saja," kata Mahfudz di Gedung DPR.
Menurut dia, pernyataan Jokowi tersebut bisa jadi blunder bagi pemerintah karena kekuatan laut Indonesia belum optimal. "Kemampuan negara untuk mengontrol wilayah kita memang masih lemah, jangankan menenggelamkan, mengidentifikasi di mana kapal asing lakukan illegal fishing saja kita masih kesulitan," ujarnya.
Mahfudz menjelaskan, negara sudah mengatur bagi para nelayan asing yang melakukan ilegal fishing dalam UU Kelautan tentang Badan Keamanan Laut (Bakamla) sudah ada tindakan hukum. Tindakan hukum yang dimaksud pro yustisia di bawah kewenangan badan keamanan laut.
"UU enggak ada membakar, nenggelemin, enggak ada, tapi kalau pemerintah melakukan shock terapi boleh saja," imbuhnya.
Sumber : Merdeka
Itu anggota dpr bodoh kali..ngomong begitu. Harusnya bangga indonesia punya presiaden punya nyali. Jangan hanya ngomong doang
ReplyDeleteNdak ada yg bener kerja pemerintah di mata kmp...terus karepnya opo dpr iki !!
ReplyDeleteKarepe jagone sing dadi presiden mas.......
DeleteKalo jagoannya menang, maka program pertama yang paling berhasil adalah Program KB. Jutaan rakyat akan hilang tiba-tiba tidak keruan rimbanya karena diculik.... :-)
Deleteanggota DPR babi.anjing. seharusnya wkt pemilu tv2 di indonesia menyiarkan calon2 dpr seperti ini seperti itu.harusny ada uud yg mewajibkan tiap calon anggota dpr punya visi dan misi untk membela negara. bukan sebaliknya. lbh di bunuh anggota dpr yg menghianat. ayo pk jokowi skrg waktnya tegas ma malaysia ma singapura. BABI KAO MAHFUD SIDDIK ANJING
ReplyDeletetenggelam kan aja anggota DPRnya
ReplyDeleteDpr tu kerjanya pa ...bsny cma mengkritik ae...krj nyata dpr pa ....
ReplyDeleteKpan ndonesia bsa maju ...klo pola anggotq dwane kyok ngunu
Aku stress kalah Pilpres
ReplyDeleteDPR = Dewan Pembunuh Rakyat
ReplyDeleteBuat Mahfudz => Lu dibayar berapa sih sama malay ? kepentingan asing masih aja dibawa dari pd negara sendiri ? Ketegasan dinilai blunder ? dulu soekarno lebih TEGAS bung, jangan seperti banci kaleng yang suka berdiplomasi tanpa reaksi. Saya bukan pendukung Jokowi tp saya mendukung Usaha & tindakannya.
ReplyDeletesebaiknya Mahfudz ini di berhentikan saja dari DPR, krn membahayakan negara sendiri alias penghianat negara.
satu lagi, kepentingan partai jangan membuat kerugian negara...
Kalo belum optimal, coba optimalkan kekuatan TNI dan dukung oleh DPR jangan malah dilecehkan, nasionalis dong
ReplyDelete