Analisis (MI) : Berjalan sebulan lebih perjalanan pemerintahan Jokowi,
berbagai kejutan jalan berbangsa kita alami antara lain dengan kenaikan BBM dan
ultimatum menenggelamkan kapal ikan asing yang menyusup ke perairan
Indonesia. Tentang kenaikan BBM kita
berpandangan bahwa memang sudah saatnya energi mobilitas itu dinaikkan meski
harga minyak dunia turun. Justru ini jadi momentum untuk menipiskan subsidi
sekaligus meminimalkan penyelundupan BBM.
Dananya untuk pembangunan infrastruktur dan pos produktif lainnya.
Mata rantai cerita berjudul poros maritim semakin enak
diikuti ketika bintang utamanya srikandi wanita Susi Pudji Astuti melakukan
solo run ke Natuna dan Derawan untuk blusukan tanpa basa basi. Menteri KKP ini memang wanita tangguh yang
paham betul seluk beluk kelautan dan perikanan.
Dia kecil, besar, dewasa, kuat, tegar di alam laut Selatan yang
ganas. Dia pula yang berhasil
menaklukkan dunia kelautan dan perikanan serta transportasi udara untuk
menjelma sebagai pengusaha sukses yang nasionalis.
Kapal Patroli TNI AL |
Ultimatum Presiden untuk menenggelamkan kapal ikan asing
yang masuk perairan RI disikapi dengan sikap “siap komandan” oleh Menko
Polhukam, Menko Kemaritiman, Menlu, Panglima TNI, Kapolri dan Ibu Susi sendiri
tentunya. Maka pada hari-hari ke depan
ini kita akan menyaksikan pergerakan armada kapal perang TNI AL, kapal patroli
Bakorkamla, kapal KKP, kapal polisi air, kapal bea cukai, pesawat patroli dan
intai maritim mengintensifkan patroli terkoordinasi. Secara de facto ini
sebenarnya menjadi simulasi awal untuk terbentuknya BAKAMLA sebagaimana operasi
militer Garda Wibawa yang di gelar di Tarakan saat ini mensinergikan sejumlah
KRI, satuan radar, satuan rudal, satuan intelijen dan pesawat tempur Sukhoi.
Uji nyali jalesveva jayamahe sedang dimulai. Ini adalah mata kuliah penting untuk mengukur
sejauh mana nilai kesiagaan dan kesiapan tugas armada laut berintegrasi satu sama lain. Instruksi Presiden ini secara operasional
bisa dicermati dengan dua makna. Yaitu untuk memastikan sterilisasi perairan RI
dan endurance operasi itu sendiri.
Sisiran wilayah operasi untuk menangkap dan membawa kapal nelayan asing
ke pelabuhan terdekat harus bisa memberikan pembuktian nyata. Kemudian daya tahan armada menjadi bahan
evaluasi untuk menjadi bahan masukan apa-apa yang harus diperbaiki, ditambah
dan diperkasakan.
Dengan kekuatan 170 an KRI, ratusan kapal patroli kelas
KAL (Kapal Angkatan Laut), puluhan kapal patroli milik institusi lain
diharapkan akan memberikan efek jera bagi nelayan asing yang selama ini sudah
terbiasa dan terbiarkan dengan laut Indonesia yang kaya ikan itu. Semakin
jelaslah memang pembentukan BAKAMLA yang sudah lama menjadi wacana itu merupakan
sebuah dahaga yang harus dipenuhi. Tetapi lebih penting dari itu adalah
menyikapi dengan kewaspadaan tinggi akan respons negara yang punya kekuatan
laut digdaya dengan teknologi modern seperti Cina.
Kapal-kapal nelayan Cina sejatinya tidak murni mencari
ikan tetapi juga sebagai agen spionase negaranya. Kapal nelayan mereka sudah melapor terlebih
dahulu kepada “pelindungnya” kapal perang Cina yang beroperasi tak jauh dari
mereka. Bahkan sudah dilengkapi dengan peralatan komunikasi canggih sebagai
jembatan penghubung dengan kapal perang negaranya yang biasanya mengikuti dari
belakang. Ingat kasus di laut Natuna
beberapa tahun lalu ketika kapal KKP kita membawa kapal nelayan Cina ke Natuna,
dipaksa lepas untuk dibebaskan oleh kapal perang Cina di tengah laut.
Langkah awal menuju poros maritim sedang dilakukan. Memberikan
nilai kewibawaan pada apa yang disebut teritori laut, perlindungan sumber
daya kelautan dan keamanan di laut. Ini
adalah langkah yang bagus untuk memberikan kejut nilai, kejut jera dan kejut
wibawa. Tentu ke depannya adalah memperkuat armada laut dengan kekuatan herder
untuk memastikan nilai rasa pasti aman dan pasti wibawa di laut itu benar-benar
dapat kita rasakan dan banggakan.
Dalam pemerintahan Jokowi yang hendak memeluk laut dan
isinya, tentu harus diperkuat dengan
armada kapal perang yang berwibawa disamping kapal perang jenis cabe rawit. Kapal
perang berwibawa minimal fregat atau destroyer sedang jenis cabe rawit tentu
berkelas KCR. Untuk kapal berjenis KCR
(Kapal Cepat Rudal) sudah tersedia banyak produsennya baik PAL atau galangan
kapal lainnya. Kita bisa memproduksi 20
KCR setiap tahun karena kapasitas produksi galangan kapal kita mampu.
Peluru Kendali anti kapal Yakhont |
Lima tahun ke depan AL dan AU kita akan diperkuat dengan
alutsista bermutu dan berkelas.
Sesungguhnya poros maritim yang didengungkan itu harus punya mata,
telinga dan tangan untuk menjamin eksistensinya. Indra dengar, lihat dan pukul itu adalah
sebuah sistem terpadu antara matra laut dan udara dengan seperangkat perabot
alutsista yang bernama kapal perang, radar, jet tempur, satuan rudal dan
pasukan marinir untuk memastikan integrasi, koordinasi dan komunikasi “berani
masuk digebuk” bisa berjalan dengan solid.
Memiliki armada laut dan udara yang kuat bukanlah sebuah
biaya atau expense. Justru dia menjadi
investasi untuk membuat bangsa ini bernilai, bermakna dan berwibawa. Tidak
kalah penting adalah untuk menjamin sebuah kepemilikan atas nama teritori laut
termasuk ZEE (Zona Ekomoni Eksklusif) yang sudah diakui oleh dunia
internasional. Memberdayakan sumber daya
laut dan isinya termasuk sumber daya energi fosil yang terkandung didalamnya
untuk memperkuat basis PDB dan pertumbuhan ekonomi kita. Saatnya membuktikan semboyan Jalesveva
Jayamahe menjadi kekuatan ekonomi dahsyat dengan dukungan kekuatan laut dan
udara berkelas herder.
Sumber : Analisis
Kenapa tidak ada ceritanya Pesawat C 295 MPA yang dilengkapi senjata dan rudal, kenapa tidak dioptimalkan untuk patroli udara menangkap pencuri ikan dan penyelundup
ReplyDelete