JAKART (MI) : Sengketa
perbatasan negara yang sampai saat ini masih menyisakan 12 titik,
dinilai lamban. Pasalnya, sengketa batas negara itu sudah berlangsung
puluhan tahun. Karena itu pemerintah harus bertindak lebih cepat agar
kedaulatan negara tidak diinjak-injak.
Pakar Hukum Refly Harun menuturkan, penyelesaian sengketa perbatasan ini harusnya dilakukan lebih cepat.
Pakar Hukum Refly Harun menuturkan, penyelesaian sengketa perbatasan ini harusnya dilakukan lebih cepat.
Lambannya penyelesaian sengketa batas
negara itu karena Indonesia memilih jalur negosiasi. "Ini pilihannya
hanya negosiasi, karena kalau ke Mahkamah Internasional bisa kalah,"
terangnya.
Hal itu terjadi karena Indonesia tidak bisa membuktikan eksistensinya pada daerah yang sedang disengketakan. Seperti, kasus Sipadan dan Ligitan. Saat itu Malaysia sudah membangun berbagai infrastruktur, namun Indonesia sama sekali tidak melakukan apapun. "Masalah ini yang krusial," ujarnya.
Saat ini, pemerintah masih belum belajar dengan kejadian tersebut. Perbatasan Indonesia masih dianaktirikan. Kabar terakhir, malah ada warga yang eksodu ke negara tetangga. "Ini menunjukkan pemerintah masih sentralistik dalam pembangunan," tegasnya.
Karena itu, lanjut dia, kunci utamanya saat ini pembangunan infrastruktur di perbatasan harus ditingkatkan. Pasalnya, Indonesia harus membuktikan kehadirannya di daerah tersebut. "Kalau tidak, tentu akan sangat rawan," tegasnya.
Dengan begitu, sebenarnya Jokowi yang telah berjanji membenahi daerah perbatasan sudah berjalan di jalur yang tepat. Namun, semua itu harus benar-benar dibuktikan. Pasalnya, masalah ini bisa berhubungan dengan kedaulatan negara.
"Kalau pembangunan dan kesejahteraan masyarakat perbatasan baik, tentu pemerintah Indonesia akan dibela masyarakatnya. Kalau tidak, masyarakat perbatasan juga bisa berubah haluan," terangnya.
Sementara itu Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Triyono Budi menjelaskan, perundingan masih terus dilakukan dengan Malaysia dan Timor Leste soal batas negara itu. "Tentu diupayakan secara maksimal," paparnya.
Yang jelas, sejak awal kesulitan penyelesaiannya karena memang harus menerjemahkan perjanjian batas wilayah antara Belanda dan Inggris. "Kita merujuk ke tiga kesepakatan dua negara itu, karena keduanya mewarisi wilayah dari dua negara itu," jelasnya.
Untuk menguatkan posisi Indonesia, selama ini ada upaya mengecek data wilayah perbatasan ke lapangan. Sehingga, bukti kuat bahwa wilayah yang sedang disengketakan merupakan wilayah Indonesia.
Hal itu terjadi karena Indonesia tidak bisa membuktikan eksistensinya pada daerah yang sedang disengketakan. Seperti, kasus Sipadan dan Ligitan. Saat itu Malaysia sudah membangun berbagai infrastruktur, namun Indonesia sama sekali tidak melakukan apapun. "Masalah ini yang krusial," ujarnya.
Saat ini, pemerintah masih belum belajar dengan kejadian tersebut. Perbatasan Indonesia masih dianaktirikan. Kabar terakhir, malah ada warga yang eksodu ke negara tetangga. "Ini menunjukkan pemerintah masih sentralistik dalam pembangunan," tegasnya.
Karena itu, lanjut dia, kunci utamanya saat ini pembangunan infrastruktur di perbatasan harus ditingkatkan. Pasalnya, Indonesia harus membuktikan kehadirannya di daerah tersebut. "Kalau tidak, tentu akan sangat rawan," tegasnya.
Dengan begitu, sebenarnya Jokowi yang telah berjanji membenahi daerah perbatasan sudah berjalan di jalur yang tepat. Namun, semua itu harus benar-benar dibuktikan. Pasalnya, masalah ini bisa berhubungan dengan kedaulatan negara.
"Kalau pembangunan dan kesejahteraan masyarakat perbatasan baik, tentu pemerintah Indonesia akan dibela masyarakatnya. Kalau tidak, masyarakat perbatasan juga bisa berubah haluan," terangnya.
Sementara itu Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Triyono Budi menjelaskan, perundingan masih terus dilakukan dengan Malaysia dan Timor Leste soal batas negara itu. "Tentu diupayakan secara maksimal," paparnya.
Yang jelas, sejak awal kesulitan penyelesaiannya karena memang harus menerjemahkan perjanjian batas wilayah antara Belanda dan Inggris. "Kita merujuk ke tiga kesepakatan dua negara itu, karena keduanya mewarisi wilayah dari dua negara itu," jelasnya.
Untuk menguatkan posisi Indonesia, selama ini ada upaya mengecek data wilayah perbatasan ke lapangan. Sehingga, bukti kuat bahwa wilayah yang sedang disengketakan merupakan wilayah Indonesia.
"Kami bekerjasama dengan TNI, untuk
mengecek batas negara itu, bagaimana kondisinya dan bukti apa yang bisa
ditemukan bahwa itu milik Indonesia," terangnya.
Sebelumnya, masih terdapat 12 segmen sengketa batas negara. Perinciannya, sembilan sengketa antara Indonesia dengan Malaysia dan tiga sengketa dengan Timor Leste.
Sebelumnya, masih terdapat 12 segmen sengketa batas negara. Perinciannya, sembilan sengketa antara Indonesia dengan Malaysia dan tiga sengketa dengan Timor Leste.
Sumber : JPNN
No comments:
Post a Comment